Hikmah

Ragam Modal Hidup

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)

Saya tertarik dengan postingan seorang teman di kampus, yang menginventarisir ragam modal hidup yang membuat seseorang menjadi terberdaya. Kita menyebutnya modal sosial. Mari mengecek yang mana di antara modal hidup ini yang kita miliki, atau siapa di antara kita yang memiliki hampir semua modal tersebut.

Saya memulai dengan modal harta. Orang yang memiliki modal harta sangat mudah diidentifikasi. Bisa dikira dari harta bergerak dan tidak bergerak yang dimilikinya. Pada sisi tampilan juga bisa terbaca, dari aksesoris yang melekat ditubuhnya; arloji, cincin, pakaian, ikat pinggang atau sepatu.

Orang dengan modal harta paling bisa dilihat dari simbol kekayaan yang lebih nyata yang dimilikinya; rumah mewah, mobil mahal, atau usaha besar. Namun, gambaran di atas disebut sebagai cara umum untuk mengecek orang yang bermodal harta. Karena ada juga beberapa kasus orang yang berharta tapi penampilannya biasa-biasa, rumahnya sederhana, atau mobilnya merek biasa. Modal hartanya tersimpan berupa barang berharga, atau jaringan usaha yang tidak mencolok.

Ada juga orang berharta tetapi penampilannya seperti orang tidak berpunya. Mungkin itu yang disebut money can't buy class (uang tidak dapat membeli kelas). Berkelas atau tidaknya seseorang bukan dari jumlah hartanya tapi dari cita rasanya.

Namun secara umum, orang dengan modal harta memiliki kesempatan untuk berbuat lebih banyak dalam hidup. Mampu membeli yang tidak bisa dibeli orang miskin. Bukan hanya mampu membeli materi, tetapi juga non-materi. Seseorang yang berharta mampu membeli ide, pikiran, atau gagasan. Misalnya karena yang berharta itu tidak cukup memiliki pengetahuan tentang manajemen, ia bisa menyewa manajer handal, untuk membeli ide dan kemampuan manajerialnya.

Orang berharta juga memiliki pengaruh untuk mengkonsolidasi atau mempengaruhi orang. Dia bisa "mencuci" otak seseorang dengan kekuatan hartnya. Orang berhartalah yang akan masuk sebagai bagian utama dalam pengelompokan masyarakat yang disebut sebagai "kelas menengah".

Orang berharta juga mampu mengakses pendidikan dengan baik, karena tidak perlu menunggu beasiswa untuk menyekolahkan anaknya di perguruan bergengsi. Itulah, motivator bilang, kita perlu berjuang supaya menjadi kaya secara harta. Kalau lahir dalam keadaan miskin bukan kesalahan, tapi mati dalam keadaan miskin, seratus persen kesalahan diri sendiri.

Tapi hati-hati bagi yang berharta atau suatu saat bila berharta. Banyak peristiiwa kejatuhan karena penyebabnya adalah harta. Banyak kasus kekompakan hidup terkoyak karena harta, khususnya harta warisan.

Sebelum menutup, Saya kembali ingatkan sebuah survei yang disebut survei 70 persen. Salah satu hasil surveinya: Dari semua harta yang dimiliki manusia, 70 persen akan diperebutkan oleh ahli waris. Karenanya bagilah itu harta secara baik, adil, dan merata. Kalau perlu sekarang juga, dan jangan lupa bagian penulis.

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Hikmah Lainnya Lihat Semua

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Koordinat
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Nol
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Kumpul
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Temu
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Jenuh

Artikel Lainnya Lihat Semua