Nasional

Modernitas Bukan Jaminan Turunnya Intervensi Agama Pada Wilayah Publik

Jakarta, 21/6 (Pinmas) - Teori modernitas pada abad 20 memprediksikan bahwa pengaruh agama pada kehidupan bernegara akan dapat berkurang namun pada kenyataannya justru sebaliknya sekalipun pengaruh globalisasi menurunkan kontrol negara pada wilayah pribadi. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh antropolog dari Universitas Griffith Australia, Julia Day Howell pada Konferensi Internasional Cendekiawan Islam (ICIS) ke-2 di Jakarta, Rabu.

"Tindakan mempolitisasi agama masih banyak dijumpai di sekitar kita, bahkan di lingkungan modern sekalipun. Di sejumlah tempat, beberapa kelompok bahkan bertameng agama untuk membenarkan sebuah aksi kekerasan," katanya.Peningkatan kontribusi badan keagamaan atau partai berbasis agama pada kehidupan modern dan dukungan penuh pemerintah pada aktivitas keagamaan, kata dia, membuka peluang terjadinya intervensi agama pada wilayah publik.

Menurut dia, sekalipun di abad 21 ini banyak negara telah berubah menjadi negara modern yang tidak lagi mendasarkan keputusannya atas satu suara yaitu suara raja, dan lebih memilih untuk meletakkan kepentingan atau suara rakyat di atas segalanya melalui jalan demokrasi, itu tidak menutup kemungkinan terjadinya dominasi kepentingan kelompok tertentu atas kelompok yang lain. Pengambilan keputusan berdasarkan demokrasi, kata dia, tidak menutup kemungkinan terjadinya tindakan tiran atas nama mayoritas atau justru sebaliknya sebuah manipulasi sistem `pseudo`-demokrasi menyebabkan keputusan sebuah elit tertentu mendominasi sehingga suara kelompok minoritas justru dominan.Pengaruh agama tertentu pada hukum suatu negara, kata dia, di wilayah moralitas publik juga dapat mencederai kepentingan kelompok-kelompok yang lainnya yang kebetulan memiliki pandangan berbeda."Kita sering kali melihat tindakan-tindakan separatis yang berkembang di sejumlah tempat karena ketentuan agama atau budaya tertentu yang diadopsi oleh negara dapat menimbulkan protes dari kelompok-kelompok yang merasa diperlakukan tidak adil," katanya.

Manajemen dari kekuatan rakyat, kata dia, bukanlah masalah sederhana. Publik, kata dia, hendaknya berhati-hati dengan pihak-pihak tertentu yang berusaha menggunakan agama sebagai basis kekuatannya dalam bidang politik, ekonomi atau sosial.Howell juga mengatakan intervensi agama pada kehidupan publik bukan hanya terjadi di negara Islam, melainkan juga terjadi di negara-negara lain seperti gerakan solidaritas Polandia yang menggulingkan paham komunis dengan dukungan agama tertentu.Amerika Serikat yang menempatkan "hak-hak relijius" sebagai faktor utama untuk menentukan agenda politik, di Amerika Latin di mana para politisi menggunakan agama untuk memperoleh dukungan di panggung politik, ataupun perselisihan di India yang memicu munculnya aksi bom bunuh diri, katanya.Untuk menghindari hal itu, kata dia, sejumlah negara kemudian memberikan status kepada kelompok mayoritas tanpa menghilangkan kesempatan beribadah bagi kelompok minoritas seperti yang dilakukan di Indonesia dan Malaysia atau yang dilakukan sejumlah negara Eropa yang memisahkan gereja dengan negara.

Sementara itu pada pembukaan Konferensi ICIS ke-2, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa umat Islam harus berupaya memperkuat multilateralisme, memajukan reformasi PBB dan pemerintahan mereka masing-masing."Pendek kata, jalan terbaik bagi umat Islam untuk menghadapi globalisasi adalah dengan memainkan peranan aktif," kata Yudhoyono. Situasi yang dihadapi umat Islam saat ini, ujarnya, berbeda dari yang dihadapi kaum muslim pada milenium-milenium sebelumnya.Namun ia menekankan, ada satu pelajaran yang tetap menjadi hal penting saat ini, yaitu bahwa kecintaan terhadap Islam harus dibarengi dengan kecintaan untuk belajar dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.Masalah-masalah besar yang dihadapi dunia Islam saat ini, menurut Yudhoyono, adalah kemiskinan, konflik, pengabaian, dan terorisme.Ia menyimpulkan masalah-masalah tersebut ke dalam dua tantangan yang dihadapi dunia Islam, yaitu tentang perdamaian serta kemajuan umat. Tugas untuk memajukan perdamaian, menurut Kepala Negara, berkaitan erat dengan tantangan dalam hal memajukan toleransi.

Umat Islam, tegasnya, dapat memainkan peranan aktif dalam menciptakan budaya global tentang toleransi."Dalam kasus kartun (pemuatan kartun Nabi Muhammad oleh media Denmark, red) baru-baru ini, kita melihat adanya pengabaian dan pelecehan terhadap Islam bisa menimbulkan dampak besar. Ini adalah pelajaran besar bagi kita semua bahwa kita harus lebih menjalin hubungan dan mengulurkan tangan kepada lebih banyak orang dan masyarakat dari semua lapisan," kata Yudhoyono.(Ant/Ba)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua