Nasional

Kemenag Latih Fasilitator Pendidikan Madrasah Inklusif Berbasis Gender

ToT Fasilitator Nasional (Fasnas) Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI)

ToT Fasilitator Nasional (Fasnas) Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI)

Jakarta (Kemenag) --- Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ditjen Pendidikan Islam Kemenag menggelar Training of Trainer (ToT) pendidikan inklusif berbasis gender. ToT diberikan kepada para Fasilitator Nasional (Fasnas) dalam rangka meningkatkan kualitas Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI)

ToT digelar secara daring, Rabu (30/6/2021). Kepala Pusat Riset Gender (PRG) Sekolah Stratejik dan Global Universitas Indonesia Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah, memaparkan bahwa bicara gender tidak melulu bicara jenis kelamin. Menurutnya, menjadi perempuan dan menjadi laki laki adalah produk konstruksi gender, dikarenakan ada perlakuan, pengetahuan dan pengalaman laki laki dan perempuan berbeda.

"Tidak bisa kita melihat laki-laki itu satu identitas, perempuan satu identitas. Contoh, saya Iklilah, saya Jawa, rambut sedikit keriting, tapi saya dalam konteks ini menjadi dosen, trainer, nah identitas ini menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” kata Iklilah.

Dikatakan Iklilah, pengarusutamaan Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial dalam pendidikan sangat diperlukan. Apalagi, dasar pengarusutamaan GEDSI di pendidikan juga sudah jelas, mulai dari UU, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri Agama dan Mendikbud.

Menurut Iklilah, ada sejumlah alasan pentingnya pengarusutamaan GEDSI di lembaga pendidikan. Pertama, kesenjangan gender dan pembedaan sosial masih terefleksi pada sistem pendidikan yang ada. Kedua, adanya formal equality belum memberi kepastian kepada praktik pendidikan yang berkeadilan bagi kelompok marginal.

Ketiga, model, sistem, struktur, dan budaya pendidikan masih dijumpai diwarnai pola segregasi yang seksis. Keempat, sangat sedikit dijumpai sistem pendidikan yang menerapkan kesetaraan substantif. Kelima, praktik dalam dunia pendidikan masih dijumpai adanya diskriminasi pada kelompok rentan. Keenam, praktik pendidikan masih dijumpai melanggengkan nilai-nilai pembakuan peran gender yang subordinatif.

Iklilah menegaskan bahwa madrasah adalah rumah kedua. "Masa depan bangsa bergantung pada nilai dan karakter yang salah satu pilar utamanya dibangun melalui bangku madrasah yang inklusif,” tegasnya.

Gender Officer dari INOVASI, Repelita Tambunan mamaparkan, bahwa langkah-langkah penerapan GEDSI pada aspek penguatan kelembagaan dimulai dari strategi penguatan kelembagaan, pendampingan (advokasi) dan fasilitasi, pemetaan potensi dan Kelompok Kerja (Pokja) GEDSI, sekolah dan madrasah yang berorientasi GEDSI, pengembangan materi dan media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) GEDSI, pengembangan jaringan/sistem informasi, menjalin komunikasi dengan lembaga pemerintah atau institusi lain, dan evaluasi keberhasilan penerapan GEDSI.

”Ada tiga kunci dalam GEDSI. Pertama, kesetaraan dalam kesempatan. Kedua, akses. Ketiga, benefitnya,”

Kegiatan Training of Trainer (ToT) Fasilitator Nasional (Fasnas) Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) dilaksanakan secara daring oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI bekerjasama dengan INOVASI dan Froum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI).


Editor: Moh Khoeron

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua