Khonghucu

Hutan Sarana Hidup Kita

Dra Ws Tan Minggayani, M.Ag  (Dosen STIKIN  & Ketua MGMP Agm Khonghucu dan budi pekerti Prov DKI)

Dra Ws Tan Minggayani, M.Ag  (Dosen STIKIN  & Ketua MGMP Agm Khonghucu dan budi pekerti Prov DKI)

Hanya Kebajikan Tuhan berkenan, Wei de dong Tian, shanzai. Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan, Huang Tian Yang Maha Mulia, penilik dan pembimbing hidup kita. Betapa Huang Tian amat menyayangi kita semua. Kita ingat sejak lahir, alam menyambut kita dengan hangat. Air, angin, udara begitu berlimpah dan mudah kita peroleh, masih relatif murah. Kita harus mensyukuri tanah dan alam Indonesia. Selain indah dan penuh keragaman, musimnya juga sangat bersahabat bagi kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya. Cuaca hangat dan hujan turun pada bulan-bulan tertentu meski pada beberapa kesempatan terasa kurang tepat waktu.

Mimbar Khonghucu kali ini membahas satu hal yang seringkali diabaikan begitu saja, padahal penting dan sangat berpengaruh pada kehidupan kita. Yaitu alam sebagai sarana hidup kita. Pernahkah terpikir oleh kita, bagaimana kehidupan kita bila tidak tersedia cukup air bersih? Dari manakah datangnya air bersih itu? Dari mana udara bersih yang kita hirup? Air mengalami siklus dan salah satu komponen penting dalam siklus air adalah adanya hutan, khususnya hutan tropis.

Masalah Hutan
Tulisan berjudul “Hutan tropis dan perubahan iklim” dari the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengungkapkan bahwa pembatasan pemanasan global hingga 1,5°C akan membutuhkan perubahan yang cepat dan masif yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam semua aspek kehidupan manusia. Laporan tersebut menunjukkan bahwa planet ini sudah menderita akibat pemanasan global 1°C dalam cuaca yang lebih ekstrem, naiknya permukaan laut, es laut Kutub Utara yang semakin berkurang dan perubahan lainnya.

Laporan IPCC juga mengungkapkan bahwa kita memiliki lebih sedikit waktu dari yang diperkirakan semula yaitu tahun 2030 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 °C. Di atas itu, bahkan setengah derajat, akan secara signifikan memperburuk risiko kekeringan, banjir, panas ekstrem, dan kemiskinan bagi ratusan juta orang.

The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) merilis Penilaian Global terbarunya pada Mei 2019. Laporan ini menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan dalam jasa alam dan ekosistem. Penilaian ini mengungkapkan bahwa hingga 1 juta spesies saat ini menghadapi kepunahan, yang dapat terjadi segera dalam sejarah kehidupan manusia. Lebih dari 50 persen spesies tumbuhan dan hewan di planet ini terdapat di hutan tropis.

Lebih jauh tentang hutan, dalam laporan itu dikatakan bahwa hutan memainkan peran penting dalam mengatur iklim bumi. Hutan adalah satu-satunya solusi yang aman, terbukti, alami untuk penangkapan dan penyimpanan karbon. Penggundulan hutan tropis merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Ketika hutan ditebangi dan pohon-pohon dibakar atau membusuk, karbon yang tersimpan di dalamnya terlepas kembali ke atmosfer. Kerusakan hutan tidak hanya mengeluarkan emisi karbon, tetapi juga mengurangi kemampuan alam untuk menyerapnya. Seandainya penggundulan hutan tropis adalah sebuah negara, maka kontribusi tahunannya terhadap emisi yang menyebabkan perubahan iklim akan lebih besar daripada kontribusi seluruh Uni Eropa. Penelitian menunjukkan bahwa perlindungan, restorasi dan pengelolaan hutan berkelanjutan akan memberikan hingga sepertiga dari pengurangan emisi yang diperlukan untuk memenuhi tujuan iklim kita.

Ajaran Khonghucu tentang Alam Semesta
Sangat mengerikan dengan keadaan dunia, terutama kondisi hutannya. Bagi umat Khonghucu yang diajarkan tentang adanya tiga alam (San Cai) dalam dunia; seyogyanya harus lebih peduli dan dapat bersama-sama mengupayakan kelestarian hutan yang ada. Bahkan, kita seharusnya dapat berbuat lebih dalam upaya penyelamatan hutan, dalam arti alam yang lebih luas.

Ajaran San Cai yang dimaksud adalah bahwa di kehidupan ini terdapat tiga alam yang saling mempengaruhi dengan sangat dekat dan manusia adalah komponen yang aktif. Tiga alam itu adalah Tuhan (Tian Dao), alam semesta (Di Dao) dan kita sebagai alam manusia (Ren Dao).

Umat Khonghucu dapat mengagendakan gerakan penyelamatan hutan; misal dengan membentuk kelompok kerja di setiap Majelis Agama Khonghucu Indonesia dan semacamnya. Ini penting dilakukan guna membantu pemerintah dan juga masyarakat sekitar hutan, termasuk dalam menjaga kelanjutan kehidupan anak-cucu kita sendiri. Sebagai umat Khonghucu yang utuh, seyogyanya kita merasa terpanggil dan bahkan timbul rasa tanggung jawab moral untuk turut menjaga lingkungan hidupnya sejak kecil.

Ajaran moral tentang menjaga dan melestarikan alam telah dibiasakan sejak kecil sejak turun temurun. Misal, untuk menggunakan air secukupnya, menghabiskan makanan yang ada di piring kita, menghemat penggunaan listrik, menyiram tanaman, menjaga benda atau barang yang dipakai dengan menggunakannya dengan berhati-hati dan bersih.

Selain itu, kita juga dapat bekerja sama dengan organisasi penjaga lingkungan hidup. Masyarakat adat merupakan mitra penting dalam segala upaya melindungi hutan tropis dan satwa liar. Penelitian menunjukkan bahwa walaupun kurang dari 5 persen dari populasi global, masyarakat adat mengelola lebih dari 80 persen keanekaragaman hayati global.

Interfaith Rainforest Initiative (IRI) adalah aliansi internasional lintas agama yang membawa pengaruh moral dan kepemimpinan berbasis agama pada upaya global untuk mengakhiri penggundulan hutan tropis. IRI berfungsi sebagai wadah bagi para pemimpin agama dan komunitas agama untuk bekerja bahu-membahu dengan masyarakat adat, pemerintah, masyarakat sipil, dan dunia usaha dalam aksi-aksi yang melindungi hutan tropis dan melindungi mereka yang berperan sebagai penjaganya. Prakarsa ini diluncurkan di Nobel Peace Center di Oslo, Norwegia, pada 19 Juni 2017.

Hal kerja sama ini penting segera dilakukan. Sebab, sudah muncul laporan bahwa pada tahun 2018 saja ada 164 pembela lingkungan tewas saat melindungi tanah, wilayah, dan hutan mereka dari kehancuran. Sejumlah besar dari mereka adalah penduduk asli. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa walaupun kurang dari 5 persen dari populasi global, masyarakat adat mengelola lebih dari 80 persen keanekaragaman hayati global. Masyarakat adat dan komunitas hutan berada di garis depan menghadapi krisis penggundulan hutan. Kehidupan dan mata pencaharian mereka terancam oleh operator penebangan dan penambangan liar, pemburu gelap, pengedar narkoba, agribisnis, dan sejumlah oknum.

Kerusakan maupun kebakaran hutan sangat berpengaruh bagi keseluruhan komunitas, bahkan tidak hanya di daerah yang terbakar saja, melainkan meluas. Bila lapisan gambut, hasil hutan, hewan margasatwa, pepohonan adalah penjaga keseimbangan dan kelanggengan siklus kehidupan turun temurun, rusak, maka akan merusak lapisan udara juga. Seluruh tatanan kehidupan seluruh dunia akan terdampak olehnya.

Ayat suci tentang perawatan alam semesta sebagai sarana hidup sejak zaman raja suci tahun 2700-an SM (sebelum Masehi) telah diajarkan. Misalnya tentang besarnya kerapatan jala ikan, tentang penebangan pohon, tentang sasaran berburu dan kewajiban menanam pohon lebih banyak bila harus menebang.

Nabi Kongzi mau memancing tetapi tidak mau menjaring, mau memanah burung tetapi tidak mau yang sedang hinggap.

Selanjutnya dalam kitab bakti juga dijelaskan tentang menjaga kelestarian lingkungan sebagai satu kewajiban bakti. Zeng Zi seorang murid Nabi Kongzi berkata: “Pohon dipotong hanya pada waktunya; burung-hewan dipotong hanya pada waktunya”, Nabi Kongzi bersabda: “Sekali memotong pohon, sekali memotong hewan tidak pada waktunya; itu tidak berbakti.”

Telah sering terjadi kebakaran hutan baik yang disengaja maupun tidak, namun akibat yang ditimbulkan sangat luas. Selain lepasnya karbondioksida ke alam, juga musnahnya kehidupan di dalam hutan dan sekitarnya. Hal itu berakibat proses pemanasan lapisan tanah dan bila kemudian bercampur air, pergantian panas dan dingin dapat berakibat munculnya kehidupan zat organic. Tidak dipungkiri juga dapat memunculkan tumbuhnya kehidupan jasad renik, virus, sel tunggal lain, sampai bersifat pathogen.

Bagaimana tanggapan para pembaca setelah menyimak bacaan dan kenyataan tentang hutan (alam semesta) ini? Apakah dapat menimbulkan niat positif dan usaha yang dapat turut menjaga alam sekitar sebagai sarana hidup kita? Mari kita mulai dengan menghemat penggunaan air bersih, banyak menanam pohon, tidak memotong pohon dan membunuh hewan bila tidak bermanfaat.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari dan sampai kepada anak cucu kita. Kiranya Huang Tian, para Nabi, para Shen Ming dan para leluhur selalu menilik, membimbing dan menyertai kita semua. Shanzai

Dra Ws Tan Minggayani, M.Ag (Dosen STIKIN & Ketua MGMP Agm Khonghucu dan budi pekerti Prov DKI)


Fotografer: Istimewa

Khonghucu Lainnya Lihat Semua

Js Jenny Sudjiono (Rohaniwan Khonghucu)
Berkah di Jalan Tian

Mimbar Agama Lainnya Lihat Semua

Khutbah Jumat
Keagungan Ramadan