Islam

Nama Bulan Kelima Hijriah: Jumadil Awwal, Jumadil Ula, atau Jumadal Ula?

Ilustrasi.

Ilustrasi.

Menurut kalender Islam, hari ini sudah memasuki bulan kelima Hijriah. Sebagaimana diketahui, nama bulan kelima dalam kalender Hijriah adalah Jumadal Ula, ada yang menyebut Jumadil Awwal, dan Jumadil Ula. Dari nama-nama tersebut, manakah yang dinilai sesuai dengan kaidah morfologi Arab?

Menurut morfologi Arab, penyebutan Jumadil Ula dipandang lemah. Pasalnya, pola fu‘ali harus diakhiri dengan ha lazimah (sehingga menjadi jumadilah), seperti kata qurasiyah dan shurahiyah (Shalahuddin Khalil, Tashhih al-Tashif, halaman 215).

Ada pula yang menyebutnya dengan Jumadal Awwal. Namun menurut gramatika Arab (nahwu), kata awwal yang berarti ‘pertama’ tidak bisa dipakai menyifati kata jumada yang masuk kategori muannats (feminim). Hal ini diperkuat oleh al-Farra yang menyatakan, semua nama bulan Arab terkategori mudzakkar (maskulin) kecuali Jumadal Ula dan Jumadal Akhirah.

Dengan demikian, nama yang tepat untuk bulan kelima Hijriah adalah Jumadal Ula karena kata sifat yang tepat untuk menyifati kata jumada bukan al-awwal, melainkan al-ula yang berbentuk muannats. (Muhammad ibn al-Mustanir ibn Ahmad, al-Azminah wa Talbiyatul Jahiliyyah, hal. 45).

Menurut Abu Sa‘id, penamaan bulan Jumadal Ula seperti nama beberapa bulan Arab yang lain, juga dilatarbelakangi oleh musim yang terjadi pada bulan tersebut, yaitu musim dingin (syita). Jumada sendiri berasal dari kata jamada, yang berarti ‘beku’ sesuai dengan keadaan air yang beku di musim dingin (Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, jilid 3, hal. 130; dan al-Harawi, Tahdzib al-Lughah, jilid 10, hal. 358).

Menurut Ibnu Duraid, pada zaman Jahiliyah, bulan Jumadal Ula disebut dengan al-Hanin, Rubba, Syaiban, dan Kanun al-Awwal. Sedangkan bulan berikutnya Jumadal Akhirah disebut dengan Milhan dan Kanun al-Akhir. Kata syaiban dan milhan ini dapat ditelusuri dari kata syaib yang berarti ‘uban’, dan kata milh yang berarti ‘garam.’ Keduanya menggambarkan keadaan salju di musim dingin yang putih seperti uban atau garam dan terjadi di bulan Jumadal Ula dan Jumadal Akhirah. (Abu al-Hasan, al-Mukhashish, jilid 2, hal. 387).

Umumnya musim itu terjadi selama dua bulan. Sehingga nama ini pun disematkan pada dua bulan terjadinya musim tersebut, yakni Jumadal Ula dan Jumadal Akhirah. Sebagaimana diketahui masyarakat Arab memiliki enam musim, yaitu ar-rabi al-awwal (musim semi pertama), shaif (musim panas), qaizh (puncak musim panas), al-rabi‘ al-tsani (musim semi kedua), kharif (musim gugur), dan syitha (musim dingin) (Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, jilid 8, hal. 102).

Ada sejumlah peristiwa penting yang terjadi di bulan Jumadal Ula, terutama pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya beliau berperang melawan Bani Sulaim di Buhran, mengirim pasukan ekspedisi Zaid ibn Haritsah ke wilayah al-Ish pada tahun keenam Hijriah; bertempur melawan kaum Yahudi Khaibar pada tahun ketujuh Hijriah; mengirim utusan ke Mu’tah pada tahun kedelapan Hijriah; mengutus Khalid ibn Walid untuk mengajak bani al-Harits di Najran masuk Islam; dan masih banyak lagi peritiwa lainnya. Bahkan, menurut Muhammad ibn Ishaq, perang Dzat al-Riqa‘ juga terjadi pada bulan ini. (Maghazi al-Waqidi, hal. 3, 5, 553). Wallahu a’lam.

Penulis: M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.

Artikel ini pertama kali dimuat di situs NU Online.

Editor: Aiz Luthfi

Islam Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua