Katolik

Cinta akan Rumah Tuhan (Yoh 2:13-25)

Ilustrasi

Ilustrasi

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Sebagai manusia kita harus memiliki dasar yang kokoh dan kuat dalam menjalani kehidupan ini. Begitupun dalam bersikap, harus memiliki landasan, yang membuat kita tidak mudah goyah di tengah badai dan prahara hidup ini. Sikap hati dan tubuh kita pasti akan menyesuaikan tempat di mana kita berada. Itulah gambaran singkat orang-orang yang memiliki landasan yang kuat dalam hidup.

Penginjil Yohanes menceritakan bagaimana Yesus menyucikan Bait Allah dari kebiasaan jual beli yang dipraktikkan orang-orang Yahudi pada masa itu. Dikisahkan menjelang hari raya Paskah orang Yahudi, Yesus berangkat ke Yerusalem dan memasuki Bait Allah, dan didapati-Nya orang-orang yang menyalahgunakan keberadaan serta kesucian Bait Allah.

Yesus marah dan mengamuk. Ia mengusir para pedagang hewan kurban dan penukar uang. Kemarahan Yesus terjadi karena Dia sangat mencintai Bait Allah. Bait Allah yang seharusnya menjadi tempat kehadiran dan kediaman Allah di tengah-tengah umat-Nya telah dicemari oleh tindakan para pedagang dan penukar uang yang bekerja sama dengan para petugas Bait Allah. Mereka telah mencemari Bait Allah dengan tindakan pemerasan, ketidakadilan, korupsi, serta penindasan yang terstruktur.

Bait Allah yang seharusnya menjadi tempat orang bertemu dengan Allah, mencari kehendak Allah, malah dijadikan lahan subur untuk melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan kehendak Allah. Yang lebih parah lagi semua perbuatan itu dibungkus dengan bingkai rohani demi memanipulasi fakta yang sebenarnya yakni ada yang mencari keuntungan dengan mengorbankan orang lain; hal itu sangat bertentangan dengan opsi atau pilihan-Nya. Misi Yesus di dunia ini mewartakan kabar baik tentang Kerajaan Allah di tengah dunia.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Narasi di atas memberikan pemahaman yang sempurna bagi kita dalam memahami keberadaan Bait Allah. Namun ada perbedaan yang tampak pada letak penyucian Bait Allah di dalam cerita Yesus. Bagi Yohanes, peristiwa ini berfungsi sebagai tindakan; Pertama, Yesus di depan publik. Narasi ini di temukan di sini karena Yohanes meyakininya sebagai paradigma atau contoh dari seluruh kehidupan dan pelayanan Yesus.

Kedua, pentingnya bagi Yohanes adalah percakapan yang menyertai tindakan yang mengusir para pedagang dari Bait Allah. Percakapan yang terjadi (bdk. Yoh 2:18-25), jelas terpusat pada pertanyaan, “siapakah Yesus, dalam pandangan-Nya sendiri sehingga Dia menganggap diri-Nya sendiri harus memperbaiki rangkaian aktivitas yang biasa di lakukan oleh pejabat Bait Allah?” Inilah posisi yang tepat dan diinginkan Yohanes agar keberadaan Yesus semakin dipahami oleh semua orang, termasuk para pemimpin agama saat itu.

Para pemimpin agama meminta Yesus untuk memberikan sebuah “tanda”, bahwa Dia memiliki kewibawaan untuk bertindak mengusir mereka dari Bait Allah. Tanda yang diberikan Yesus kurang dipahami oleh mereka. “Dia berkata bahwa Dia dapat membangun kembali Bait Allah dalam waktu tiga hari setelah diruntuhkan. Kenyataannya Dia sedang berbicara tentang diri-Nya sendiri.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Inti persoalan di sini ialah pandangan yang hidup dalam masyarakat Yahudi masa itu yang melihat Bait Allah sebagai lambang kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Bait Allah adalah tempat kediaman Allah. Pandangan dan ajaran inilah yang membuat para murid Yesus menyadari dan mengerti tindakan Yesus.

Yohanes mencatat: ”Cinta untuk rumah-Mu, menghanguskan Aku”. Dan kenangan akan hal itu membuat para murid-Nya mengenal Dia, dan sesudah kebangkitan-Nya mereka percaya kepada-Nya.

Rumah Tuhan yang dimaksudkan Yesus menunjuk pada tubuh-Nya (Diri-Nya sendiri). Rumah Tuhan merupakan tanda kehadiran nyata Allah di tengah dunia, karena itu cinta akan rumah Tuhan yang membara di hati Yesus, adalah cinta dan penerimaan yang nyata kepada sesama manusia terutama mereka yang kecil, sederhana, lemah, dan tersisihkan.

Kita adalah Bait Allah (1Kor.3:16-17). Peristiwa penyucian Bait Allah itu merupakan suatu undangan bagi kita untuk menjaga kesucian diri dengan cara menjauhi diri dari dosa. Peristiwa itu juga suatu undangan untuk berani menyuarakan kebenaran dan keadilan di tengah-tengah masyarakat kita yang masih dipenuhi ketidakadilan ini.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Yesus menawarkan diri-Nya. Pada Dia ada keselamatan kekal, yang tidak akan musnah dimakan zaman atau keadaan. Dahulu orang Israel menyangka bahwa dengan menguasai Bait Allah, mereka akan selamat. Maka banyak orang menyalahgunakan Bait Allah demi materi, kedudukan, dan jabatan.

Yesus mengingatkan, bahwa Bait Allah bukan jaminan keselamatan, diri-Nyalah dasar dan jaminan keselamatan yang hakiki. Pertanyaan buat kita semua; Yesus yang mana yang kita jadikan dasar kehidupan kita? Yesus yang hadir dalam diri sesama. Yesus yang menyapa kita melalui situasi orang-orang yang kita jumpai. Jika kita ramah terhadap sesama, kita pun ramah terhadap Tuhan. Kalau kita curiga terhadap seseorang kita pun mencurigai Tuhan.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Dalam masa Prapaskah ini; marilah kita memperbaiki dasar hidup kita dengan bersikap peka dan peduli terhadap keprihatinan sosial. Peka atau peduli bukan hanya tersentuh oleh penderitaan Tuhan, melainkan terdorong untuk berbuat sesuatu bagi sesama.

Kita hidup dalam masyarakat, kita bergaul dengan masyarakat, kita disentuh oleh keprihatinan masyarakat. Apakah hati kita tergerak untuk membantu? Apakah kita tergerak untuk memberi perhatian kepada mereka? Inilah yang diingatkan Gereja kepada kita saat ini. Apakah kita mau mendasarkan hidup kita atas diri Yesus yang hadir dalam sesama kita?

Dewasa ini banyak sikap hati yang tidak benar dalam rumah ibadat dan membutuhkan pertobatan. Apakah kita masih menunggu Yesus yang menjungkirbalikkan sikap hati dan perilaku kita? Marilah kita perbaiki sikap hidup kita terlebih saat kita berada di gereja, yaitu tempat untuk berjumpa dengan Allah dan sesama, tempat untuk mengolah diri kita semakin dekat dengan-Nya.

Yesus yang kita jadikan panutan, tidak tinggal terkurung dalam gereja namun ia hadir dalam diri sesama. Marilah kita mohon kepekaan hati agar mampu mendengarkan dan menjawab sapaan Yesus dengan berkat Allah Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin.

Maria Reinilda Tewu (Analis SDM Aparatur Ahli Madya/Koordinator pada Bagian Organisasi, Kepegawaian, dan Hukum Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama)


Fotografer: Istimewa

Katolik Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua