Opini

Boikot sebagai Jihad yang Sah

M. Ishom El Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang)

M. Ishom El Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang)

Boikot ekonomi sebagai perlawanan terhadap negara yang menindas, sekaligus memperjuangkan masyarakat yang tertindas agar mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan adalah jihad yang sah bagi kaum muslimin. Misalnya, boikot terhadap barang dan jasa produk Israel supaya negara itu memberhentikan agresi dan menarik diri dari Gaza sesudah lebih 10.000 korban meninggal dunia dari pihak rakyat Palestina.

Boikot dalam pengertian umum berarti menghentikan pertukaran barang dan jasa, seluruhnya atau sebagian, dengan pihak yang diboikot. Caranya disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan pihak yang menyerukan boikot, mulai dari boikot transaksi ekonomi dan jasa dalam segala bentuknya sampai dengan pemogokan secara masal. Boikot bertujuan memberi tekanan dan pengaruh secara ekonomi dan politik supaya negara yang diboikot tunduk kepada hukum internasional.

Boikot paling berhasil dalam sejarah ialah pemogokan tahun 1936 yang dilakukan oleh rakyat Palestina dan kaum revolusioner terhadap orang-orang Yahudi dan pendudukan Inggris. Pemogokan selama enam bulan ini tercatat rekor terlama dalam sejarah modern. Boikot terhadap Israel juga berlanjut dilakukan rakyat Palestina pada tahun 1987 dan tahun 2000-an. Boikot adalah jalan jihad terbaik yang pernah dilakukan rakyat Palestina terhadap pendudukan bangsa Israel.

Di samping itu juga jangan dilupakan pengalaman berani India, yaitu boikot yang dilakukan oleh rakyat India di bawah kepemimpinan Mahatma Gandhi melawan penjajah Inggris di “benua India”. Begitupun boikot dilakukan sebagai perjuangan rakyat Vietnam melawan penjajah Amerika dan Perancis sampai mereka memperoleh kebebasan dan kemerdekaan.

Boikot dapat memberikan dampak luar biasa bagi negara yang diboikot. Seperti pernah dialami perusahaan Amerika di wilayah Arab pada tahun 2002. Akibat kampanye boikot yang populer pada tahun itu saja mereka merugi sekitar $250 juta. Kerugian ini pun berimbas penurunan volume penjualan sebesar 10% pada peralatan listrik dan elektronik Amerika, dan 50% pada restoran cepat saji dan beberapa jenis kosmetik.

Perusahaan-perusahaan Amerika –terutama perusahaan kecil dan menengah, juga merasakan bahaya penyebaran kampanye boikot ke pasar-pasar Islam yang besar seperti Pakistan dan Indonesia. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan Amerika untuk memiliki pengetahuan mendalam tentang perilaku konsumen di negara negara yang mayoritas Muslim.

Langkah yang mereka ambil ialah mengorganisir kampanye media periklanan yang terfokus untuk mengurangi jumlah kerugian akibat boikot tersebut. Diantaranya seperti yang dilakukan agen lokal untuk restoran cepat saji dengan menerbitkan iklan di surat kabar lokal di berbagai negara Arab. Isi pesannya yaitu menyangkal rumor bahwa beberapa perusahaan Amerika menyumbangkan pendapatan sepanjang hari ke Israel.

Dalam konteks kampanye boikot yang dilatarbelakangi invasi militer Israel ke Gaza Palestina sekarang ini maka kerugian serupa sangat mungkin terjadi pada pihak negara yang diboikot. Apalagi hingga akhir pekan ini sudah hampir 30 negara di dunia menyerukan boikot terhadap produk Israel dan negara yang membantu Israel.

Kampanye boikot sangat strategis sebagai cara menekan untuk menyudahi konflik Israel-Palestina. Cara ini merupakan pendekatan "siyasah kharijiyah" dari masyarakat Islam di dunia untuk membela dan memperjuangkan nasib saudaranya. Semoga dengan jihad yang sah ini, negeri Palestina dapat segera memperoleh kemerdekaannya.

M. Ishom El Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua