Opini

Perubahan Mentalitas: Catatan Diklatpimnas Aktivis PTKI

Ruchman Basori

Ruchman Basori

Dalam banyak literatur, kepemimpinan (leadership) adalah seni atau ilmu menggerakan orang lain dengan sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan bersama. Menggerakan adalah inti organisasi, agar seluruh potensi yang dimiliki dapat dioptimalkan.

Jika ada sebuah lembaga atau organisasi terlihat mandeg, stagnan, tidak ada kedinamisan pergerakan (la yamuutu wala yahya) berarti tidak ada kepemimpinan di dalamnya. Demikian juga, jika terlalu gaduh sehingga tujuan organisasi nyaris tidak tercapai, maka pertanda organisasi itu mengalami kepemimpinan yang kurang efektif.

Ilmu untuk menggerakan orang ini, tidak datang dengan sendirinya. Sebuah proses mental yang panjang, berupa paduan antara kapasitas pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan. Harus dididik dan dilatih. Di sinilah pentingnya pendidikan dan pelatihan atau yang biasa dikenal dengan istilah Diklat.

Pun di dalam menggerakan organisasi kemahasiswaan, di mana para aktivis berada di dalamnya. Di sinilah urgensi Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Nasional (Diklatpimnas) untuk para aktivis Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).

Diklatpimnas ini berlangsung secara daring, 20-26 Desember 2020. Selanjutnya, Diklatpimnas akan digelar luring, 28-30 Desember 2020. Diklat ini dirancang sebagai ikhtiar membekali para aktivis mahasiswa untuk meningkatkan kapasitas dan pengembangan wawasan kepemimpinan. Di dalamnya tentu diperkuat dengan wawasan pengetahuan tentang keislaman dan keindonesiaan.

***

Diklatpimnas juga mempertemukan pelbagai pengalaman-pengalaman baik dari para narasumber dan instruktur, termasuk yang terpenting adalah antar peserta sendiri. Cerita-cerita baik dalam kepemimpinan (best practicies) atau cerita-cerita yang kurang baik dari sebuah praktik kepemimpinan (bad practicies) menjadi sangat penting.

Ingat, kehidupan kita sangat terbatas, maka kita harus banyak belajar dari orang lain, baik orang-orang pada masa lalu yang melegenda maupun sekarang. Pengalaman di sini menjadi salah satu yang diwariskan melalui meja-meja Diklatpimnas, yang kini ditempuh di meja pelatihan maya.

Selain dari itu, Diklatpimnas juga membekali para aktivis PTKI dengan pelbagai ketrampilan berorganisasi. Dari mulai SWOT analisis, nerworking, lobying, fundrising dan hal lain yang akan bermanfaat menjadi bekal setelah selesai pelatihan.

***

Diperlukan kesiapan mental untuk mengikuti kegiatan ini dengan serius. Bukti keseriusannya adalah hadir tepat waktu, menjalankan tugas-tugas pelatihan, tidak banyak alasan untuk sekedar menutupi ketidakrajinan, dan lain sebagainya.

Motivasi sangat dibutuhkan, karena tidak setiap mahasiswa di lingkungan kampus PTKI binaan Kementerian Agama, yang jumlah mencapai 1,17 juta mahasiswa, mendapat kesempatan yang sama. Banyak mahasiswa yang ingin ikut, tetapi karena keterbatasan, giat ini baru menyertakan 80 aktivis saja.

Perubahan paradigma berfikir atas pola lama ke pola baru (setelah dilatih) menjadi sesuatu yang diinginkan. Bisa jadi, walau hanya 10 hari diklat, itu akan dapat mengubah mental dan karakter aaktivis menjadi seorang calon pemimpin yang excelllen, bahkan lebih unggul dari mahasiswa yang menekuni ilmu kepemimpinan dan manajemen.

Bahkan, untuk berubah tidak harus menunggu Diklatpimnas selesai. Begitu mendapat asupan dari narasumber dan instruktur sejak pembukaan, sessi- demi sessi termasuk penugasan, tentu sudah banyak pengalaman baru dan perubahan yang bisa dilakukan. Dan yang paling berat adalah perubahan mentalitas untuk maju yang didasari dengan komitmen dan kerja keras.

Penulis sendiri menjadi aktivis mahasiswa pada rentang waktu 1993-1999. Penulis mendapat momentum penting Reformasi Indonesia 1998. Saat itu, penulis dipercaya sebagai Ketua I Senat Mahasiswa (sekarang dalam istilah Kemenag, DEMA).

Walau berbeda konteks dan zaman, namun ada kesamaan spirit dari jiwa aktivis yang bisa menjadi bahan renungan dan refleksi. Bahwa ada tiga hal penting dalam berorganisasi yang dalam istilah Jawa dikenal dengan, pinter (pandai dan cerdas), kober (meluangkan waktu dan kesempatan), bener (jujur dan berintegritas).

Banyak orang cerdas intelektualnya, tetapi sulit sekali diharapkan waktunya untuk organisasi. Sebaliknya, mereka yang mempunyai waktu banyak, kemampuan intelektualnya kurang mendukung. Semua itu harus diikat dengan mentalitas jujur sebagai cermin integritas diri.

Mari kita maknai detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari dalam rangkaian Diklatpimnas ini dengan baik, untuk saling asah, asih, dan asuh. Jangan lewatkan kesempatan ini karena kesempatan tidak akan datang dua kali. Biasanya penyesalan akan datang jika sesuatu itu sudah berlalu dari kita. Tepat semngat dan jaga kesehatan. Wallahu a'lam bi al-shawab.

Ruchman Basori (Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan Diktis, Ditjen Pendidikan Islam, Kemenag)

Tags:

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat