Nasional

Suka Duka Abdullah Yunus, Urus Jemaah Sampai Masalah Asmara Petugas

Jeddah (Pinmas) – Tampilannya tenang, ramah dan tak pernah lepas dari senyum setiap bertemu siapapun. Itulah sedikit penjelelasan singkat yang bisa mewakili sosok Ahmad Abdullah Yunus, Kepala Daerah Kerja Jeddah musim haji tahun 1435H/2014M.

Ahmad Abdullah Yunus baru 12 tahun menjadi pegawai negeri sipil di Kementerian Agama. Namun selama 10 tahun dia habiskan waktunya untuk mengurus jemaah haji. Berawal dari anggota sektor di Daerah Kerja Madinah pada 2004 lalu, pria 44 tahun itu kini diberi kepercayaan menjadi Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja Jeddah.

Sebelum menjadi PNS, Abdullah lama berkecimpung di dunia LSM, Lembaga Swadaya Masyarakat. Penghasilannya saat itu cukup lumayan. Karenanya ia sempat kaget saat mendapat honor pertama sebagai PNS di tahun 2012 lalu. “Kaget benaran, cuma dapat Rp600 ribu,” kata Abdullah sambil tertawa jenaka dalam perbincangan dengan VIVAnews, akhir pekan lalu.

Namun lambat laun ia menikmati dunia kerjanya, dan bahkan dipercaya mengurus jemaah sejak 2004 hingga 2014. “Bekerja itu intinya harus dinikmati,” kata pria kelahiran Cianjur, Jawa Barat itu.

Bukan sekali ini saja dia menjadi pentolan di sebuah daerah kerja. Lepas dari anggota sektor persis 10 tahun lalu, pria dengan logat Sunda sangat kental ini dipercaya menjadi kepala sektor. Masih di Madinah juga. Dua tahun di Madinah, ia digeser ke Mekah dan dipercaya sebagai kepala daerah kerja selama dua tahun berturut-turut. Ia lalu dipercaya sebagai sekretaris di Kantor Teknis Urusan Haji.

Tahun 2012, ia mendapat kesempatan lagi memimpin PPIH di Daerah Kerja Jeddah. Tahun itu diakuinya sebagai tahun paling berat selama bertugas di Arab Saudi.

“Sejak petugas datang, tidak satu pun yang memegang kartu pass bandara. Padahal itu area kerja kita. Bahkan sampai kedatangan jemaah belum ada yang punya. Akhirnya saya memutuskan semua petugas menginap di bandara selama tiga hari sampai kartu pass ke luar,” kata Abdullah. Jumlah petugas saat itu lebih dari 150 orang.

Masih di tahun ini, ia juga menghadapi cobaan di masa-masa kepulangan jemaah. Dalam hitungan hari, kata Abdullah, bus jemaah yang hendak menuju hotel transito di Jeddah tabrakan beruntun. Kaca bus pecah di bagian depan. Sebanyak 16 jemaah sempat dirawat di rumah sakit Arab Saudi karena mengalami luka-luka.

Baru saja masalah ini selesai, Abdullah kembali dihadapkan pada kejadian lain. Lift di sebuah hotel transito jatuh. Delapan jemaah yang berada di dalam lift terhempas dari lantai 6. Semuanya terluka, bahkan ada yang tulang kakinya retak. “Cobaan apa lagi ini. Saat itu juga saya ke Mekah, hanya untuk salat di Masjidil Haram. Saya mohon, ‘Ya Allah, ini jemaah sudah mau pulang, sudah cukup, jangan dikasih cobaan lagi’. Itu saja doa saya,” kata Abdullah dengan mata berkaca-kaca mengenang kejadian saat itu.

Selesai salat, Abdullah langsung kembali ke Jeddah. Sampai di Jeddah, ia mendapat kabar bahwa pihak hotel bersedia bertanggung jawab, bahkan memberi santunan 20.000 riyal untuk delapan jemaah yang menjadi korban. “Syukur alhamdulillah, keesokan harinya jemaah langsung kembali ke tanah air,” kata Abdullah yang pada tahun 2013 ditunjuk sebagai sekretaris di kantor Teknis Urusan Haji.

Pernah bertugas di tiga daerah kerja membuat Abdullah mampu memetakan problem-problem di setiap wilayah. Namun di antara tiga daerah kerja yang pernah dijalaninya, menurut dia, paling berat di Jeddah. “Semua daerah kerja tentu punya masalah. Yang bertugas di Mekah akan bilang Mekah paling berat, yang di Madinah bilang Madinah paling berat, tapi karena saya pernah di tiga wilayah ini, kalau saya bilang paling berat itu di Jeddah,” kata dia.

Kenapa? Meski wilayah kerjanya hanya di sekitar Bandara King Abdul Aziz, masalahnya lebih kompleks dan dinamis. Di dua wilayah kerja, Madinah dan Mekah, petugas lebih statis. Tugasnya di wilayah-wilayah yang sudah ditetapkan sejak mereka tiba. “Namun di Jeddah, tugas kita sejak jemaah datang sampai jemaah pulang lagi. Dan, itu kita harus bongkar pasang petugas,” kata dia.

Saat kedatangan jemaah, petugas yang dibagi dalam dua tim biasanya masih terfokus di bandara. Namun begitu kepulangan, maka formasi akan berubah. Ada yang harus berjaga di bandara, ada yang bertugas di kantor layanan kepulangan yang mengurus paspor dan mondar-mandir hotel transito maupun ke kargo Garuda Indonesia. Petugas juga ditempatkan di hotel-hotel yang dijadikan peristirahatan jemaah yang baru tiba di Jeddah. Tahun ini, PPIH menetapkan delapan hotel transito dengan jarak saling berjauhan, yakni Hotel Sultan, Hotel Wardatul Hadiqah, Wardah Hadiqah Suits, Hotel Nabaris 1, Hotel Nabaris 2, Hotel Dywan Al Aseel, Hotel Nabaris Al Mansi, dan Hotel Nabaris Zahabi. Hotel ini mampu menampung 33.250 jemaah. “Jadi betul-betul dinamis, dan berat,” kata Abdullah.

Urusan sebagai pimpinan wilayah kerja, imbuh dia, juga tidak hanya soal jemaah saja, namun juga masalah-masalah yang dihadapi petugas. Bagaimana membuat keputusan yang bisa diterima semua pihak. Bagaimana menyelesaikan problem antarpetugas. “Kalau diceritain satu per satu ya banyak. Soal ribut-ribut, selingkuh antarpetugas, ada itu. Tapi itu (kasus selingkuh) tahun 2012 lalu,” kata dia sambil tertawa.

Bagaimana Abdullah menghadapi semua itu? “Ya dihadapi saja. Sebab meski semua pekerjaan berat, namun paling berat itu adalah menghadapi diri sendiri. Nabi pernah berkata, kalau pergi lebih dari tiga hari maka tunjukkan seorang pemimpin. Karena ketika pergi bersama, dalam tiga hari itu aslinya seseorang akan kelihatan. Nah ini bukan tiga hari lagi, tapi dua bulan lebih. Bayangkan, bagaimana setiap orang punya ego. Jadi yang berat itu ya menghadapi diri sendiri,” kata dia. (umi kalsum/mch2014)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua