Opini

Zarkowi Soejoeti: Pejuang Umat Di Jalur Birokrasi

Satu lagi tokoh pejuang muslim yang memiliki reputasi di jalur birokrasi dan pendidikan Islam di Tanah Air, berpulang ke hadirat Ilahi. Zarkowi Soejoeti, wafat, Senin 15 Maret 2021, di Yogyakarta pada usia 87 tahun. Jenazahnya dimakamkan Senin sore setelah disemayamkan di rumah dinas Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti yang merupakan putra almarhum.

Zarkowi Soejoeti lahir di Bantul, Yogyakarta, 5 April 1934. Almarhum menempuh pendidikan dari HIS/Sekolah Rakyat, SMP, Sekolah Guru Hakim Agama (SGHA/SMA B), dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN/IAIN) Yogyakarta, tamat tahun 1960. Selain itu, almarhum juga pernah ikut sejumlah pendidikan tambahan Antropologi Sosial pada ITH-Vrije Universiteit Amsterdam Belanda (6 bulan), Methods Management ITC Australia dan Strategic Management and Planning ITD, USA, selama 3 bulan, Basic Infantri di Jakarta (3 bulan), SESPA LAN di Jakarta (3 bulan), dan Lemhannas KRA XIII (9 bulan).

Perjalanan karir di lingkungan Kementerian Agama (dahulu Departemen Agama) dimulainya dari dosen IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan IAIN Serang Banten. Pernah mengajar di Madrasah Tsanawiyah Bantul (1953-1954), Guru/Kepala Sekolah PGAP Bantul (1954 1959), dan Guru Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta (1959 1963).

Peran dalam Beberapa Peristiwa Penting
Sejak 1971, Zarkowi dipromosikan menjadi pejabat Departemen Agama dalam berbagai posisi dan jabatan yang diembannya. Ia pernah menjabat Kepala Biro Organisasi dan Metode Sekretariat Jenderal (1971 -1975), Sekretaris Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) Departemen Agama (1975 - 1976), Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (1976 - 1978), Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Wali Songo (1979 - 1988), Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (1988 - 1993), Sekretaris Jenderal Departemen Agama (1993 - 1995), dan Widyaiswara Utama Departemen Agama (1995 1997).

Setelah dilantik sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (Binbaga Islam, kini Dirjen Pendis), Zarkowi mengawal tindaklanjut Kerjasama Departemen Agama dan Mahkamah Agung yang telah menyusun Proyek Kompilasi Hukum Islam yang meliputi Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan dan Hukum Perwakafan.

Dirjen Binbaga Islam di bawah pimpinan Zarkowi memprakarsai Lokakarya Kompilasi Hukum Islam Melalui Jurisprudensi. Lalu, dipersiapkan penyusunan Instruksi Presiden agar Kompilasi Hukum Islam dapat dijadikan pedoman bagi para hakim Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 memerintahkan kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam, sebagaimana telah diterima baik oleh para Alim Ulama Indonesia dalam Lokakarya di Jakarta pada tanggal 2 5 Februari 1988, untuk digunakan oleh Instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya.

Semasa Zarkowi menjabat Dirjen Binbaga Islam, dimulai proses penyusunan RUU Peradilan Agama. Zarkowi mencatat, hari Sabtu 28 Januari 1989, Menteri Agama Munawir Sjadzali didampingi oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh SH, menyampaikan penjelasan Pemerintah tentang RUU Peradilan Agama di depan Sidang Paripurna DPR-RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Dr. H.J. Naro.

Pembahasan RUU Peradilan Agama di DPR-RI berlangsung cukup alot. Soalnya ada fraksi di DPR yang tidak mendukung dan juga suara-suara di masyarakat yang menentang. Pimpinan Departemen Agama tidak goyah menghadapi pro dan kontra RUU Peradilan Agama karena punya landasan filosofis, historis dan yuridis konstitusional yang kuat. RUU Peradilan Agama disahkan menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna DPR-RI tahun 1989.

Sekitar Juni 1988 muncul pro dan kontra RUU Pendidikan Nasional yang menyita perhatian umat. RUU Pendidikan Nasional menuai reaksi keras dari masyarakat, terutama umat Islam. RUU Pendidikan Nasional dinilai bersifat Sekuler karena tidak mencantumkan frasa “Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai tujuan Pendidikan Nasional. Zarkowi sebagai Dirjen di Departemen Agama yang mengurusi pendidikan agama dan perguruan agama berperan menjembatani aspirasi umat dengan leading sector pembentukan regulasi Sistem Pendidikan Nasional dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kontroversi RUU Pendidikan Nasional ditengahi oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Soepardjo Roestam. Menko Kesra dalam satu pidatonya yang naskahnya disiapkan oleh Zarkowi dan Marwan Saridjo menegaskan bahwa pendidikan agama dan pendidikan keagamaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam Sistem Pendidikan Nasional.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Fuad Hassan menunjuk Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar (Kepala Badan Litbang Departemen P dan K) sebagai Liaison Officer (LO) guna mencari titik temu dan penyelesaian kemelut RUU Pendidikan Nasional. Menteri Agama Munawir Sjadzali menunjuk Zarkowi Soejoeti (Dirjen Binbaga Islam) sebagai LO atau penghubung lembaga. Pembahasan RUU Pendidikan Nasional dapat dirampungkan oleh DPR bersama Pemerintah dan isi RUU diterima oleh semua kalangan, terutama kalangan umat Islam dan ormas-ormas Islam.

Zarkowi pensiun sebagai pegawai negeri sipil mulai 1 September 1997 dalam pangkat/golongan tertinggi yaitu Pembina Utama IV/e. Salah satu prinsip Zarkowi dalam mengemban tugas apa pun sepanjang pengabdiannya sebagai aparatur sipil negara dikemukakan dalam biografinya, "Dalam setiap jabatan yang diberikan kepada saya, dapat saya jalankan dengan sebaik-baiknya bahkan yang terbaik sesuai kemampuan saya," tuturnya.

Di luar dugaannya Menteri Agama Tarmizi Taher mengusukan nama Zarkowi Soejoeti kepada Presiden Soeharto, untuk mengisi jabatan Duta Besar RI. Ia diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Untuk Kerajaan Arab Saudi merangkap Kesultanan Oman, berkedudukan di Riyadh (1997 1999). Selanjutnya Zarkowi menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Untuk Republik Arab Suriah merangkap Republik Cyprus, berkedudukan di Damaskus (1999 2002).

Zarkowi merupakan lulusan IAIN yang pertama menjadi Duta Besar. Kemampuan diplomasi Zarkowi sebagai alumni IAIN yang menjabat Duta Besar diuji ketika harus menangani persoalan TKI/TKW bermasalah di Arab Saudi. Zarkowi berkoordinasi dengan Departemen Tenaga Kerja yang menterinya waktu itu Abdul Latief. Sewaktu Zarkowi melapor kepada Menteri Sekretaris Negara Moerdiono yang menyertai perjalanan Ibadah Umrah Presiden Soeharto dan keluarga tahun 1997 bahwa sebanyak 18.027 orang TKI/TKW bermasalah telah selesai dipulangkan semuanya, Moerdiono kaget. Kenapa bedanya terlalu banyak dari data yang dilaporkan Depnaker kepada Presiden, yaitu jumlahnya 25.000 orang. Setelah ditelusuri, dari mana angka 25.000 itu, rupanya angka politis. "Memang orang itu suka aneh-aneh," tulis Zarkowi.

Zarkowi mengungkapkan dalam bukunya, Begitulah nasib KBRI yang ketika ada tenaga kerja datang, tidak pernah diberi tahu, sedang kalau ada masalah harus menyelesaikan tanpa tersedianya dana yang diperlukan. Keadaan ini, harus diperbaiki.

Peran dan kontribusi Zarkowi dalam pengembangan pendidikan Islam diakui oleh banyak kalangan. Hal itu kemudian mendorong IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2002 menganugerahkan gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada Drs. Zarkowi Soejoeti dalam bidang Manajemen Pendidikan Islam.

Suatu ketika, di saat usia Zarkowi telah melewati tujuh puluh tahun, salah satu sahabat karibnya Marwan Saridjo, mantan Sekjen Departemen Agama RI, dalam sebuah acara GUPPI (Gabungan Usaha Pembaruan Pendidikan Islam) di Jakarta bertanya kepada Zarkowi: "Apakah tidak ada rencana menerbitkan buku biografi?"

"Apa memang perlu penerbitan buku semacam itu, nanti dikira menonjol-nonjolkan diri," jawab Zarkowi.

Marwan Saridjo mengatakan, "Tidak selalu begitu, toh yang direkam dalam sebuah biografi atau otobiografi tidak hanya kisah sukses dan keberuntungan, tetapi juga kisah kegagalan, kekecewaan, kegalauan dan kegetiran hidup," ujar Marwan. Pada tahun 2010 diterbitkan buku yang ditulis sendiri oleh Zarkowi Soejoeti berjudul Menapak Jalan Berliku, Sebuah Biografi. Penerbitan buku tersebut terlaksana atas kerjasama DPP GUPPI, Yayasan Ngali Aksara dan Pustaka Ummat.

Pelajaran Dari Pengalaman
Dalam rangka mengenang dan menghormati jasa-jasa Zarkowi Soejoeti, saya ingin mengangkat beberapa tonggak peristiwa yang dialami almarhum sebagai pelajaran bagi dunia birokrasi dan birokrat muda yang sedang membangun karir.

Pertama, koordinasi dan komunikasi instansi vertikal dengan Pemerintah Daerah sangat penting dalam menjaga harmoni hubungan kelembagaan.

Zarkowi dilantik sebagai Rektor IAIN Walisongo oleh Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara tahun 1978. Ia sempat ditolak oleh Gubernur Jawa Tengah ketika akan diperkenalkan. Gubernur Soepardjo Roestam menolak bertemu Zarkowi karena sebagai Ketua Dewan Kurator IAIN Walisongo, dia tidak tahu dan tidak pernah dikomunikasikan adanya pergantian Rektor.

Saat berjumpa di Bandara Ahmad Yani Semarang ketika menyambut kedatangan Menteri Agama, Gubernur menumpahkan kemarahannya kepada Zarkowi tentang pembangunan gedung-gedung di kampus IAIN Walisongo, seperti pasar, berdempetan satu sama lain.

Gubernur berkata, "Saya tidak mau lagi urusan dengan IAIN, kecuali satu, rekomendasi you." Zarkowi menjelaskan bahwa semua yang dikritik Gubernur sudah ada sebelum ia menjabat Rektor.

Seiring berjalannya waktu, hubungan personal dan kedinasan antara Gubernur Jawa Tengah Soepardjo Roestam dengan Zarkowi Soejoeti menjadi cair dan sangat baik. Gubernur Soeparjo Roestam seorang jenderal yang tidak pendendam. Ia malah memberi perhatian besar pada IAIN Walisongo dan banyak membantu IAIN. Persahabatan Zarkowi Soejoeti dengan Soepardjo Roestam terjalin baik sampai keduanya bertemu kembali di Jakarta setelah Soepardjo menjadi Menteri Dalam Negeri dan Menko Kesra.

Kedua, dalam pengembangan dan pemajuan institusi, pemikiran bersifat teknis perlu, sedangkan pemikiran makro dan strategis amat penting.

Ketika diselenggarakan Rapat Kerja Departemen Agama yang pertama di bawah kepemimpinan Menteri Agama Munawir Sjadzali, tahun 1983, para Rektor IAIN diundang secara khusus oleh Menteri Agama guna melaporkan keadaan IAIN masing-masing. Semua Rektor melaporkan berbagai kekurangan sarana, prasarana, termasuk mobilitas dan anggaran.

Zarkowi selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang melaporkan hal yang berbeda. Menurut Zarkowi, IAIN belum mampu menghasilkan ulama maupun sarjana yang berkemampuan mamadai. Laporan Zarkowi selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang mendapat respon tindak lanjut dari Menteri Agama. Para Rektor dalam waktu enam bulan diminta menyiapkan identifikasi permasalahan IAIN masing-masing dan mencari jalan bagaimana solusinya untuk dibahas dalam pertemuan berikutnya.

Dalam kesempatan itu, Zarkowi juga menyarankan perlunya peningkatan wawasan para pimpinan IAIN dan dosen dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berkualitas. Saran lainnya dari Zarkowi yang disetujui Menteri Agama ialah peningkatan kualitas dosen IAIN melalui program belajar lanjutan ke luar negeri. Para pimpinan IAIN juga dikirim untuk melakukan studi banding ke pusat-pusat studi Islam pada universitas di Barat dan Timur Tengah. Menteri Agama mengakomodasi masukan Rektor IAIN Walisongo dan menjadikannya sebagai dasar review menyeluruh terhadap keberadaan IAIN dan program ke depan.

Ketiga, permasalahan seberat apa pun tidak boleh dibiarkan hingga berlarut, tapi harus dipecahkan dengan menghadirkan solusi terbaik.

Menjelang akhir dekade 1970-an, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef membatasi kebebasan mahasiswa dalam berorganisasi dengan menerapkan konsep NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus). Organisasi Dewan Mahasiswa dilarang, diganti dengan organisasi mahasiswa yang merupakan bagian integral dari perguruan tinggi bersangkutan dan di bawah pembinaan Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan.

Zarkowi selaku Rektor berhasil meredam gejolak mahasiswa dengan menganjurkan kepada Dewan Mahasiswa agar merumuskan sendiri organisasi mahasiswa, dari mahasiswa untuk mahasiswa, tetapi tetap menjadi bagian dari IAIN. Sesuai saran mahasiswa, Zarkowi membentuk Majelis Pembinaan Kegiatan Mahasiswa (MPKM) yang diketuai Pembantu Rektor, dan Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa (BPKM) yang mana ketua dan anggotanya terdiri dari para mahasiswa. Model pembinaan organisasi kemahasiswaan di IAIN Walisongo diapresiasi oleh Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara dan diberlakukan untuk IAIN seluruh Indonesia.

Keempat, pembantu pimpinan haruslah jujur dan terbuka menyampaikan informasi yang seharusnya disampaikan menurut apa adanya, walaupun kadang tidak mengenakkan pimpinan.

Di tahun 1998, Wakil Presiden B.J. Habibie berangkat melaksanakan Ibadah Umrah ke Tanah Suci pada musim haji. Jadwal kepulangan B.J. Habibie sulit dilaksanakan karena bertepatan dengan hari Wukuf di Arafah. Duta Besar Zarkowi minta diizinkan berbicara langsung dengan B.J. Habibie untuk menjelaskan kendala kepulangan beliau ke Tanah Air saat itu. Setelah dijelaskan oleh Zarkowi, beliau minta maaf karena tidak sadar bahwa hari kepulangan yang dijadwalkan tepat pada hari Wukuf. B.J. Habibie setuju sekalian melaksanakan ibadah haji dan kepulangannya ditunda. Zarkowi mengenang peristiwa itu, "Keputusan ini melegakan." Tetapi sangat disayangkan para pembantu Pak Habibie yang tidak berani menyampaikan kepada beliau hal-hal yang sebaiknya disampaikan.

Kelima, sesibuk apa pun seorang pejabat tidak mengurangi perhatian pada nilai persahabatan dalam hubungan kemanusiaan.

Zarkowi dalam biografinya mengutarakan “penyesalannya” tidak dapat mengantar ke kubur sahabat karibnya semasa di PTAIN Yogyakarta karena alasan tugas. Yaitu ketika wafatnya Achmad Ludjito, Muzayyin Arifin, dan Effendi Zarkasyi.

Sebuah Kenangan Pribadi
Kenangan tak terlupakan tentang Zarkowi Soejoeti, tanggal 28 Maret 2019 petang seusai acara seminar wakaf di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), sebelum menuju ke Bandara Adi Soetjipto Yogyakarta untuk kembali ke Jakarta, saya mengusahakan untuk mampir di kediaman Bapak Zarkowi Soejoeti.

Saya menyerahkan buku yang saya tulis berjudul Jejak Langkah BP4 Dari Kementerian Agama Untuk Bangsa. Saya diterima oleh Pak Zarkowi yang ditemani Ibu Zarkowi di kamar istirahatnya. Secara umum kesehatannya cukup baik, pemikiran dan ingatan beliau masih jernih.
Silaturahim hari itu merupakan pertemuan terakhir saya dengan salah satu tokoh senior Kementerian Agama, Pak Zarkowi Soejoeti. Seorang yang pernah menorehkan peran dan jasanya kepada umat, bangsa dan negara di masa lampau. Semasa beliau menjabat dan berada di puncak karirnya, saya masih sekolah, sehingga praktis belum mengenal beliau. Silaturahim dengan Pak Zarkowi yang sudah tidak memegang jabatan apa pun dan dalam usia lanjutnya sudah tidak bisa kemana-mana karena kendala kesehatan, bagi saya adalah sebuah nilai kemanusian yang luhur.

Zarkowi yang menjalani karir sebagai dosen lalu menjadi pejabat Departemen Agama sebagai Kepala Biro, Sekretaris, Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal, dan Duta Besar, semua itu dijalaninya dengan ketekunan, kejujuran dan dedikasi untuk memajukan umat. Sebagaimana diutarakan sendiri dalam otobiografinya, apa pun yang terjadi tetap bersyukur dan mengucapkan Alhamdulillah. Menurutnya, pekerjaan yang berhasil adalah yang dilakukan dengan niat tulus karena Allah dan mengabdi kepada umat. Sebaliknya, pekerjaan yang gagal adalah yang hanya niat mencari keuntungan pribadi.

Zarkowi sebagai dosen muda pernah kena sanksi pemindahan tempat tugas atas tuduhan menggerakkan demonstrasi mahasiswa IAIN. Saya baca dalam bukunya, dapat membayangkan perasaan Zarkowi saat itu mendengar sindiran sinis seseorang yang melihatnya masih bertugas di TU Sekjen, padahal pimpinannya sudah diganti, Pohonnya sudah tumbang, kok dahannya masih tegak.

Saya pernah bertanya kepada beliau, apa rahasia sukses Pak Zarkowi dalam menjalani berbagai tugas dan jabatan dengan segala suka dan dukanya atau istilah beliau menapak jalan berliku tanpa stress dan beban pikiran. Pak Zarkowi menjawab dengan sederhana, "Mengalir saja."

Dalam pendahuluan biografinya, Zarkowi mengemukakan, "Ukuran keberhasilan dan kegagalan sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi adalah sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw, khairu n-nas anfauhum li n-nas, sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat buat manusia lain." Zarkowi mengutip kata-kata mutiara: Yesterday is history, today is gift, tomorrow is mistery (Kemarin adalah sejarah, hari ini adalah milikmu, dan besok adalah misteri).

Zarkowi menuturkan, "Acap terjadi, apa yang saya sangat inginkan dalam hidup ini, sering tidak tercapai. Tetapi sebaliknya, apa yang tidak saya bayangkan bahkan tidak pernah terlintas sedikit pun dalam pikiran saya sebelumnya, malah terjadi begitu saja sebagai keberhasilan yang membanggakan. Memang, manusia dapat merencanakan, Tuhanlah yang menentukan. Pengalaman mengajarkan bahwa yang penting bagi manusia adalah berusaha dengan keras, dan hasilnya tawakkal 'alallah. Dalam berusaha, kita harus berorientasi kepada proses, bukan kepada hasilnya.”

Setelah pensiun dari semua jabatan negara, Zarkowi menetap di Yogyakarta. Ia memanfaatkan ilmu dan waktunya dengan mengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Akademik UMY. Semasa muda Zarkowi menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah Cabang Bantul, aktivis PII dan GPII Cabang Bantul. Ia dipercaya sebagai Ketua Badan Pengawas Baitul Maal PP Muhammadiyah tahun 1996 -1997 sebelum berangkat ke Arab Saudi memangku tugas Duta Besar. Sewaktu pembentukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di tingkat pusat tahun 1975, Zarkowi termasuk salah satu Anggota Pengurus MUI periode pertama tahun 1975 – 1980 di bawah pimpinan Ketua Umum Pertama MUI Prof. Dr. Hamka (Buya Hamka). Zarkowi terpilih sebagai Sekjen GUPPI periode 1975 1980 dan diangkat sebagai Penasehat MUI Provinsi Jawa Tengah periode 1985 1990.

Kegiatannya di bidang dakwah dan kemasyarakatan setelah pensiun cukup bervariasi, seperti memenuhi undangan mengisi Khutbah Jumat dan Khutbah Hari Raya, memberi ceramah, pengajian dan mengisi seminar di berbagai organisasi, lembaga dan kelompok pengajian di Jakarta, Yogyakarta dan Semarang.

Zarkowi Soejoeti telah pergi untuk selamanya, tetapi keteladanan dan jasa-jasanya akan tetap dikenang. Pengabdian panjang almarhum sebagai kader pejuang umat dan aparatur negara memberikan inspirasi kepada generasi penerus dalam melanjutkan perjuangannya.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya dan meninggikan derajat beliau di akhirat nanti.

M. Fuad Nasar (Sesditjen Bimas Islam)

Opini Lainnya Lihat Semua

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang)
Imsak Setelah Puasa

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ahmad Zainul Hamdi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI
Kenangan dan Kemenangan