Internasional

Buka Simposium Internasional Kehidupan Keagamaan, Menag Sampaikan Lima Isu Penting Terkait Kehidupan Keagamaan

Mewakili Menag, Dirjen Pendis Kamaruddin Amin sampaikan sambutan Menag Pembukaan International Symposium on Religious Life. (foto:sandi)

Mewakili Menag, Dirjen Pendis Kamaruddin Amin sampaikan sambutan Menag Pembukaan International Symposium on Religious Life. (foto:sandi)

Jakarta (Pinmas) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, salah satu prioritas Kementerian Agama di awal Pemerintahan Kabinet Kerja ini, yakni penyiapan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB).

"Saat ini tim internal sedang terus bekerja untuk hal ini,” ujar Menag yang sambutannya dibacakan Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin saat membuka resmi International Symposium on Religious Life di Jakarta, Rabu (5/10).

Menag dalam sambutannya kembali menyampaikan lima isu penting terkait kehidupan keagamaan yang dinilai Menag sangat penting menjadi perhatian bersama. Pertama, soal posisi penganut agama-agama di luar enam agama. Dikatakan Menag, adalah fakta sosiologis, saat ini di negara kita ada penduduk yang menganut agama secara sukarela sesuai keinginannya di luar agama yang sudah dilayani Pemerintah.

"Maka relevan dengan tema simposium ini, Managing Diversity, Fostering Harmony, kita perlu memikirkan bagaimana sebaiknya bentuk pelayanan Pemerintah kepada mereka," kata Menag.

Kedua, terang Menag, soal kasus-kasus pendirian rumah ibadat dan tempat ibadat yang masih banyak terjadi. Menurutnya, kita memiliki PMB No. 9 dan 8 tahun 2006 yang antara lain mengatur soal ini. Hanya saja, ujar Menag, fakta masih adanya kasus-kasus di seputar rumah ibadat memunculkan pertanyaan, di mana inefektivitasnya?

"Banyak pihak, khususnya masyarakat bahkan aparat di lapangan, ternyata belum tahu dan memahami aturan ini, apakah perlu sosialisasi lagi?," tanya Menag.

Isu ketiga, lanjut Menag, munculnya gerakan-gerakan keagamaan yang kian meningkat. Kemunculan gerakan-gerakan ini dan respon terhadapnya, terang Menag, menjadikan kita perlu melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam karena secara faktual menyebabkan gangguan kerukunan internal atau antarumat beragama.

Keempat, jelas Menag, adanya tindakan kekerasan terutama terhadap kelompok minoritas. Hal ini bagi Menag menjadi perhatiannya, karena selain mengabaikan penghormatan atas HAM, juga kasus ini menjadi gaung hingga ke dunia internasional yang menyebabkan negara kita merasa terpojok. Kelima, kata Menag yang menjadi isu penting adalah adanya penafsiran keagamaan tertentu yang kemudian mengancam kelompok agama yang memiliki tafsir . Hal ini berkaitan juga dengan persoalan keempat sebelumnya.

Dalam kaitan ini, kepada peserta simposium, Menag mengharapkan peserta memberikan masukan, bagaimana kita semestinya menangani persoalan-persoalan tersebut.

"Saya mengapresiasi, banyak peserta simposium ini berasal dari akademisi, peneliti, aktivis sosial yang memiliki kepedulian terhadap isu-isu kehidupan keagamaan. Dengan demikian, kami persilahkan untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi yang membangun dan dapat membantu Kemenag dalam menyusun kebijakan yang lebih baik ke depan," ucap Menag.

Simposium ini diikuti oleh 150 peserta, terdiri dari; 100 peserta (dari call papers terbaik), dan 50 peserta dari kalangan peneliti di lingkungan Balitbangdiklat Kemenag. Hadir sebagai narasumber, Prof. Robert W. Hefner dari Boston University, Prof. Azyumardi Azra dari UIN Jakarta, Gamal Farouk Gibril dari Al-Azhar University, Cairo, Mesir, dan Prof. Abdurrahman Masud, Kabalitbangdiklat Kemenag. (dm/dm).

Internasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua