Buddha

Menyingkirkan Kebodohan

Ilustrator: Mega Halimah

Ilustrator: Mega Halimah

Tato malā malataraṁ, Avijjā paramaṁ malaṁ. Etaṁ malaṁ pahatvāna, Nimmalā hotha bhikkhavo. Para Bhikkhu, terdapatlah hal yang paling buruk dari semua noda, yaitu kebodohan (avijjā). Seseorang dapat terbebas dari semua noda bilamana telah menyingkirkan kebodohan ini.(Dhammapada, Syair 243)

Orang bodoh sangat mudah dikenali terutama karena perilakunya yang cenderung kasar dan mudah marah. Mereka selalu merasa paling benar sendiri dan sulit menerima perbedaan. Sangat terikat pada sesuatu hal, namun mudah percaya pada informasi yang belum tentu kebenarannya (hoax). Tidak dapat membedakan baik dan buruk. Banyak omong kosong tanpa makna, dan senang membahas hal-hal yang tidak bermanfaat.

Kebodohan disebabkan karena orang kurang berpendidikan. Dengan kata lain, disebut tidak berpengetahuan atau a-vijja, sehingga pemikirannya kurang bijaksana.

Sejak awal Buddha membabarkan Dharma (ajaran agama Buddha) bersama para Bhikkhu siswa-siswa beliau, hal yang sangat menjadi perhatian adalah melenyapkan kebodohan/ketidaktahuan. Hal ini cukup beralasan karena pada masa itu, banyak aliran-aliran kepercayaan yang dibawa para pencari pencerahan (pertapa dan brahmana), selalu menyatakan bahwa ajaran mereka-lah yang paling benar, dan yang lain salah atau sesat. Bahkan tanpa alasan mereka menyuruh untuk meninggalkan bahkan tidak menghormati guru-guru terdahulu mereka yang katanya sesat itu.

Dalam membabarkan ajarannya, Buddha mereformasi pemikiran tersebut dengan menyatakan bahwa janganlah percaya kepada sesuatu hal hanya karena itu disampaikan secara menarik, tertulis di buku-buku suci, atau karena sudah menjadi tradisi turun-temurun. Namun pelajarilah dengan seksama apakah apa yang kamu pelajari itu memberikan manfaat bagimu dan masyarakat luas, atau tidak. Jika bermanfaat, lakukan dan ikutilah. Namun jika tidak bermanfaat, tinggalkanlah (Kalama Sutta). Selain itu Buddha juga mengajarkan untuk senantiasa tetap menghormati guru-guru terdahulu, dan tidak melupakannya.

Di era modern sekarang ini, di mana informasi dapat diakses dengan sangat cepat dan sangat baik, ternyata fenomena kebodohan masa lalu itu masih ada. Kita masih saja menjumpai orang-orang yang merasa paling benar sendiri dengan apa yang diyakininya. Kita masih menjumpai kejadian-kejadian tidak lazim (konyol dalam istilah gaulnya) yang disebabkan kurangnya pengetahuan segelintir atau sekelompok orang.

Salah satu contoh kejadian adalah video cemoohan seseorang terhadap orang yang memakai masker di sebuah pusat perbelanjaan. Hal ini telah menuai banyak kecaman dan sangat disayangkan, karena justru masker sangat dianjurkan untuk selalu dipakai di saat pandemi seperti saat ini karena efektif mencegah penyebaran dan penularan virus khususnya saat berada di tempat umum.

Program vaksinasi yang baru saja dimulai oleh pemerintah akan menjadi sia-sia dan tidak bermanfaat manakala kerumunan semakin massif dilakukan oleh masyarakat. Karena itulah maka pemerintah mengambil kebijakan pembatasan-pembatasan kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan.

Benar bahwa kita telah memasuki tahun kedua untuk lebih banyak melakukan aktivitas dari rumah. Pertemuan-pertemuan bersama termasuk dengan saudara dan keluarga jauh juga terbatas. Bahkah tradisi saling berkunjung kepada sahabat dan keluarga di hari besar keagamaan juga menjadi tidak terlaksana. Hampir semua kegiatan pertemuan dilakukan secara dalam jaringan (virtual).

Kesemuanya itu memerlukan pemahaman dan pengertian dengan pikiran yang jernih, sehingga tidak timbul gejolak dalam batin. Pengetahuan terhadap bahaya dan dampak pandemi covid-19 bagi diri sendiri, orang lain ataupun keluarga sangat penting untuk dimiliki. Dengan demikian kondisi yang ada tidak menimbulkan pro dan kontra yang pada akhirnya menyebabkan kemarahan bagi mereka yang sangat terikat dengan kebiasaan-kebiasaan lama.

Bagi mereka yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan, tentu akan menerima keadaan ini dengan pikiran jernih. Mereka menyadari akan bahaya yang lebih besar yang dapat mengancam jiwanya, keluarga, maupun orang lain, atas kesenangan sesaat yang diperoleh dari ketidakpatuhannya.

Mari kita bersihkan pikiran dan batin kita agar terbebas dari rasa paling benar sendiri sehingga dapat memiliki pengertian yang benar. Bebaskan diri kita dari noda kebodohohan untuk menemukan kebijaksanaan.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Caliadi (Dirjen Bimas Buddha)

Buddha Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua