Nasional

Sebelum Dialog, Menag Jadi Imam Shalat Zuhur di Masjid Syuhada

Yogyakarta (Kemenag) --- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berkesempatan mengunjungi Masjid Syuhada di Jalan I Dewa Nyoman Oka No 13, Kotabaru Yogyakarta. Didampingi Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin dan Kakanwil Kemenag DIY Lutfi H, Menag Salat Zuhur berjamaah dan didapuk sebagai Imam di Masjid yang sarat sejarah tersebut.

Selesai salat, Menag berdialog dengan masyarakat Yogyakarta. Dengan tema besar: Peran Masjid Syuhada dalam Menanggulangi Radikalisme. Menag mengajak Masyarakat Yogyakarta untuk menjadikan ulang tahun Masjid Syuhada yang bertepatan dengan Bulan Muharram sebagai momentum untuk memperbaiki diri.

"Mari kita perbaiki diri kita untuk menjadi lebih baik dan bermanfaat, baik bagi diri, keluarga maupun masyakarat luas," terang Menag dihadapan 700-an masyarakat Yogyakarta yang memenuhi ruang utama Masjid Syuhada.

Menag juga menegaskan, sebagai mayoritas, Umat Islam harus mengayomi dan melihat keragaman dari sisi positif.

"Keragaman adalah given dari Allah SWT. Ini merupakan sunnatullah dan ejawantah dari kasih sayang Allah pada hamba-Nya. Banyak hikmahnya bisa kita petik dari keragaman yang kita miliki ini. Yakinlah, Allah tidak akan memberikan hal negatif pada kita. Bahkan murka Allah pun, sebenarnya juga bentuk dari kasih sayang Allah pada kita," tegas Menag serius.

Menag melihat, dakwah adalah mengajak. Karena itu, apa pun alasannya, tidak diperbolehkan untuk menghujat, apalagi mengutuk orang yang memiliki pandangan berbeda.

"Jika ada saudara kita salah, harus kita kasihi, kita ajak, kita dakwahi untuk menuju jalan yang diridhai Allah. Bahkan, kita pun harus mengayomi saudara yang berbeda pendapat dengan kita, bahkan walau kita tidak satu iman sekalipun. Intinya, setiap manusia harus kita manusiakan," imbuh Menag.

Masjid Syuhada dibangun di lokasi yang dahulu adalah salah satu kawasan pusat tempat tinggal masyarakat Eropa, khususnya Belanda di Yogyakarta. Tempat ibadah dua lantai ini diarsiteki langsung oleh Presiden Soekarno dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono 9. Menurut Ketua Umum Yayasan Masjid Syuhada KRT Jatiningrat, Masjid Syuhada dibangun karena banyak alasan.

"Masjid ini dibangun sebagai oleh-oleh dan kenangan untuk masyarakat Yogyakarta. Sebuah monumen, penanda bahwa di DIY pernah menjadi Ibu Kota NKRI," terang Ketua Yayasan yang berdiri pada 2011 tersebut.

"Masjid ini dibangun sebagai penghormatan terhadap para pahlawan Bangsa yang gugur karena mempertahankan NKRI, saat Belanda melancarkan Agresi Militernya di Yogyakarta. Karenanya dinamakan Syuhada,” lanjutnya.

Selain itu, kata KRT Jatiningrat, sebelum UGM (sekitar 1KM) mempunyai gedung pusat kegiatan, mahasiswa muslim UGM menjadikan Masjid Syuhada sebagai sentral kegiatan. Dalam perjalanannya, masjid ini mampu menelurkan banyak mubaligh dan hingga kini mempunyai kegiatan Pendidikan Kader Masjid Syuhada.

KRT Jatingrat menambahkan, Masjid Syuhada juga menjadi monumen keberagaman. Sebab, selain tinggal di kawasan Belanda dan dekat dengan beberapa Gereja Katolik, Masjid ini mengajarkan Islam khas Nusantara yang ramah.

"Masjid ini tidak dikuasai oleh kelompok mana pun. Masjid ini berdiri untuk seluruh masyarakat muslim," tandas Jatiningrat.

Bangunan utama Masjid yang berada di lantai dua, terdiri atas 12 shaf salat. Tiap shaf mampu menampung 27 - 30 jamaah. Bangunan (gedung) utama masjid dikelilingi serambi dari berbagai sisi, yang bisa digunakan untuk istirahat, belajar, diskusi dan kegiatan lainnya. Sementara lantai 1 dipergunakan untuk yayasan, perpustakaan, koperasi, dan Lazis.

Sejak didirikan 65 tahun lalu, masjid ini tampak masih asli dan tidak berubah. Lantai masjid yang dibangun pada 20 September 1952 tersebut masih menggunakan tegel dengan ukuran 20 x 20 cm.

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua