Buddha

Moderasi Beragama sebagai Resolusi dalam Menjaga dan Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama

Moderasi Beragama

Moderasi Beragama

Moderasi berasal dari Bahasa Latin yaitu Moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan) atau penguasaan diri dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) moderasi mempunyai dua arti yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman jadi moderasi dapat diartikan sebagai Jalan Tengah.

Moderasi beragama adalah usaha mengembalikan pemahaman dan praktik nilai-nilai beragama dalam kehidupan sehari-hari agar sesuai dengan esensinya yaitu menjaga harkat, martabat, dan peradaban manusia.

Moderasi beragama, toleransi, dan kerukunan umat beragama dalam agama Buddha tercermin pada kisah seorang pemuda bernama Upali yang menganut agama atau kepercayaan lain (Upali Sutta, Majjhima Nikaya III). Pemuda Upali menemui Sang Buddha untuk berdiskusi tentang ajaran (agama) yang Beliau ajarkan kepada para muridnya.

Setelah diskusi panjang pemuda Upali merasa cocok dan tertarik dengan ajaran Buddha, maka Upali segera memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai muridnya, Sang Buddha tidak langsung menerima Upali sebagai muridnya tetapi Sang Buddha justru menasihati pemuda Upali untuk memikirkan dan mempertimbangkan kembali pindah agama atau kepercayannya, karena Upali adalah seorang pemuda yang cerdas, murid tersohor dari agamanya, juga mempunyai banyak pengikut.

Setelah mendapat nasehat dari Sang Buddha, pemuda Upali bukan mengurungkan niatnya untuk pindah agama, tetapi justru semakin tertarik pada ajaran Buddha, dan tetap memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai murid atau pengikutnya. Untuk kedua kalinya Sang Buddha dengan tegas menyampakikan kepada Upali agar memikirkan dan mempertimbangkan kembali untuk berpindah agama.

Setelah pemuda Upali memohon untuk ketiga kalinya agar diterima sebagai murid, Sang Buddha baru menerimanya, dengan catatan pemuda Upali tetap harus menghormati ajaran atau agama sebelumnya, tidak menjelek-jelekkan, tetap memberikan dana atau menyokong para penganut agama yang lama.

Dalam buku Paritta Suci yang sering dibaca umat Buddha setiap melakukan puja bakti, ada sebuah sutta yang bernama Karaniya Metta, dalam sutta tersebut Sang Buddha menjelaskan:

Mātā yathā niyaṁ puttaṁ āyusā eka-putta-manurakkhe

evampi sabba-bhūtesu mānasam-bhāvaye aparimānaṁ

Mettañca sabba-lokasmim mānasam-bhāvaye aparimānaṁ

uddhaṁ adho ca tiriyañca asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ

Yang artinya:

Tidak sepatutnya yang satu menipu yang lainnya, tidak menghina siapapun dimana juga, tidak selayaknya karena marah dan benci mengharap yang lain celaka

Sebagaimana seorang ibu mempertaruhkan jiwa melindungi putra tunggalnya, demikianlah terhadap semua makhluk, kembangkan pikiran cinta kasih tanpa batas.

Raja Asoka adalah seorang raja pemeluk agama Buddha yang tersohor. Peran Raja Asoka untuk mewujudkan moderasi beragama, toleransi, dan kerukunan umat beragama adalah dengan membangun sebuah prasasti Asoka atau Pila Asoka yang berisi: (1) Janganlah kita menghormat agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain; (2) Dengan berbuat demikian kita membantu agama kita sendiri untuk berkembang disamping menguntungkan pula agama lain; dan (3) Dengan berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri di samping merugikan agama orang lain.

Bunga mawar bunga melati

Meskipun berduri tetap kusayangi

Mari kita wujutkan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari

Agar hidup ini menjadi lebih berarti

Penulis: Puryanto, S.Ag (Penyuluh Agama Buddha Kemenag Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah)


Fotografer: Hilman Fauzi

Buddha Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua