Kristen

Melayani dalam Pimpinan Roh Kudus

Pdt Dr Pieter A Napitupulu

Pdt Dr Pieter A Napitupulu

Belum lama ini kita memperingati hari Pencurahan Roh Kudus (hari pentakosta), di mana Roh Kudus diutus sebagai Penolong dan Pemimpin hidup kita. Nats dalam kotbah ini terambil dari Kisah Para Rasul 6:1-7.

1. Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari.

2. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: "Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja.

3. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu,

4. dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman."

5. Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas, dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia.

6. Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.

7. Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.

Gereja perdana yang ada di Yerusalem ini pada awalnya belum memiliki organisasi formal dan tidak ada pejabat gereja atau pemimpin selain para rasul. Sehingga, semua bentuk pelayanan di dalam jemaat dilakukan oleh para rasul, baik pelayanan doa, kotbah dan pengajaran firman, maupun pelayanan meja terhadap kebutuhan para janda miskin.

Para janda yang menerima pelayanan meja di jemaat di Yerusalem saat itu terdiri dari dua golongan. Pertama, janda-janda dari golongan orang Yahudi yang berbahasa Ibrani namun dalam keseharian mereka menggunakan bahasa Aram. Mereka berasal dari lingkungan Palestina, yaitu orang yang dari kecil menetap di sekitar Yerusalem dan bukan perantau.

Kedua, janda-janda dari golongan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Mereka pernah lama merantau di luar wilayah Palestina yang menggunakan bahasa Yunani. Saking lamanya tinggal di luar Palestina, mereka tidak bisa lagi berbahasa Ibrani atau bahasa Aram yang sehari-hari digunakan oleh masyarakat Yerusalem pada masa itu.

Banyak di antara janda dari kalangan Yahudi diaspora/perantau ini kembali ke Yerusalem untuk tinggal di sana, dan sebagian di antara mereka menjadi kristen dan menjadi anggota jemaat di Yerusalem. Pada umumnya para janda miskin ini adalah orang-orang yang tidak memiliki sarana penunjang kehidupan, sehingga dukungan untuk kebutuhan pokok dari jemaat di Yerusalem sangat mereka perlukan.

Dengan semakin banyaknya jumlah anggota jemaat dan terbatasnya pelayan Tuhan yang menolong dalam pelayanan meja, timbullah sungut-sungut di antara janda-janda orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani (yang berbahasa Aram), karena pembagian kepada janda-janda yang berbahasa Yunani diabaikan dalam pelayanan sehari-hari.

Bagaimana sikap para rasul dalam merespon masalah yang terjadi di kalangan jemaat, khususnya masalah pembagian kebutuhan para janda ini? Sebelum kita melihat sikap para rasul dalam merespon masalah yang terjadi, mari kita lihat sekilas tentang siapakah para rasul ini.

Awalnya mereka datang dari kehidupan strata sosial yang sederhana, di antaranya ada yang hanya sebagai nelayan saja. Kemudian mereka dimuridkan langsung oleh Yesus dan dipenuhi oleh Roh Kudus di dalam Kisah Rasul 2. Di dalam Yohanes 16:13. Roh Kudus atau Roh Kebenaran itu berperan memimpin. Dengan demikian, para rasul ini bukan hanya dipenuhi atau dibaptis Roh Kudus, tetapi juga dipimpin oleh Roh Kudus dalam melayani.

Kemudian mereka menjadi pemimpin jemaat di Yerusalem yang jumlahnya tergolong besar. Di awal, ketika rasul Petrus berkotbah, jumlah yang percaya 3000 orang dan di dalam Kisah Rasul 4:4, jumlah mereka bertambah menjadi 5000 orang. Mereka sudah menjadi orang penting, orang yang berpengaruh dan dikenal luas hingga di kalangan masyarakat kota Yerusalem.

Sikap Para Rasul dalam merespon masalah dalam pelayanan ini:

1. Rendah hati.

Di dalam ayat 1, para Rasul dengan jujur mengakui adanya masalah yang sedang terjadi dalam pelayanan mereka. Bagi orang penting dan terkenal, tidaklah mudah untuk mengakui adanya kekurangan dalam pelayanan atau pekerjaannya, kemungkinan lebih cenderung menceritakan tentang pencapaian-pencapaian dan kesuksesannya.

Tetapi bagi para rasul yang dipimpin oleh Roh Kudus, mereka dengan rendah hati dan terbuka menceritakan masalah yang terjadi dalam pelayanannya. Mereka sampaikan bahwa pelayanan kepada janda-janda sudah terabaikan karena keterbatasan pelayan yang melayani meja, sementara jumlah jemaat terus meningkat.

Sikap rendah hati ini mereka tunjukkan juga dengan peduli terhadap persoalan janda-janda dari kalangan orang miskin. Masalah ini bisa saja diabaikan karena masih banyak anggota jemaat lainnya dari strata sosial yang lebih tinggi yang butuh perhatian. Tetapi bagi pemimpin yang rendah hati justru menunjukkan perhatian secara merata kepada semua kalangan jemaat.

Dengan sikap rendah hati ini, rasul-rasul mengajak murid-murid duduk bersama untuk mencari solusi dari persolan jemaat yang sedang terjadi. Tidak ada jarak antara rasul-rasul dengan murid-murid dan tidak merasa lebih superior dalam pengambilan keputusan di tengah jemaat. Para rasul memberi kriteria calon pelayan meja yang mereka butuhkan yaitu: yang terkenal baik, penuh Roh dan hikmat (Ay. 3), selanjutnya murid-murid ditugaskan untuk memilih calon pelayan meja tersebut. Dalam tradisi berikutnya jabatan pelayan meja ini disebut “diaken,” walaupun kata “diaken” tidak disebut di dalam perikop ini.

Setelah murid-murid memilih 7 (tujuh) orang calon diaken, para rasul mentahbiskannya dengan menumpangkan tangan. Maka sejak itu pendelegasian tugas (berbagi wewenang) terjadi dan rasul-rasul bersedia bekerja sama dengan para diaken tersebut.

Bagaimana para rasul memiliki sikap kerendahanhati ini? Tentu mereka meneladani sikap Yesus (Guru mereka) yang rendah hati. Pasti masih segar diingatan mereka bagaimana Yesus dengan rendah hati pernah membasuh kaki mereka. Yesus juga berkata kepada mereka di dalam Matius 11:29: …belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati… Sikap rendah hati yang diperagakan para rasul yang dipimpin Roh Kudus ini, menjadi titik awal terjadinya komunikasi yang baik di antara para rasul, murid-murid dan jemaat dalam mengupayakan solusi yang terbaik.

2. Menjaga Kesatuan

Sikap berikutnya yang ditunjukkan para rasul dalam merespon masalah jemaat dalam perikop ini adalah menjaga kesatuan.

Komunitas jemaat yang terdiri dari dua bahasa ini, bisa menjadi pemicu untuk pecah dan berpisah. Dengan masalah yang terjadi, bisa akhirnya pecah menjadi dua gereja, yaitu: gereja yang berbahasa Ibrani (Aramik) dan gereja yang berbahasa Yunani.

Tetapi perpecahan atau skisma ini jauh dari sikap dan pemikiran para Rasul. Karena mereka paham bagaimana sulitnya untuk memperjuangkan kesatuan. Demi mewujudkan kesatuan sampai Yesus sendiri harus berdoa supaya mereka semua menjadi satu, supaya dunia percaya bahwa Bapa yang mengutus Yesus (Yoh. 17:21).

Rasul Paulus juga memberi nasehat di dalam Efesus 4:3: “Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera.” Bagi para pelayan Tuhan yang dipimpin oleh Roh Kudus, sikap menjaga kesatuan ini, kiranya tetap kita pertahankan, sekalipun jumlah jemaat yang kita layani semakin bertambah banyak.

3. Bijaksana dan berhikmat.

Bijaksana dan berhikmat menjadi sikap selanjutnya yang ditunjukkan para Rasul dalam merespon masalah jemaat. Para Rasul telah memutuskan untuk berbagi wewenang (sharing power). Para Rasul fokus untuk pelayanan doa dan pelayanan firman, sementara para diaken fokus melayani meja dan mengurus dengan baik bantuan untuk para janda. Semua nama dari 7 diaken ini namanya adalah dalam bahasa Yunani. Bisa jadi hal ini sebagai cara untuk menolong kelancaran komunikasi terhadap para janda yang bermasalah dari kalangan yang berbahasa Yunani tersebut.

Dengan bijak dan berhikmat para rasul telah menjadikan masalah yang begitu serius ini sebagai kesempatan bagi pelayanannya semakin bertumbuh yang bisa kita lihat di dalam ayat 7, Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.

Bagaimana para rasul ini menjadi bijak dan berhikmat dalam mengatasi permasalahan yang terjadi? Hal itu dimungkinkan karena Roh Kudus dapat memberi karunia perkataan hikmat kepada mereka. Di dalam 1 Korintus 12:7-8a, tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat. Dengan karunia perkataan hikmat ini, masalah yang begitu seriuspun dapat terselesaikan dengan baik.

Apakah kita sedang mengalami permasalahan yang serius mirip seperti yang dilami jemaat perdana ini? Jika dengan pimpinan Roh Kudus permasalahan di jemaat Yerusalem ini dapat terselesaikan dengan bijak, bahkan akhirnya membawa pertumbuhan lebih lanjut, kita percaya, Roh Kudus yang sama akan memimpin kita untuk menemukan solusi yang terbaik atas permasalahan yang sedang kita hadapi. Marilah kita memohon pertolongan dan pimpinan Roh Kudus untuk memberi solusi yang terbaik, tetapi dengan meneladani sikap para Rasul ini dalam merespon suatu masalah yaitu: rendah hati, menjaga kesatuan, bijaksana dengan berhikmat.

Kiranya Anugerah Allah, dengan pimpinan Roh Kudus menolong dan memberkati keluarga, pekerjaan dan pelayanan kita semua. Amin.

Pdt. Dr. Pieter Anggiat Napitupulu,M.Th (Ketua Sinode Gereja Penyebaran Injil / GPI)

Kristen Lainnya Lihat Semua

Pdt. Dr. Andreas Agus (Rohaniwan Kristen)
Layak Dipercaya

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan