Buddha

Meneguhkan Semangat Toleransi

Buddha Wacana

Buddha Wacana

Dhammañ care sucaritaṁ, na taṁ duccaritaṁ care. Dhammacārī sukhaṁ seti, asmiṁ loke paramhi ca.

Jalankanlah praktik hidup yang benar dan janganlah lalai. Barangsiapa yang hidup sesuai dengan Dhamma akan hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia berikutnya. (Dhammapada, Syair: 169)

Tahun 2022 merupakan tahun toleransi. Berbagai kegiatan penguatan Moderasi Beragama dan program kerukunan digelar di seluruh Indonesia; untuk meneguhkan semangat toleransi dalam kehidupan beragama.

Tujuannya, agar tercipta kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang toleran, rukun, dan harmonis. Untuk itu, dibutuhkan komitmen bersama, di mana seluruh masyarakat mampu menerima prinsip-prinsip kebangsaan yang ada di Indonesia untuk mewujudkan toleransi dan moderasi beragama.

Toleransi merupakan salah satu dari empat indikator moderasi beragama yang tidak terpisahkan dari praktik dan perilaku beragama yang moderat. Sebagai hal mendasar dalam menjaga kerukunan dan merawat kebhinnekaan Indonesia; nilai-nilai toleransi telah menjadi bagian dari kehidupan nenek moyang kita sejak dahulu. Ini menjadi inspirasi guna menjalin komunikasi dan berinteraksi antar sesama dalam kehidupan, sekaligus juga menjadi sumber kekuatan untuk bersatu mencapai cita-cita bersama.

Melalui toleransi dapat dikukuhkan semangat mengedepankan persamaan dan menghormati perbedaan; memperlakukan orang lain sebagai saudara, dengan saling mendukung dalam merekatkan tali persaudaraan serta menjalin persaudaraan sejati.

Sebagai bagian dari esensi semua ajaran agama dan pengejawantahan nilai-nilai religius agama, toleransi menjadi pedoman bagi umat beragama untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, demi terwujudnya kerukunan dan kehidupan yang toleran, rukun, dan harmonis.

Dhamma sebagai ajaran universal menjadi esensi sumber nilai ajaran Buddha. Tujuannya, agar umat Buddha memiliki pikiran, ucapan, dan perilaku yang dilandasi dengan penuh cinta kasih (metta) dan welas asih/kasih sayang (karuna) kepada sesama.

Nila-nilai toleransi dalam kitab suci Tipitaka tersirat dalam berbagai nasihat, tindakan, dan sikap Buddha beserta para siswa-Nya yang mengembangkan toleransi dalam menjalin hubungan sosial. Nilai-nilai toleransi tersebut diajarkan Guru Agung Buddha kepada murid-murid-Nya melalui praktik langsung dalam kehidupan.

Mempraktikkan nilai-nilai toleransi dalam setiap aspek kehidupan, menjadi salah satu bagian terpenting dari ajaran Buddha.

Perbedaan dalam keberagaman adalah suatu kewajaran. Di sinilah pentingnya nilai-nilai toleransi dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

Guru Agung Buddha menekankan dua aspek penting yang hendaknya dipraktikkan guna mengembangkan nilai-nilai toleransi. Pertama, kedewasaan berpikir, berucap, dan berperilaku untuk menghindari perselisihan. Dasarnya, Dhamma pelindung dunia (Lokapala Dhamma), yaitu: perasaan malu untuk berbuat jahat (hiri) dan rasa takut akan akibat perbuatan jahat (ottappa).

Kedua, mengembangkan empat sifat luhur (brahmavihara) untuk meningkatkan derajat manusia dan mewujudkan kehidupan yang damai dan tenteram. Yaitu: cinta kasih atau kehendak baik yang mengharapkan kebahagiaan semua makhluk tanpa kecuali (metta), welas asih/kasih sayang kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan dan berusaha untuk membantu mereka agar terbebas dari penderitaan (karuna), rasa simpati/turut berbahagia atas keberhasilan orang lain (mudita), dan batin yang seimbang dalam segala keadaan (upekkha).

Pentingnya menjaga perdamaian dipesankan Raja Ashoka (304-232 SM); seorang Raja Buddhis dari dinasti Maurya di India; agar hidup sesuai Dhamma dengan saling menghormati, saling mengasihi, dan penuh toleransi terhadap semua aliran dan paham agama yang ada.

Pesan Raja Ashoka yang dikenal sebagai Piagam Ashoka berbunyi: “Barangsiapa menghina agama orang lain, dengan maksud menjatuhkan agama orang lain, berarti ia telah menghancurkan agamanya sendiri. Kerukunan dan toleransi antar umat beragama patut dihargai. Hendaknya kita mau mendengar dan memahami ajaran yang benar dari agama lain.”

Sebagai warisan sejarah tentang toleransi dan Hak Asasi Manusia; Piagam Ashoka hendaknya menjadi pegangan dalam kehidupan bersesama untuk mencapai cita-cita bersama.

Toleransi adalah akar dari perdamaian. Bertoleransi merupakan kebajikan bagi kita dalam menghargai kebhinnekaan dan mewujudkan kerukunan. Ketika seseorang dapat bertoleransi, ia telah menciptakan kehidupan yang jauh dari penderitaan dan menuju kepada kebahagiaan.

Meneguhkan semangat toleransi dalam kehidupan sehari-hari merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai komitmen kebangsaan dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.


Fotografer: Istimewa

Buddha Lainnya Lihat Semua

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua