Nasional

Bhante Dhammasubho Mahathera: Pradaksina, Sikap Hormat Masyarakat Buddhis

Bhante Dhammasubho Mahathera

Bhante Dhammasubho Mahathera

Jakarta (Kemenag) --- Pada umumnya di dalam diri setiap orang selalu terdapat kehendak yang hampir sama. Misalnya, kehendak untuk menjadi yang lebih baik dalam pelbagai bidang apapun, serta tidak adanya niat secara langsung adanya penghinaan.

Kehendak-kehendak itu semua secara tidak langsung telah menunjukkan kepribadian umat manusia untuk memiliki sebuah martabat atau kehormatan yang baik di dalam kehidupan mereka. Dalam agama Buddha misalnya, ada lima sikap hormat yang diajarkan sejak dulu. Sama halnya, yang digaungkan oleh Kementerian Agama nilai-nilai Moderasi Beragama.

Di sela Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) dan Asadha Mahapuja 2566 BE/2022M yang berlangsung di taman Lumbini Candi Agung Borobudur, Bhante Dhammasubho Mahathera menyampaikan bahwa ada lima sikap berlaku hormat bagi masyarakat Buddhis. Kelima sikap itu adalah Anjali, Namaskara (sujud), Pradaksina, Utana, Hamachikama.

Karena bertepatan dengan hari raya Asadha Mahapuja 2566 BE, dan dilaksanakan Pradaksina, Bhante Dhammasubho Mahathera menjelaskan bahwa ini merupakan giat mengitari sebuah obyek pemujaan. Mengitari obyek pemujaan ini dilakukan sebanyak tiga kali.

Kenapa tiga kali? Bhante Dhammasubho Mahathera menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini semua manusia harus sejalan dari fikiran, perkataan, dan perbuatan. Sementara, dalam bahasa pemujaan ini menggunakan tiga simbol yakni, bunga (keindahan kehidupan), lilin (memberikan penerangan), dan Dupa (biar lebur menjadi abu, namun memberikan harum bagi lingkungan sekitar).

“Ini menjadi pola dasar, pendidikan karakter umat Buddha diberikan sejak anak-anak masih usia dini,” kata Bhante Dhammasubho Mahathera, di Borobudur, Minggu (10/7/2022).

“Anjali memang sudah populer dikalangan masyakarat Buddhis, seperti Namaskara (sujud). Sejak dulu umat Buddha diajari bersujud, dimana sekarang budaya sujud tak sedikit terganti dengan budaya yak-yakan, dan akhirnya anak-anak tidak mengerti lagi budaya sujud kepada orangtua,” tandas Bhante Dhammasubho Mahathera.

Bhante Dhammasubho Mahathera juga menjelaskan bahwa Utana berarti berdiri, dalam artian, penghormatan antara senior dan junior. Misalnya, dalam pendidikan Tentara, kalau mendatangi para senior, tanpa alasan junior harus respect dan berdiri. Ketika junior tanpa alasan terhadap seniornya mesti siap.

“Inilah Utana, dirumah anak-anak diajarkan ketika orangtua datang, anak-anak harus bersikap hormat dengan berdiri lalu dipersilahkan duduk,” kata Bhante Dhammasubho Mahathera.

Selanjutnya, Samichikama, ini bentuk kepedulian atau care. Tidak mesti diperintah, tidak mesti harus dipanggil, tapi harus merasa terpanggil untuk membantu beban dan penderitaan orang lain dan diri sendiri.

“Sehingga ketika kita membantu itu bukan terpaksa atau dipaksa, tapi merasa terpanggil untuk membantu orang lain. Itulah etika Buddhis yang diajarkan sejak dini,”tandas Bhante Dhammasubho Mahathera.

Selamat Hari Asada 2566 BE bagi Umat Buddha.


Editor: Moh Khoeron
Fotografer: Istimewa

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua