Daerah

Kemenag Kembali Akan Luncurkan Alquran Terjemah 3 Bahasa Daerah

Kapuslitbang Lektur M Zain (tengah). foto: danil

Kapuslitbang Lektur M Zain (tengah). foto: danil

Jakarta (Kemenag) – Puslitbang Lektur , Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Kementerian Agama di akhir tahun ini akan meluncurkan Alquran Terjemah 3 Bahasa Daerah. Peluncuran akan dilakukan oleh Menag Lukman Hakim Saifuddin besok, 13 Desember 2018 di Jakarta.

“Besok, tanggal 13 Desember 2018 di Auditorium HM Rasjidi Kantor Kemenag Jalan MH Thamrin, Puslitbang Lektur akan meluncurkan Alquran Terjemah 3 Bahasa Daerah, yaitu Bahasa Aceh, Bugis, dan Madura. Insya Allah peluncuran dilakukan bapak Menteri Agama,” ujar Kepala Pusat Puslitbang Lektur , Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Badan Litbang dan Diklat M Zain saat Soft Launching dan Sosialisasi Awal Penerbitan Hasil Penelitian Puslitbang di Jakarta, Selasa (11/12).

Dikatakan M Zain, Alquran Terjemah 3 Bahasa Daerah Aceh, Bugis, dan Madura ini yang akan diluncurkan besok melengkapi 12 terjemah Alquran bahasa daerah lainnya yang sudah terbit yaitu, yaitu bahasa Sasak (Nusa Tenggara Barat), Kaili (Sulawesi Tenggara), Makassar (Sulawesi Selatan),Toraja (Sulawesi Tengan), Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Batak Angkola (Sumatera Utara) Minang (Sumatera Barat), Banyumasan (Jawa Tengah) Dayak (Kalbar), Ambon (Provinsi Maluku), Bali (Provinsi Bali), dan Banjar (Provins Kalimantan Selatan).

Zain mengungkapkan, terjemah Alquran dalam bahasa daerah ini merupakan bentuk komitmen Puslitbang Lektur untuk memberikan produk yang dbutuhkan masyarakat.

Menurutnya, ada sejumlah tujuan Alquran diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Pertama, kitab suci agama harus didekatkan dengan umatnya, supaya umat memiliki kedekatan dengan teks suci agamanya.

Kedua, agar bahasa daerah ini tidak cepat punah, menurutnya, bahasa daerah penting dilestarikan karena memiliki nilai luhur yang dipraktekan pendahulu.

“Alquran diterjemahkan ke bahasa daerah agar bahasa daerah tidak kehilangan penuturnya,” ujarnya.

“Bila penuturnya hilang, maka kita akan kehilangan nilai-nilai dan kearifan luhur dari bahasa daerah tersebut,” tambahnya.

Ketiga, moderasi agama. Menurutnya, tantangan kita sekarang adalah menguatnya intoleransi dalam praktek beragama. Ia menegaskan, hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap ruh agama sebagaimana termaktub dalam kitab suci.

Daerah Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua