Hikmah

Enam Etika Silaturrahim

Rosihon Anwar, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Rosihon Anwar, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Silaturrahim adalah salah satu ajaran pokok Islam. Sebab, makna Islam sebagai agama kasih sayang (rahmatan lil-alamin)—salah satunya—diwujudkan dengan bersilaturrahim. Oleh karena itu, banyak sekali perintah tentangnya, baik dalam Al-Qur’an, Hadis, maupun nasehat-nasehat ulama.

Allah swt. berfirman, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.143) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (An-Nisā' [4]:1)

Dari Jubair bin Muth’im, Nabi Saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan persaudaraan.” (Muttafaq ‘Alaih). Nabi saw bersabda, “Barangsiapa senang diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya (diberkahi), maka hendaklah ia bersilaturrahim.” (Muttafaq ‘Alaih)

Karena sillaturrahim merupakan ajaran pokok, Islam telah menetapkan etika tertentu tentangnya. Pertama, dahulukan mengunjungi kerabat dekat, terutama orang tua, dan senantiasa menggembirakan hati mereka. Allah swt. berfirman, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya.” (Q.S. al-Isra’ [17]:26.

Kedua, memberikan sesuatu sekedar oleh-oleh. Dengan cara ini, seseorang tidak saja mendapat pahala bersilaturrahim, tetapi juga pahala sedekah dan membahagiakan orang lain. Nabi bersabda, “Kebaikan yang paling Allah senangi setelah ibadah fardhu adalah memberikan kebahagiaan kepada saudara semuslim.” (H.R. ath-Thabrani).

Ketiga, memberi nasehat/peringatan bagi yang membutuhkannya dan jalan keluar bagi yang sedang menemui kesulitan. Allah swt. berfirman, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S. asy-Syu`ara’ [26]:214. Abu Hurairah menjelaskan bahwa ketika ayat ini turun, Nabi mengumpulkan kerabatnya dan menasehatinya.

Keempat, bersedekah kepada mereka yang miskin. Allah swt. berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.” (Q.S. Ali `Imran [3]:92).

Kelima, tidak membalas keburukan dan tidak mengharap silaturrahim balasan. Allah swt. berfirman, “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan.” (Q.S. al-Radd [13]:21). Nabi bersabda, “Yang disebut penghubung kekerabatan (orang yang bersilaturrahmi dengan sempurna), bukanlah yang membalas hubungan kekerabatan. Yang benar adalah menghubungkan kembali tali kekerabatan yang terputus.” (H.R. Bukhari)

Keenam, menundukkan pandangan, menjauhi khalwat (menyepi berduaan), dan menjaga lisan. Allah swt. berfirman: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dmikian itu lebih suci bagi mereka.” (Q.S. an-Nur [24]:30). Nabi bersabda, “Janganlah seseorang berkhalwat dengan wanita lain atau bepergiaan berduannya denganya kecuali disertai dengan muhrimnya.” (H.R. Bukhari). Wallahu A`lam.

Rosihon Anwar, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Hikmah Lainnya Lihat Semua

Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Koordinat
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Nol
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Kumpul
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Temu
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin)
Titik Jenuh

Artikel Lainnya Lihat Semua