Hikmah

Puasa dan Ketakwaan Ekologis

Ahmad Zayadi (Direktur Penerangan Agama Islam)

Ahmad Zayadi (Direktur Penerangan Agama Islam)

Islam mengenal tiga relasi manusia. Pertama, relasi manusia dengan Allah (hablun minallah). Kedua, hubungan sesama manusia (hablun minannas). Ketiga, hubungan dengan alam (hablun minal alam).

Selama ini kajian atau ceramah keagamaan masih didominasi oleh materi tentang relasi dengan Allah dan dengan manusia. Para jamaah senantiasa juga diingatkan untuk bertakwa kepada Allah, melaksanakan ibadah, dan berbuat baik kepada sesama manusia, dan lain sebagainya.

Sementara relasi ketiga yang berkenaan dengan topik alam dan lingkungan kurang mendapatkan perhatian. Padahal tiga relasi itu saling terkait dan berhubungan. Misalnya, menjaga dan merawat alam merupakan perintah Allah dan manusia akan mendapatkan banyak manfaat dari alam yang lestari.

Ayat-Ayat Kelestarian Alam

Ada banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menjaga alam dan bukan merusaknya. Di antaranya QS. Al-A’raf ayat 56: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah Allah mengaturnya dengan baik...”

Dalam banyak tafsir disebutkan bahwa Allah telah mengatur bumi ini sedemikian rupa dengan cara yang rapi. Meletakkan gunung di titik A, menempatkan lempengan tertentu di lapisan tertentu, menaruh batu bara, minyak, nikel, dan tambang lainnya di lapisan sedimentasi tanah tertentu, dan lain sebagainya. Pengerukan tambang dan sumber daya alam secara ugal-ugalan tentu akan merusak alam dan bertentangan dengan QS. Al-A’raf ayat 56 tersebut.

Dalam ayat lain, QS. Al-Qashash ayat 77, disebutkan bahwa “... dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (mufsidin).” Oposisi kata ‘muhsinin’ adalah ‘mufsidin’. Muhsinin bisa dimaknai dengan orang yang berbuat kebaikan, rendah hati, hidup secukupnya, dan tidak berbuat kerusakan.

Malay Mail melaporkan, pada 2020 terjadi peningkatan sampah sisa makanan di negara-negara Muslim selama Bulan Ramadan hingga mencapai 10-15%, dan bahkan angkanya lebih tinggi di beberapa tempat tertentu. Di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, pada 2023 sampah sisa makanan dan sampah kemasan mengalami peningkatan hingga 20% selama Bulan Ramadan.

Adapun rincian sampah yang ada di Indonesia adalah; sisa makanan (41,2%), sampah plastik (18,2%), dan sampah rumah tangga (39,2%). Problem sampah harus menjadi perhatian bersama. Sampah harus dikelola dengan baik agar tidak mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan memicu peningkatan emisi karbon. Pada tahap ini, hidup secukupnya seharusnya menjadi semangat yang dipegang teguh umat Islam kapan pun, terutama selama bulan puasa Ramadan.

Takwa Ekologis

​​​​​​​Bulan Ramadan seharusnya menjadi momentum bagi umat Islam untuk merefleksikan kembali makna terdalam dari puasa. Pada dasarnya puasa bermakna menahan (imsak): menahan dari makan, minum, dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, baik secara fisik maupun fikih, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Lebih dari itu, puasa juga seharusnya dimaknai dengan menahan diri dari mengonsumsi makanan, minuman, dan pakaian secara berlebihan; dan merusak dan menghancurkan alam.

Tujuan akhir dari ibadah puasa adalah agar kita menjadi pribadi yang bertakwa (la’allakum tattaqun). Secara bahasa, arti takwa adalah ‘memelihara’ dan ‘menghindari.’ Para ulama mendefinisikan takwa dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Menjaga lingkungan dan menghindari kerusakan alam termasuk perintah Allah. Ketika kita merawat dan tidak merusak alam, berarti kita sedang menjalankan perintah Allah dan sekaligus menjauhi larangan-Nya. Jadi, takwa yang demikian ini termasuk dalam kategori ketakwaan ekologis (التقوى البيئية).

Allah disebut dengan Tuhan semesta alam (Rabbul ‘alamin). Allah menciptakan, memelihara, mengatur, memberi rezeki, dan sebagainya kepada semua makhluk-Nya di alam ini. Jangan sampai kita merusak alam yang Allah saja memeliharanya.

Kita bisa ikut serta menjaga dan melestarikan alam dengan cara-cara sederhana yang bisa kita lakukan seperti tidak memakai barang-barang sekali pakai, mengurangi konsumsi plastik dan styrofoam, dan sedikit mengonsumsi atau mengonsumsi secukupnya—makanan, minuman, dan pakaian.

Renungan Alam

​​​​​​​Mengenai hal ini, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang dapat kita renungi bersama. Pertama, puasa tidak hanya tentang menahan diri dari kebutuhan pribadi seperti makanan dan minuman, tetapi juga menahan diri dari perilaku yang dapat merusak lingkungan. Ini menunjukkan bahwa puasa bukan hanya tentang ibadah ritualistik-spiritual semata, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Kedua, puasa Ramadan juga membangun empati dan kepedulian terhadap orang-orang yang kurang beruntung. Ini bisa mengarah pada kesadaran yang lebih besar akan dampak perubahan iklim dan masalah lingkungan yang paling mempengaruhi orang-orang yang rentan. Dengan memperluas empati ini, individu dapat lebih termotivasi untuk bertindak dalam menjaga lingkungan.

Ketiga, menjaga keharmonisan alam nilai-nilai seperti kesederhanaan, sabar, dan rasa syukur selama puasa. Dengan mempraktikkan nilai-nilai ini, individu dapat mengembangkan hubungan yang lebih harmonis dengan alam sekitar, menghargai keanekaragaman hayati, dan memperlakukan lingkungan dengan penuh rasa hormat. Hal ini sekaligus untuk menekan faktor-faktor terjadinya bencana alam.

Jadi, ketakwaan ekologis (التقوى البيئية) merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan selama bulan Ramadan. Puasa tidak hanya tentang menahan diri dari kebutuhan pribadi, tetapi juga tentang tanggung jawab terhadap lingkungan.

Dengan memahami hubungan antara agama dan kelestarian alam, kita sebagai umat Islam pada khususnya dihimbau untuk menjalankan puasa dengan penuh kesadaran akan dampaknya terhadap lingkungan. Dengan demikian, setiap tindakan yang diambil selama bulan suci ini haruslah mencerminkan rasa takwa yang menyeluruh, baik terhadap Allah maupun terhadap ciptaan-Nya, termasuk alam semesta yang indah ini.

Ahmad Zayadi (Direktur Penerangan Agama Islam)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Hikmah Lainnya Lihat Semua

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Koordinat
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Nol
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Kumpul
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Temu
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Jenuh

Artikel Lainnya Lihat Semua