Opini

In Memorium Faisal Ismail (Ilmuwan, Pejabat dan Duta Besar)  

Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA (almarhum)

Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA (almarhum)

Jumat 10 Juni 2022 berita duka pertama kali saya terima dari Agus Basri mantan wartawan senior Majalah Tempo bahwa Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA, guru besar senior dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama telah berpulang ke rahmatullah di Yogyakarta. Sebuah kabar duka yang membuat saya terhenyak.

Seminggu yang lalu tepatnya 2 Juni 2022 saya masih berkomunikasi dengan almarhum. Pernyataan saya di media massa berjudul; Hari Lahir Pancasila, Kemenag: Lima Sila Pancasila dan Nilai-Nilai Islam Saling Memperkuat, saya share kepada beliau melalui whatsapp. Pak Faisal Ismail memberi komentar apresiatif. “Baik sekali Dik Fuad, Saya sudah baca. Salam sehat.”

Saya sering mengirim artikel opini yang dipublikasikan di website dan media online, selalu dibaca dan diberi komentar positif. Tulisan “In Memorium Ahmad Syafii Maarif Pemikir Bangsa Cendekiawan Bersahaja” saya kirim kepada Pak Faisal Ismail tanggal 29 Mei 2022. Menurut beliau; ulasan yang saya tulis tentang Buya Syafii Maarif, baik sekali, sangat mencerahkan. Saya tidak menduga sekitar dua minggu kemudian saya menulis “In Memorium Faisal Ismail.”

Pesan almarhum yang selalu saya ingat ialah agar terus menulis, kreatif dan produktif, semoga berkah. Saya bersyukur dapat mengenal akrab Pak Faisal Ismail, seorang mantan pejabat tinggi dan ilmuwan yang santun, tenang, rendah hati dan bersahaja. Setelah seseorang tidak memegang jabatan, hubungan kemanusiaan menjadi lebih bermakna.

Faisal Ismail lahir di Sumenep Madura 15 Mei 1947 dan meninggal dalam usia 75 tahun. Ia menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Rakyat (SD Negeri) di Prenduan Sumenap Madura (tamat 1959), PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) di Pamekasan Madura (tamat 1963). Menempuh pendidikan di PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) Yogyakarta. PHIN merupakan sekolah dinas Kementerian Agama pada masa itu, selain ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama), tamat 1966. Melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta (tamat 1973).

Melalui program beasiswa Fulbright, Faisal Ismail melanjutkan studi ke jenjang S2 bidang kajian Sejarah Islam pada Department of Middle East Languages and Cultures Columbia University, New York, Amerika Serikat (1986 – 1988). Pada September 1991, ia berkesempatan mengambil program doktor pada Institute of Islamic Studies McGill University Montreal Kanada. Faisal Ismail lulus dengan gelar Ph.D pada tahun 1995 dengan disertasi berjudul: “Islam in Indonesian Politics, A Study of Muslim Reponses to and Acceptance of the Pancasila”.

Setelah pulang ke tanah air, ia menjadi pengajar tetap di Fakultas Dakwah dan Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Selain itu, mengajar di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta (sejak 1996), Program Pascassarjana Teologia Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta (1996 – 1999) dan Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang (1999). Pada September 1997, Faisal Ismail dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang studi Sejarah Peradaban Islam IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Di samping mengajar di ruang kuliah, Faisal Ismail sejak 1977 sampai terakhir, aktif membimbing para mahasiswa dalam penulisan skripsi, tesis dan disertasi. Sebagai ilmuwan, Faisal Ismail sering menghadiri dan berpartisipasi dalam forum ilmiah seperti focus group discussion, seminar dan konperensi baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia pernah mengajar sebagai professor tamu di almamaternya Institute of Islamic Studies McGill University Montreal Kanada, mengampu mata kuliah “Modern Islamic Development in Indonesia” (Januari – April 1999).

Sebagai pegawai negeri sipil (PNS) Faisal Ismail meniti karier mulai dari golongan II a (Pengatur Muda untuk lulusan setingkat SMA) pada Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Bali di Denpasar tahun 1973 – 1974. Ia kemudian mutasi menjadi tenaga pengajar pada IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah bertugas sebagai Sekretaris Fakultas Dakwah dan Pembantu Dekan Bidang Akademik. Sepulang dari pendidikan di luar negeri, ia dipromosikan menjadi Asisten Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Dekan Fakultas Dakwah (1997 – 2000), Ketua Senat Fakultas, Anggota Senat Universitas, dan terakhir sebagai Direktur Program Pascasarjana (Maret – Mei 2000).

Pada tahun 2000 ia hijrah ke Jakarta karena dipromosikan sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama (dahulu Departemen Agama) sampai tahun 2002. Selanjutnya menjabat Sekretaris Jenderal tahun 2002 sampai 2006. Semenjak tahun 2004 saya direkrut sebagai tim penulis bahan pidato menteri agama dengan SK yang ditanda-tangani langsung oleh Sekretaris Jenderal Prof. Dr. H. Faisal Ismail, MA.

Jabatan terakhir Faisal Ismail di Kementerian Agama adalah Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (Juli – November 2006). Ia menjalankan tugas sebagai pejabat eselon 1 di bawah kepemimpinan tiga orang Menteri Agama secara berturut-turut yaitu K.H.M. Tholhah Hasan, Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawwar, dan Muhammad Maftuh Basyuni. Selama pengabdiannya di Kementerian Agama tentu tidak sedikit kebijakan dan kontribusi pemikiran beliau yang bermanfaat terhadap institusi Kementerian Agama dan kehidupan beragama di negara kita.

Pada akhir tahun 2006, Faisal Ismail diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Negara Kuwait Merangkap Kerajaan Bahrain. Ia mengemban tugas Duta Besar RI berkedudukan di Kuwait City dari tahun 2006 sampai dengan 2010.

Setelah mengakhiri tugas Duta Besar, Faisal Ismail kembali ke kampus sebagai Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hingga mencapai batas usia pensiun 70 tahun. Ia kemudian diminta menjadi Guru Besar Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Salah satu yang mengagumkan dari almarhum, selama menjadi pejabat tinggi Kementerian Agama, Duta Besar dan kembali mengajar di kampus, aktivitas dan produktifitas menulis tidak pernah ditinggalkannya. Sebagaimana pernah diceritakannya bahwa menulis buku bukan karena mengharap materi yang tidak seberapa bahkan ada yang tidak mendapat apa-apa. Tetapi di balik itu ada kepuasan batin dan amal shaleh menyebarluaskan ilmu yang bermanfaat. Meski usianya telah di atas 70 tahun, Faisal Ismail masih produktif menulis dan menerbitkan buku, sebagian merupakan kumpulan artikel. Bagi almarhum menulis/mengarang merupakan panggilan jiwa yang telah ditekuninya sejak muda.

Semasa menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, beberapa kali almarhum menghadiahkan buku karya terbarunya kepada saya. Sejumlah buku-buku karya Faisal Ismail yang saya punya semakin terasa bernilai setelah pengarangnya sudah tiada.

Di mata saya almarhum adalah ilmuwan sejati yang selalu mendorong kader-kader muda agar mengikuti jejaknya, terutama dalam menyebarluaskan pesan-pesan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dan memberi kontribusi dalam membangun kesadaran beragama dan kesadaran moral masyarakat melalui penguatan literasi.

Faisal Ismail merupakan ilmuwan berpendidikan Barat yang berpikir inklusif, memiliki komitmen kuat dalam memegang teguh kebenaran ajaran Islam dan secara persuasif-sistematis-rasional mampu menjelaskan kepada umat. Dalam buku Islam Idealitas Qur’ani Realitas Insani (2018) Faisal Ismail mengemukakan: Islam adalah seperangkat doktrin sebagaimana tertera dalam Alquran dan Sunah Nabi. Ketika Islam disiarkan dan diamalkan oleh pemeluknya di suatu ruang dan waktu, di situ nilai-nilai Islam berinteraksi dengan tatanan adat, kebiasaan, budaya, dan nilai-nilai agama/kepercayaan non-Islam yang berkembang dalam kehidupan masyarakat setempat. Terjadi konversi dari agama/kepercayaan non-Islam ke agama Islam. Konversi ke agama Islam tidak terjadi secara menyeluruh, masih ada sisa-sisa agama/kepercayaan lama yang tertinggal. Islam sangat menoleransi adat, kebiasaan, dan budaya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya, masjid di Nusantara tidak harus sama dengan masjid di Arab Saudi. Budaya lokal memengaruhi bentuk-bentuk masjid di Nusantara. Pernikahan secara agama Islam adalah sama bagi semua pemeluk Islam, tetapi upacara adatnya bisa berbeda di kalangan misalnya komunitas muslim di Jawa dan muslim di Minangkabau. Komunitas Nahdlatul Ulama mempraktikkan tahlil, tarekat, dan tawasul. NU menilai, praktik ini tidak bertentangan dengan Islam. Salah besar kalau dikatakan tradisi NU itu sebagai ”Islam NU.” Tidak ada Islam NU. Yang ada adalah tradisi keagamaan komunitas NU. Karena merupakan tradisi atau budaya, komunitas muslim non-NU boleh saja tidak mempraktikkan tahlil, tarekat, dan tawasul.”

Mengenai sekularisme, Faisal Ismail tegas menyatakan, “Ide sekuler dan sekularisme sudah sepantasnya tidak boleh berkembang dan tidak boleh dikembangkan di Bumi Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Suatu ketika saya terima pesan whatsapp dari Faisal Ismail tentang pendapat seorang cendekiawan yang mengatakan agama Islam tidak lengkap. “Bagaimana tanggapan dik Fuad?” Saya menanggapi, “Kalau ajaran Islam menurutnya yang tidak lengkap perlu dilihat; apakah yang dimaksudkan adalah ajaran instrumental hasil ijtihad (fiqh). Tapi kalau ajaran pokok Islam (syariah), tidak tepat kesimpulan yang mengatakan tidak lengkap.” Faisal Ismail, setuju dengan tanggapan demikian. Secara tidak langsung ia mengajak berpikir kritis-analitis.

Semenjak muda Faisal Ismail dikenal sebagai penyair dan penulis. Semasa belajar di PHIN Yogyakarta, ia rajin menulis sajak dan artikel yang dipublikasikan di majalah dinding sekolahnya. Sajak-sajaknya dimuat di majalah sastra di antaranya Horison, Basis dan Mimbar. Semasa menjadi mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga ia pernah memenangkan lomba mengarang di kampusnya. Sekitar tahun 1966 – 1970 aktif dalam Himpunan Pengarang Muda Yogya. Buku kumpulan sajak tunggalnya diterbitkan dengan judul Obsesi (1982).

Sejak puluhan tahun lalu karya Faisal Ismail berupa esei dan puisi pernah dimuat di majalah Panji Masyarakat, Kiblat, Suara Muhammadiyah dan media yang lain sejak dekade 1960-an. Dalam dekade terakhir ia sering menulis di surat kabar harian Kedaulatan Rakyat (KR), Koran Sindo dan Media Indonesia.

Sebagai mantan pejabat, Faisal Ismail dan siapa pun, mungkin suatu saat akan dilupakan dalam pergantian generasi di lingkungan birokrasi. Tetapi sebagai orang baik dan ilmuwan yang mengajarkan ilmu dan banyak menulis, nama beliau akan tetap dikenang selama buku-buku hasil karyanya memberi manfaat.

Semasa hidupnya almarhum telah menulis dan menerbitkan puluhan buku tentang sosial-keagamaan sejak, sejarah dan kebudayaan, antara lain: Tak Ada Redefinisi Moral Dalam Islam, Sejarah dan Kebudayaan Islam Dari Zaman Permulaan Hingga Zaman Khulafaurrasyidin, Pijar-Pijar Islam, Islam Yang Produktif, Islam: Dinamika Dialogis Keilmuwan, Kebudayaan dan Kemanusiaan, Paradigma Pendidikan Islam, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis Analisis Historis, Masa Depan Pendidikan Islam, Polemik Pemikiran Pembaruan Islam Ahmad Wahib, NU Moderatisme dan Pluralisme, Islam Konstitusionalisme dan Pluralisme, Dinamika Islam Milenial, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII – XIII Masehi), Membongkar Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid Seputar Isu Sekularisme Dalam Islam, Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama, Studi Islam Kontemporer: Pendekatan dan Kajian Interdisipliner, Islam Melacak Konteks Menguak Teks, NU, Gusdurisme dan Politik Kiyai, Islam Transformasi Sosial dan Kontinuitas Sejarah, Islam Doktrin dan Isu-Isu Kontemporer, Ketegangan Kreatif Peradaban Islam: Idealisme versis Realisme, Pencerahan Spiritualitas Islam Di Tengah Kemelut Zaman Edan (Kumpulan Kolom Hikmah Ramadhan yang ditulis Faisal Ismail di surat kabar harian Kedaulatan Rakyat), Panorama Sejarah Islam dan Politik Di Indonesia: Sebuah Studi Komprehensif, Islam: Idealitas Qurani Realitas Insani, dan lain-lain. Karya terakhirnya Kontroversi Pembaruan Pemikiran Islam: Studi Kritis Apresiatif, sedang dalam proses penerbitan.

Satu lagi buku berisi bunga rampai tokoh yang sedang dipersiapan oleh UII Yogyakarta dan diprogramkan terbit tahun 2022. Dalam buku itu Faisal Ismail mendapat tugas menulis tentang Menteri Agama Pertama Prof. Dr. H.M. Rasjidi. Pak Faisal Ismail menghubungi saya meminta data H.M. Rasjidi dan keluarganya yang saya ketahui, melengkapi data yang beliau punya.

Selamat Jalan Profesor dan Duta Besar Faisal Ismail. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Umat Islam dan bangsa Indonesia kembali kehilangan tokoh intelektual, sumber ilmu dan mata air keteladanan. Terima kasih atas segala bimbingan dan persahabatan yang akan tetap dikenang selamanya. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya dan meninggikan derajat almarhum di akhirat.

M. Fuad Nasar (Sesditjen Bimas Islam)


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Opini Lainnya Lihat Semua

Keislaman Lainnya Lihat Semua

Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)
Puasa Birokrat