Nasional

Rektor UIN Yogya: Pembangunan Karakter Bangsa Jadikan Negara Kuat

San Fransisco, California (Pinmas) – Indonesia harus memberikan perhatian pada pembangunan karakter bangsa untuk menjadi satu negara yang kuat berdasarkan Pancasila, kata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. Musa Asy’arie.

“Kenyataan dalam sejarah modern Indonesia, penguasa mengisi kemerdekaan dengan penekanan pada pembangunan politik dan ekonomi dan tidak pada pembangunan karakter bangsa,” kata Prof. Musa seusai memberikan kuliah umum dialog antariman di San Fransisco, California, pada Senin (25/11) waktu setempat atau Selasa (26/11) waktu Indonesia Barat.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Bahrul Hayat Ph.D membuka kuliah umum yang bertema “Interfaith Dialogue in a Plural Society: the View from Indonesia”, pada Senin (25/11) waktu setempat atau Selasa (WIB).

Kuliah umum dialog antariman yang diselenggarakan Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri itu bekerja sama dengan Pusat Kajian Asia Tenggara (CSEAS) University of California, Berkeley, menghadirkan pembicara lainnya dari Indonesia yakni pakar dari Sekolah Tinggi Teologi Jakarta Pendeta Joas Adiprasetya, Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. DR. Jamhari Makruf dan pakar dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Prof. DR. Antonius Eddy Kristiyanto.

Prof. Musa mengatakan lebih jauh, bahwa Pemerintah bisa belajar dari pengalaman-pengalaman yang dibuat semasa pemerintahan-pemerintahan lalu dan reformasi harus melahirkan visi baru dengan pembangunan karakter sebagai penekanan. Kalau tak diselesaikan, Musa mengatakan Indonesia akan mengalami krisis karakter dan menjadi lemah di tengah-tengah era globalisasi.

Musa dalam makalahnya berjudul “Religious Diversities and the Making of National Character”, memberikan padangannya dengan latar belakang Indonesia yang beragam suku, agama, ras dan antarkelompok. Dalam setiap masyarakat, katanya, selalu ada perbedaan dan konflik. Konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat bukan disebabkan oleh keberagaman tetapi ada konspirasi politik dan ada pihak-pihak yang memprovokasi.

Lebih jauh Musa mengatakan konflik antaragama disebabkan tiga hal: perbedaan persepsi atas tuhan, konsepsi tentang tuhan dan pengalaman empirik dimana manusia memahami tentang tuhan melalui pengalamn sehari-hari sehingga terdapat hubugan antarmanusia dengan Tuhan.

“Konflik terjadi karena terjadi manipulasi atas nama agama,” tukas Musa.

Prof. Musa sependapat bahwa dialog antariman merupakan satu cara bmeningkatkan saling pengertian untuk meningkatkan kerja sama kongkret mengatasi berbagai jurang pemisah di antara rakyat Indonesia. Musa mengatakan bahwa reformasi yang dialami Indonesia membuat Pemerintah lemah dan rakyat kuat sehingga seakan-akan berlaku hukum rimba.

“ Maka berkembanglah premanisme putih dan hitam di tengah-tengah masyarakat kita,” ujar Musa.

Sementara itu, pendeta DR. Joas Adiprasetyo mengatakan bahwa dialog antariman harus dibarengi dengan dua hal yakni persahabatan dengan orang yang berbeda iman dan kesediaan untuk menghargai perbedaan iman orang lain sebagai pihak yang tidak pernah direngkuh sepenuhnya. Joas mengharapkan, dialog ini tidak saja merupakan kegiataan yang dibuat-buat, tetapi muncul dari persahabatan di kalangan akar rumput.

Dalam kesempatan sama, Prof. Jamhari menyampaikan bahwa dialog antariman yang dilakukan oleh indonesia sudah dinilai bagus walaupun masih ada kasus-kasus yang harus diselesaikan.

“Karena sudah menjadi perhatian dunia maka perlu disikapi salah satunya dengan memperbaiki regulasi di Indonesia yang berkaitan dengan agama yang tidak kompatibel dengan isu-isu hak asasi manusia dan kebebasan beragama,” kata Jamhari.

Jamhari menambahkan, bahwa Mukti Ali, Nurcholish Majid dan KH Abdurrahman Wahid termasuk tokoh Islam yang telah berjasa mempelopori dialog antariman. (ant/dm).

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua