Nasional

Pengamat: Perda Syariah Jangan Batasi Aktivitas Perempuan

Jakarta, 12/8 (Pinmas) - Pengamat keagamaan Prof Musdah Mulia menyayangkan adanya Perda-perda bernuansa syariah mengenai perempuan yang malahan memarjinalisasi dan membatasi aktivitas perempuan. "Misalnya Perda berbusana Muslim atau Perda larangan perempuan keluar malam. Jadi bukan Perda dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan perempuan," kata Musdah di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, hal itu disebabkan masyarakat masih kuat memandang perempuan sebagai penyangga moral sehingga penegakkan moralitas di masyarakat harus dimulai dari perempuan. "Pandangan ini menyalahi ajaran Islam yang menekankan kepada seluruh manusia baik laki-laki dan perempuan agar menjadi manusia bermoral, jadi tanggung jawab moral harus dari kedua pihak," katanya. Ia juga mengakui, tidak semua Perda yang menyinggung perempuan memarjinalisasi perempuan, banyak juga Perda yang membela hak perempuan seperti Perda di Jatim tentang perlindungan anak dan perempuan korban kekerasan atau Perda perlindungan TKI asal Sumbawa. Dari perspektif Islam, lanjut dia, justru Perda-perda semacam ini yang pantas disebut Perda Syariat Islam karena isinya sangat mengedepankan kelompok rentan dan tertindas yang nyata-nyata menjadi kepedulian Islam. Karena itu Pemda hendaknya menyusun Perda bernuansa syariah yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya keadilan dan kesejahteraan bangsa bukan Perda yang bersifat simbolistik

Ia mengatakan, Al Quran dan hadist Nabi Muhammad SAW selalu menekankan upaya peningkatan derajat dan martabat perempuan, mengubah tradisi masyarakat zaman jahiliah Arab yang memandang perempuan sebagai komoditas dan tak punya hak apapun."Perlu dicatat, posisi perempuan yang hina pada masa jahiliah (kebodohan) di masyarakat Arab tak lebih buruk daripada kondisi perempuan di Eropa dimana gereja masih mempertanyakan apakah perempuan punya ruh," katanya. Namun sejarah yang menunjukkan Islam memberi koreksi total terhadap tradisi ini, semakin terkikis justru setelah kekuasaan Islam meluas ke berbagai kawasan yang penduduknya masih bersifat patriarksehingga ajarannya yang bersifat egaliter menurun drastis. Data historis menunjukkan isu syariat Islam sering dimanfaatkan sebagai komoditas politik oleh sebagian elit demi mengejar ambisi pribadi, ujarnya.(Ant/Ims)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua