Nasional

Agama Bukan Penyebab Kerusuhan Tapi Bisa Tingkatkan Ekskalasi Konflik

Jakarta, 1/6 (Pinmas) - Agama tidak menjadi penyebab awal kasus kerusuhan dan pembantaian di tanah air tetapi diakui bisa meningkatkan eskalasi konflik ketika kelompok bertikai menggunakan sentimen agama untuk memperoleh dukungan cepat dan luas. "Kenyataan itu ada pada kerusuhan Ambon (1998), Poso (1998) dan Maluku Utara (2000) yang pada awalnya disebabkan kesenjangan ekonomi dan kepentingan politik, sedangkan isu agama muncul belakangan," kata Sekretaris Badan Peneliian dan Pengembangan Depag, Mujahid di Jakarta, Kamis.

Faktor-faktor lain yang menyebabkan ketidakrukunan itu selain kesenjangan ekonomi dan kepentingan politik, juga faktor perbedaan sosial budaya dan kemajuan teknologi informasi.Awalnya, menurut dia, kehadiran penduduk pendatang sering menimbulkan kecemburuan karena munculnya kesenjangan ekonomi karena pendatang biasanya lebih ulet dan berhasil dibanding penduduk asli.Selanjutnya dalam berbagai kasus muncul suatu kelompok politik yang seringkali dipengaruhi misi keagamaan dari para elit kelompok politik tersebut.

Namun, urainya, ketegangan di antara elit politik ternyata dilihat masyarakat sebagai pertentangan antara kelompok politik yang berbeda agama.Demikian pula perbedaan nilai budaya juga dapat menyebabkan konflik bila suatu komunitas yang kebetulan beragama tertentu tersinggung atas tindakan pihak lain yang kebetulan berbeda agama, kurang memahami budaya yang dihormati, ujarnya. "Konflik kemudian semakin meluas karena berita yang cepat tersiar lebih banyak bersifat provokatif," katanya.Untuk memelihara kerukunan umat beragama, ujarnya, Pemerintah mengambil kebijakan dengan cara memberdayakan masyarakat, kelompok dan pemuka agama untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. Dialog pengembangan wawasan multikultural pemuka agama yang difasilitasi pemerintah telah menemukan kearifan lokal dalam membina kehidupan harmonis masyarakat yang berbeda agama.

"Di Sumatera Utara ada adat `dalihan na tolu`. Di Jambi dan Riau ada budaya Melayu yang sarat petuah bijak. Di Jatim ada konsep `siro yo ingsun, ingsun yo siro`.Di Kalteng ada `rumah betang` di Sulsel ada `Sipakalebbi dan Sipakatau` atau di Bali ada konsep `menyama braya," katanya.Untuk menjaga kerukunan, tambahnya, Depag juga membuat rambu-rambu dalam pengelolaan kerukunan beragama seperti Peraturan Bersama Menag dan Mendagri no 9 dan 8 tahun 2006."Ini karena faktor agama seperti pendirian rumah ibadat dan penyiaran agama, seringkali juga menyimpan konflik, yang karena itu perlu diberi rambu," katanya. (Ant/Ba)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua