Nasional

Kunjungi Menag, Jurnalis USC, Diskusi Tentang Agama dan Keagamaan di Indonesia

Jakarta (Pinmas) --- Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (LHS), menerima kunjungan para Journalist dari University of Southern California (USC), Amerika Serikat, di Ruang Kerja Menag, Gedung Kemenag, Lapangan Banteng Barat, Jakarta, Jum’at (13/3) petang.

Dalam kesempatan tersebut, Menag yang didampingi Kapinmas, Rudi Subiyantoro, Kabid Humas, Rosidin dan Kabag TU Pimpinan, Khoirul Huda, berdiskusi panjang lebar dengan para journalist salah satu universitas terkemuka dari negara adi daya tersebut, utamanya tentang masyarakat, agama dan keagamaan di Indonesia. Para journalist dari USC tersebut adalah Nick Street, Diana Crandall, Anna Sterling, John Adams, Cristian Brown, Daina Solomer, Sashua Adams, Rikka Haikarainen dan Rebecca Gibian.

Menag dengan detail menceritakan perihal RUU PUB yang ditanyakan para jounalist. “RUU PUB ini, rencananya akan mengatur tentang pemberian jaminan perlindungan kepada umat beragama dalam menerima hak-haknya, yakni hak beragama dan menjalankan agamanya, utamanya agama di luar yang enam,” jelas Menag.

Disinggung tentang faham atheis, Menag menegaskan, bahwa Masyarakat Indonesia adalah yang religious. Menurutnya, Indonesia mempunyai Pancasila, sebagai dasar negara. Dalam sila pertama, dinyatakan bahwa Indonsia adalah masyarakat yang berketuhanan. Indonesia mempunyai peraturan (TAP MPR) yang melarang atheisme. “Jika memang atheis itu pilihan seseorang, mungkin kami tidak bisa melarang. Namun menyebarluaskan faham atheisme, itu yang dilarang, karena sekali lagi, kami adalah negara yang berketuhanan, meski bukan negara yang berdasar atas agama tertentu,” urai Menag.

Disinggung tentang ISIS, Menag menyatakan bahwa itu bukan Islam. Suatu faham, apa pun itu, lanjut Menag, ketika dia mengaku Islam, kemudian dengan mudah menyalahkan orang lain, mengkafirkan orang lain, sesungguhnya, itu bukan Islam. Meski demikian, kami tidak bisa melarang seseorang untuk bepergian, karena itu hak mereka. “Alhamdulilah, kami mempunyai NU dan Muhammadiyah, dua ormas Islam besar yang sangat moderat dan hidup di tengah-tengah masyarakat kami,” terangnya lagi.

Menag menambahkan bahwa cara untuk membentengi masyarakat dari faham radikal adalah dengan memberi pemahaman tentang Islam yang benar, yakni Islam yang moderat, toleran, menentang radikalisme dan lain sebagainya. “Jadi, silahkan meyakini, bahwa faham kita adalah baik dan terbaik. Meski demikian, kita harus tau bahwa kita hidup di tengah masyarakat yang plural dan heterogen, karenanya, dilarang untuk menghina, menjelek-jelekkan, atau bahkan mengkafirkan faham lain. Karena itu akan menimbulkan konflik,” tegas Menag.

Menag meyakini, salah satu sumber konflik adalah karena kita merasa berkewajiban untuk mencari dan mempunyai pengikut sebanyak mungkin. “Saya meyakini, dalam Islam, bukan banyak-banyakan pengikut yang diharuskan, namun, bagaimana menyebarluaskan nilai-nilai kebajikan, itu yang harus diperjuangkan. Semua kita, harus menghormati keyakinan orang lain,” tuturnya.

Menag menganalogikan tentang Istri tercinta Menag. “Sangat boleh, jika saya yakin dan berfikir, bahwa istri saya adalah wanita paling cantik. Meski demikian, saya tidak boleh bilang, bahwa istri anda atau istri orang lain, itu jelek. Karena pasti akan menimbulkan konflik,” tambahnya.

Ditanya tentang peranan perempuan dalam Islam, Menag mengatakan bahwa pada prinsipnya, dalam Islam, posisi antara perempuan dan laki-laki itu sejajar (equel). Menag juga menegaskan, bahwa sebagai agama mayoritas, adalah kewajiban Islam untuk melindungi pemeluk agama lain. “Di Indonesia, sudah menjadi kewajiban bagi mayoritas (muslim) untuk melindungi minoritas, bukan sebaliknya. Dan hal ini sedang diupayakan Pemerintah dan Umat Islam di Indonesia, salah satunya melalui RUU PUB tersebut,” jelasnya. (g-penk/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua