Buddha

Menanamkan Karakter Buddhis pada Anak Sejak Dini

Menanamkan Karakter Buddhis pada Anak Sejak Dini

Menanamkan Karakter Buddhis pada Anak Sejak Dini

Orang bijaksana mengharapkan anak yang meningkatkan martabat keluarga,

dan mempertahankan martabat keluarga,

dan tidak mengharapkan anak yang merendahkan martabat keluarga;

yang menjadi penghancur keluarga”

(Khuddaka Nikaya, 252)

Manusia yang baru dilahirkan bagaikan selembar kertas putih yang tidak terdapat coretan satupun. Namun dalam perkembangannya, kertas tersebut akan terisi oleh berbagai coretan yang baik maupun buruk. Begitu juga dengan anak, mereka akan tergantung dari pendidikan yang diperoleh baik di sekolah formal, orang tua maupun lingkungan sekitar. Sebagian besar waktu anak bersama orang tua dan pendidikan awal yang diperoleh anak adalah dari orangtuanya. Hal ini sejalan dengan pendapat John Locke bahwa manusia seperti kertas putih yang masih kosong, kertas tersebut akan terisi oleh ide-ide malalui pengalaman indrawi. Jadi, karakter seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga dan sekitarnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter seseorang sangat tergantung dari lingkungan yang mendidiknya terutama orangtua. Dalam Sigalovada Sutta dijelaskan kewajiban orang tua terhadap anak adalah (1) mencegah anak berbuat jahat, (2) menganjurkan anak berbuat baik, (3) memberikan pendidikan yang sesuai kepada anak, (4) mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak, dan (6) menyerahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat. Dalam lingkungan keluarga, orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya. Semboyan Pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara berbunyi: “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani.” Hal ini berlaku bagi orangtua yang berperan sebagai pendidik awal untuk menanamkan karakter sejak dini pada anak. Orangtua harus mampu menjadi pemimpin, teladan dan figur, serta memberikan dorongan moral sehingga anaknya menjadi individu yang lebih baik.

Nilai-nilai universal dalam agama Buddha akan membetuk karakter yang positif bagi anak. Dalam The essensi of Buddha Abhidhamma, nilai-nilai tersebut antara lain: (1) keyakinan (saddhā), (2) cinta kasih (mettā), (3) malu berbuat jahat (hiri), (4) takut akan akibat berbuat jahat (ottapa), (5) keperdulian (sati), (6) ketenangan jiwa (Citta-passaddhi), (7) ucapan jujur (sammā-vācā), tindakan yang benar (sammā kammanta), belas kasihan (karuṇā), dan (8) bijaksana (paññā). Menanamkan karakter sejak dini pada anak sangat penting. Hal ini dapat dimulai dari hal sederhana seperti mengajak anak untuk melakukan kebajikan seperti berdana, puja bakti baik di rumah atau ke vihara, mengikuti Sekolah Minggu Buddha, fangshen, peduli dengan lingkungan sekitar, melatih anak terbiasa berbicara jujur dan lain sebagainya.

Dengan adanya penanaman karakter Buddhis sejak dini, maka dalam kehidupan sehari-hari dapat tercipta masyarakat Buddhis yang memiliki karakter baik. Dalam Dhammapada Yamaka Vagga syair 1 dan 2 dijelaskan bahwa: “Pikiran adalah pelopor, pikiran adalah pemimpin dan Pikirana adalah pembentuk” oleh karena itu untuk menciptkan kakater Buddhis yang baik dimulai dari pikiran yang baik. Pikiran baik akan mengondisikan ucapan baik, ucapan baik akan mengondisikan perbuatan baik. Dengan sering terus melakukan perbuatan baik dapat menumbuhkan kebiasaan atau karakter yang baik. Jadi, karakter yang baik berasal dari pikiran yang baik. Marilah menanamkan karakter baik sejak dini kepada anak, dengan memberikan pemahaman dan menanamkan pikiran yang baik serta positif dapat menciptakan generasi Buddhis yang berkarakter baik

Selamat Hari Anak Nasional !

Penulis: Dedy Darma (Penyuluh Agama Buddha Kemenag Kota Mataram, Provinsi NTB)


Fotografer: Istimewa

Buddha Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua