Nasional

Setara: Komitmen LHS Pada Kerukunan Bawa Kemajuan Berarti

Jakarta (Pinmas) --- Lukman Hakim Saifuddin (LHS) kembali dipilih Presiden Jokowi untuk mengemban amanah sebagai Menteri Agama Kabinet Kerja 2014 - 2019. Sebelumnya, LHS juga dipercaya Mantan Presiden SBY untuk menjadi Menag pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II sejak Juni 2014 lalu.

Empat bulan menjadi Menag KIB II, Ketua Setara Institute, Hendardi menilai bahwa komitmen LHS dalam toleransi dan kerukunan umat beragama saat menjadi Menag antarwaktu pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, membawa kemajuan yang sangat berarti. Sehubungan itu, Setara menilai

“Atas komitmen ini, kami, Setara Institute, menyatakan dan menyampaikan dukungan kepada Pak Lukman, di hadapan teman-teman jurnalis, Pak Lukman layak mengisi kursi yang sama,” tegas Hendardi saat bersilaturahim ke Kantor Menteri Agama, Jakarta, Senin (10/11).

Hadir dalam silaturahim tersebut, Wakil Ketua Setara Bonar Tigor Naipopos, Romo Benny Susatyo, serta Ketua Riset Setara, Ismail Hasani. Menteri Agama didampingi oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Mubarok dan Kabid Humas Rosidin.

Hendardi mengaku sudah mendengar tentang tujuh program prioritas yang akan segera dilakukan oleh Menag LHS. Dari ketujuh program itu, dua di antaranya berhubungan dengan Setara Institute. “Kami telah menyimak dengan seksama 7 prioritas agenda Kemenag. Dari 7 itu, 2 berhubungan dengan visi, misi dan kerja-kerja yang dilakukan Setara. Dua hal itu adalah membangun kesadaran berkonstitusi khususnya pada alumni, pengelola dan pengasuh pondok pesantren, dan mempersiapkan RUU Perlindungan Umat Beragama,” jelasnya.

Hendardi melihat, keseriusan Kemenag yang bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi untuk pro aktif dalam membangun kesadaran berkonstitusi khususnya pada alumni, pengelola, dan pengasuh pondok pesantren, adalah dalam rangka mengantisipasi terjadinya radikalisasi paham keagamaan, dimana, paham keagamaan dijadikan sebagai alat menyebarluaskan paham radikal.

“Terorisme adalah puncak dari intoleransi, dan intoleransi adalah hulu dari terorisme. Kami melihat, pesantren bukan tempat bersemainya radikalisme. Untuk itu, Kemenag harus mengambil peran nyata dan terbuka pada komunitas muslim, agar meningkatkan kehidupan patuh pada konstitusi dan beretika dengan Pancasila,” katanya.

“Kaitan Kemenag membentuk RUU Perlindungan Umat Beragama, kami sangat mendukung, meski mungkin titik tolak kita berbeda,” imbuhnya.

Menurut Hendardi, UU No 1 PNPS Tahun 65 dan PBM 2 Menteri (PBM No 8 dan PBM No 9 Tahun 2006) harus segera direvisi. “UU PNPS sudah dinyatakan kondisionali konstitusional oleh Makmakah Konstitusi. Artinya, derajat UU ini tidak permanen dan kondisional. Sedang PBM 2 Menteri, utamanya tentang tata cara pendirian rumah ibadah, sering disalahartikan. Untuk itu, kami telah menyusun satu naskah akademik dan legal draff sebagai respon atas putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Meski judul RUU beda, namun mempunyai substansi yang sama,” yakin Hendardi sembari mengatakan bahwa naskah yang dibuat Setara merupakan hasil riset yang digali dari masyarakat dan bisa dijadikan sebagai salah satu rujukan oleh Kemenag dalam menyusun RUU.

Tentang RUU, Menag memahami, banyak masalah yang mendera. Menurutnya, masalah yang terkait dengan agama ini memang kompleks, baik yang di Sampang, Mataram, GKI, dan lain sebagainya. Hal ini terus berlarut, lanjut Menag, karena adanya ketidakpastian hukum. “Semuanya merasa, baik kepolisian maupun pemerintah daerah, merasa itu bukan tanggungjawab penuh mereka, seperti saling lempar. Kemenag pun belum mempunyai payung hukum jelas, akhirnya semua ngambang,” terang Menag.

Untuk itu, lanjut Menag, yang perlu dibenahi adalah landasan hukumnya, karena ini di antaranya merupakan problem legislasi. Menag mengaku sependapat untuk memprioritaskan RUU sebagai solusi dari permasalahan ini. Menurutnya, RUU ini bisa dijadikan sebagai revisi bagi yang sudah ada dan mengisi yang masih kosong.

“Banyak masalah, baik dalam agama yang enam, maupun yang di luar enam. Kita akan undang majelis agama, untuk mensosialisasikan draf RUU, bukan undang-undanganya. Hal ini kami lakukan untuk mendapatkan respon balik dari para pemangku kepentingan. Insya Allah awal tahun depan sudah bisa. Ini kami sedang mematangkannya, agar siap dipresentasikan di publik,” urai Menag.

Untuk meminimalisir resistensi, Menag akan berpegang teguh pada konstitusi yang ada. Menag juga berharap masukan dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Setara Institute.

Selain mendiskusikan masalah kerukunan, kedatangan Setara Institute juga untuk mengajak Menag turut serta dalam perayaan Hari Toleransi Internasional yang dirayakan setiap 16 November. Dalam kesempatan itu, Setara Institute juga memberikan Naskah Akademik dan Legal Draff yang berbentuk buku kepada Menag, untuk dijadikan sebagai salah satu referensi RUU Perlindungan Umat Beragama.

(g-penk/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua