Nasional

'Kado Katering' pada HAB Ke-61 Departemen Agama

Yogyakarta, 2/1 (Pinmas) - Departemen Agama pada 3 Januari 2007 genap berusia 61 tahun. Usia tua dan sangat matang untuk ukuran manusia. Namun, kematangan usia belum tentu menjamin kematangan kinerja. Dalam pelayanan ibadah haji misalnya, departemen yang memiliki `jam terbang` puluhan tahun melayani `tamu Allah` itu, tetap saja masih sering mengecewakan para jemaah haji.

Terakhir, `tragedi katering` yang dialami ribuan jemaah haji Indonesia di tanah suci. Keterlambatan pengadaan jatah makan bagi para jemaah haji yang sedang berada di tempat wukuf di padang Arafah, Arab Saudi menimbulkan masalah serius bagi pihak-pihak yang berkompeten. Menteri Agama Maftuh Basyuni telah meminta maaf kepada para jemaah haji Indonesia atas kejadian itu, dan pemerintah berjanji akan mengembalikan uang makan jemaah haji selama berada di Arafah dan Mina senilai sekitar 105 Riyal Arab Saudi.

Jika kemudian saling tuding siapa yang salah dalam masalah ini, tentu itu bukan cara yang bijak untuk mendapatkan solusi agar ke depan keterlambatan pengadaan jatah makan bagi para jemaah haji Indonesia tidak terulang lagi.

Terkait dengan kejadian tersebut, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa presiden merasa bertanggungjawab terhadap permasalahan warga negara Indonesia di mana pun mereka berada di seluruh dunia, adalah bukti tanggungjawabnya sebagai kepala negara. Sedangkan tanggungjawab pelaksanaan di lapangan, tentu menjadi tanggungjawab Menteri Agama.

Apabila kemudian muncul protes di kalangan jemaah haji Indonesia yang merasa dirugikan dengan kejadian itu, adalah hal yang wajar, karena mereka menuntut hak pelayanan sesuai biaya yang telah mereka keluarkan. Munculnya kecaman dari berbagai kalangan termasuk dari anggota DPR RI atas 'musibah kelaparan' yang dialami para jemaah haji Indonesia merupakan kritikan sekaligus kontrol sosial terhadap pemerintah dalam melayani warga negaranya yang sedang melaksanakan ibadah haji.

Kritikan tersebut tentu dimaksudkan agar pemerintah mawas diri dan mengevaluasi kinerjanya, sehingga di masa mendatang kejadian seperti itu tidak terulang. Sebelum ada kejadian tersebut, pada 25 Desember lalu muncul aksi unjukrasa belasan jemaah haji Indonesia dari kelompok terbang (kloter) 22 Embarkasi Solo di kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah.

Unjukrasa tersebut dipicu kekecewaan mereka terhadap fasilitas pemondokan yang menurut mereka tidak seperti yang dijanjikan. Mereka menuntut pengembalian uang 400 Riyal karena fasilitas pemondokan tidak sesuai seperti yang dijanjikan Pemerintah Indonesia. Menurut mereka, Menteri Agama pernah berjanji apabila pemondokan yang diperoleh para jemaah haji fasilitasnya buruk, dan jarak pemondokan dengan Masjidil Haram tergolong jauh yaitu lebih dari 1.200 meter, mereka berhak memperoleh uang pengembalian dari biaya yang telah dibayarkan.

Mengomentari adanya unjukrasa itu, Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Nanang Ismuhartoyo mengatakan aksi tersebut wajar, dan jemaah haji berhak menuntut pelayanan seperti yang dijanjikan pemerintah sebagai penyelenggara ibadah ini. Pemerintah sebagai penyedia jasa harus memenuhi apa yang pernah dijanjikan. "Dalam hal ini, jemaah haji sebagai konsumen berhak memperoleh layanan jasa maupun fasilitas sesuai besaran biaya yang telah mereka bayarkan kepada pemerintah," kata dia. Menurut Nanang, Pemerintah Indonesia sebagai pihak yang mengurusi perjalanan ibadah haji sejak sebelum keberangkatan, selama di perjalanan dan selama di tanah suci hingga perjalanan kembali ke tanah air, semestinya berkewajiban memberikan pelayanan dan menyediakan sarana maupun fasilitas seperti yang dijanjikan.

"Para jemaah haji berhak memperoleh layanan dan fasilitas sesuai besaran biaya yang telah dibayarkannya kepada pihak yang mengurusi atau penyelenggara yaitu pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama," katanya. Ia mengatakan, kalau memang Departemen Agama sudah tidak lagi mampu menangani tugas itu, terutama dalam hal pelayanan dan penyediaan fasilitas yang baik sesuai yang dijanjikan, sebaiknya urusan tersebut diserahkan kepada swasta.

"Mengapa tidak diserahkan ke pihak swasta kalau memang tak mampu lagi memberikan pelayanan yang baik, agar ke depan tidak terulang lagi ada unjukrasa seperti itu yang sangat memalukan bagi Pemerintah Indonesia," kata dia. Nanang menilai dengan kejadian tersebut mudah-mudahan menjadi pembelajaran bagi Pemerintah Indonesia khususnya Departemen Agama, sekaligus dijadikan evaluasi untuk pembenahan pelayanan di masa-masa mendatang.

"Satu hal yang perlu diingat pemerintah, jangan menganggap atau menjadikan jemaah haji sebagai obyek yang tak mungkin melakukan protes apalagi sampai berunjukrasa karena sedang beribadah, sehingga mereka bisa diperlakukan semena-mena hanya demi kepentingan oknum-oknum penyelenggara," katanya.

Menurut dia, tampaknya pemerintah memang tidak pernah jera dengan berbagai protes yang dilakukan jemaah haji asal Indonesia selama ini terkait dengan pelayanan yang buruk. "Apabila ini terus dibiarkan, tentu akan merusak citra Pemerintah Indonesia," kata Nanang Ismuhartoyo. (Ant/Ims)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua