Nasional

Wartawan Sepakati Pedoman Penulisan Bidang Keagamaan

Bandung (Pinmas) —- Pedoman penulisan sangat dibutuhkan oleh para jurnalis untuk menjalankan tugasnya, termasuk ketika membuat tulisan tentang keagamaan. Dalam kaitan ini, para wartawan sepakat mengubah pedoman penulisan bidang agama yang pernah dibuat oleh kelompok wartawan Departemen Agama pada tahun 1974.

“Kebetulan saya masih ingat sejarah lahirnya pedoman penulisan bidang agama, yakni tahun 1974 oleh kelompok wartawan Departemen Agama. Pedoman itu perlu diamandemen,” kata Mustafa Helmy, wartawan senior pada workshop peningkatan peran jurnalis dalam pembinaan kerukunan umat beragama di Bandung.

Sebanyak 55 wartawan dari berbagai media massa di Jawa Barat, Banten dan wartawan unit Kementerian Agama hadir dalam acara yang berlangsung 17-19 Juli 2014. Hadir pula Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), Mubarak, Ketua Dewan Penasehat PWI Tarman Azzam dan Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Muhammad Ridho Eisy.

Menurut Mustafa Helmy, saat itu, Departemen Agama dipimpin oleh Menteri Agama Mukti Ali. “Pedoman itu lahir pada kegiatan kelompok wartawan Departeman Agama di Pondok Pesantren Pabelan di Jawa Tengah,” kata Cak Mus sapaan akrab mantan wartawan majalah Tempo dan Pemimpin Redaksi Duta Masyarakat ini.

Berikut ini Pedoman Penulisan Wartawan Bidang Keagamaan setelah perubahan di Bandung, Juli 2014 :

1. Wartawan bidang keagamaan memahami peran negara dalam mengurusi bidang agama sebagaimana disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu tidak mencampuri hal-hal yang bersifat intern agama namun sifatnya hanya mengarahkan dan memberikan bimbingan;

2. Wartawan bidang keagamaan memahami keragaman agama dan kehidupan beragama di Indonesia baik dalam keyakinan maupun dalam pelaksanaan ibadah menurut paham keagamaan masing-masing;

3. Wartawan bidang keagamaan memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengenai kewenangan negara yang berhak mengatur umat beragama, sehingga umat beragama harus dapat hidup rukun dan dapat melaksanakan ajaran agamanya masing-masing;

4. Wartawan bidang keagamaan menyadari bahwa dalam menyajikan tulisan, berita, ulasan dalam bidang agama harus memiliki nalar khalayak (sense of audience) yang tepat, agar mengetahui betul lapisan masyarakat mana yang menjadi sasaran tulisan;

5. Wartawan bidang keagamaan menyadari bahwa mempersoalkan masalah-masalah yang dapat menimbulkan konflik agama dan dapat mengganggu kerukunan umat beragama harus dijauhi dalam tulisannya;

6. Wartawan bidang keagamaan menyadari, bahwa mempersoalkan hal-hal yang menyangkut pokok-pokok kepercayaan (Aqidah/Doktrin) dari berbagai agama yang berbeda dapat merusak kerukunan antar-umat beragama, karena itu harus dijauhi dalam tulisannya;

7. Wartawan bidang keagamaan menyadari, bahwa hal-hal yang mengundang kesalahpahaman antar sesama umat beragama dan antar umat beragama dengan pemerintah, harus dijauhi dalam tulisannya;

8. Wartawan bidang keagamaan menyadari, bahwa hal-hal yang mengandung kekerasan atas nama agama, terorisme, radikalisme, intoleransi yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila, harus dijauhi dalam tulisannya;

9. Wartawan bidang keagamaan harus mewaspadai hal-hal yang bersifat penistaan dan penodaan agama baik dari pribadi dan/atau kelompok tertentu yang dapat menimbulkan kerawanan dalam kehidupan beragama; dan

10. Wartawan bidang keagamaan memahami bahwa pedoman penulisan wartawan bidang keagamaan ini bertujuan sebagai tanggungjawab moral wartawan dalam memelihara kerukunan umat beragama. (ks/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua