Nasional

Kompleks Perguruan "Agama Adat" Rata Dengan Tanah

Palu, 9/8 (Pinmas) - Sebagian besar bangunan yang ada di kompleks perguruan "Agama-Adat" yang dikembangkan oleh Datu Buluh Perindu (72) di desa Sidera, Kecamatan Sigi-Biromaru, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, yang diamuk penduduk setempat pada Selasa malam hingga Rabu dinihari benar-benar rata dengan tanah. Wartawan ANTARA dari lokasi kejadian (sekitar 18km Selatan Palu), Rabu, melaporkan akibat penyerangan ratusan massa secara mendadak tersebut, sebuah Baruga (tempat pertemuan) milik lembaga adat pimpinan Datu Perindu serta tujuh buah rumah milik pengikutnya yang dibangun di kompleks perguruan ini musnah terbakar.

Dalam insiden penyerangan mendadak itu, juga tercatat lima buah sepeda motor milik "tamu" Datu Perindu serta beberapa buah Televisi dansemua perlengkapan rumah tangga dalam kompleks perguruan ini ikut terbakar. Sebuah mobil Suzuki Carry milik seorang tamu dari Kelurahan Buluri, Palu Barat, juga mengalami kerusakan berat akibat dilempari batu oleh massa yang sebagian mengenakan cadar. Kerusakan lainnya terlihat pada sebuah Altar yang dibangun Datu Perindu di depan kompleks perguruan. Semua simbol-simbol adat seperti patung mirip "Leak" di Bali yang ada di puncak altar dan beberapa bagian tubuh binatang semisal ekor ikan hiu, tanduk rusa, tanduk kerbau , serta tempat sesajen yang ditaruh di atas dan dinding altar, juga turut dihancurkan penyerang.

Malik (41) yang merupakan salah seorang saksi korban yang selamat dari ancaman maut mengatakan, aksi penyerangan yang diduga dilakukan warga asal beberapa desa di Kecamatan Sigi-Biromaru tersebut berlangsung secara mendadak. "Para penyerang yang berjumlah sekitar seratusan orang dan sebagian membawa benda tajam itu sekitar pukul 22:00 Wita tiba-tiba sudah berada di kompleks perguruan dan mereka langsung melempari semua bangunan rumah menggunakan batu. Kami semua--termasuk belasan tamu yang datang-- ketika itu kocar-kacir dan berusaha menyelamatkan diri," tuturnya. Malik yang juga merupakan anak dari Datu Perindu, beserta istri dan seorang anaknya yang masih berusia delapan tahun, berhasil menyelamatkan diri di kegelapan malam, setelah menyusup masuk di rumah salah seorang penduduk desa setempat (berada di luar kompleks perguruan) untuk meminta perlindungan. Lima jam kemudian--setelah massa bubar dan situasi kamtibmas dalam dikendalikan aparat keamanan--korban ini beserta semua anggota keluarganya dievakuasi secara diam-diam ke rumah keluarganya di Palu. Ia juga mengatakan, dirinya sama sekali tidak mengerti dengan sikap sebagian penduduk desa setempat yang tak menghargai perbedaan pendapat. "Yang bapak (Datu Perindu) lakukan selama ini--sudah belasan tahun-- hanya mengembangkan ajaran adat, selain memberikan `kekuatan` kepada pengikutnya untuk selamat dunia dan akhirat," kata dia.

Malik juga menyesalkan tindakan brutalisme massa seperti itu, karena telah mengganggu rencana upacara "tolak bala" yang akan diikuti semua pengikut Datu Perindu dalam waktu dekat. "Bangsa dan negara kita kurun beberapa tahun terakhir dilanda rentetan musibah dengan menimbulkan kerugian jiwa dan harta yang tidak sedikit, sehingga perlu pertobatan massal," kata dia, mengomentari rencana upacara tolak bala tersebut. Sementara itu, seorang polisi yang masih bertugas melakukan pengamanan di tempat kejadian perkara (TKP) mengatakan bahwa tokoh spritual Datu Perindu berhasil selamat dari aksi penyerangan massa. "Yang bersangkutan kini dalam pengamanan di Mapolsek Sigi-Biromaru, Kabupaten Donggala, dan sejak semalam menjalani pemeriksaan tim penyidik," kata dia. Sebelumnya, Madi (34), tokoh spritual yang mengembangkan ajaran agama adat di dusun Salena, Kelurahan Buluri (pinggiran barat Kota Palu) mengaku bahwa Datu Buluh Perindu yang tinggal di desa Sidera merupakan salah seorang "gurunya". Dalam insiden Salena Berdarah bulan Oktober 2005 lalu, Madi beserta kelompoknya menyerang puluhan aparat keamanan yang sedang berusaha menangkap dirinya. Dalam peristiwa itu, tercatat dua perwira polisi, atu bintara, dan seorang warga sipil tewas terbantai.

Petugas ini juga mengatakan, dalam pengusutan aksi penyerangan di desa Sidera, polisi sudah menahan dua orang yang diduga terlibat dalam aksi perusakan. "Belum ada tersangkanya, sebab saksi-saksinya masih dalam pemeriksaan," kata dia. Sejumlah pimpinan Polda Sulteng, termasuk Kapolda Brigjen Pol Drs Oegroseno beberapa jam lalu sempat meninjau desa Sindera, sekaligus memimpin kegiatan olah tempat kejadian perkara yang dilakukan tim reskrim gabungan dari Polda Sulteng dan Polres Donggala. Aksi penyerangan yang dilakukan massa gabungan asal beberapa desa itu tidak menimbulkan korban jiwa, kecuali kerugian material yang mencapai ratusan juta rupiah.Hingga berita ini diturunkan, aparat keamanan melakukan penjagaan ketat di TKP dan masih memasang "Police Line" guna mengamankan barang bukti yang masih tersisa.(Ant/Ims)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua