Nasional

Rekomendasi JWG Franco-Indonesia Cooperation di Lille

Lille, Perancis (Pinmas) —- Indonesia – Perancis pada April ini menggelar Joint Working Group (JWG) Franco-Indonesia Cooperation (FIC) in Higher Education. Bertempat di Lille, pertemuan ini dihadiri oleh civitas akademika perguruan tinggi Indonesia dan Perancis, termasuk Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).

Sebagai bagian dari delegasi, Kasubdit Kelembagaan Dit. Pendidikan Tinggi Islam, Mastuki, melaporkan bahwa JWG-FIC in Higher Education ini telah menelorkan beberapa tiga rekomendasi penting pengembangan kerjasama antara Indonesia dan Perancis.

“Ada tiga isu penting yang menarik untuk dicermati. Pertama, language challenge. Komisi bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora menyadari bahwa kendala utama kedua negara ini dalam melakukan kerjasama perguruan tinggi selama ini terletak pada bahasa,” jelas Mastuki, Rabu (11/06).

Menurutnya, beberapa peserta yang mewakili perguruan tinggi dari kedua negara memberikan perhatian pada minimnya orang Indonesia yang bisa berbahasa Perancis dan sebaliknya. Salah satu masalahnya adalah sulitnya bahasa Perancis (dari sisi pengucapan, tulisan, maupun kendala kultur lainnya).

Jumlah mahasiswa Indonesia yang studi di Perancis juga minim dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Langkah-langkah mengatasi kendala bahasa ini sebenarnya sudah diatasi, misalnya Kedutaan Perancis di Indonesia mendirikan cabang Institut Francais Indonesia (IFI) di beberapa daerah dan pembukaan ‘Warung Perancis’ di beberapa perguruan tinggi.

Bertrand de Harting, Direktur IFI di Indonesia mengatakan bahwa pemerintah Perancis berkepentingan mengembangkan bahasa Perancis karena Indonesia memiliki potensi besar sebagai mitra yang kuat sekarang dan akan datang. Ketua delegasi Perancis itu berpandangan, “pertemuan kelompok kerja bersama Perancis-Indonesia yang ke-6 tahun ini akan menjadi titik tolak memperluas kerjasama perguruan tinggi terutama dalam pemahaman bahasa Perancis di Indonesia”.

Ditambahkan Mastuki, di Indonesia ada 6 perguruan tinggi ‘eks-IKIP’ (UPI, Unimed, UNY, Unes, Unima, dan UNJ) yang telah membuka program S1 Bahasa Perancis. Di antara enam itu, UPI telah membuka S2 pendidikan Bahasa Perancis. “JWG merekomendasi untuk memperbanyak pendidikan guru Bahasa Perancis dan mempermudah dosen, guru, tenaga kependidikan yang mempelajari Bahasa Indonesia maupun Perancis melalui berbagai program silang,” jelas Mastuki.

Untuk memperkuat upaya tersebut, lanjut Masuki, forum merekomendasi ada beasiswa (scholarship) atau ikatan dinas bagi guru bahasa Perancis mengambil studi S2 di Perancis, dan sebaliknya. Forum juga menghendaki pengiriman mahasiswa atau dosen yang akan melakukan internship dan menjadi tutor bahasa Perancis di perguruan tinggi Indonesia.

Rekomendari kedua adalah penyelenggaraan student mobility program. Menurut Mastuki, rekomendasi ini dimaksudkan untuk membuka peluang bagi siswa/mahasiswa kedua negara untuk saling belajar dan memahami bahasa dan budaya masing-masing.

Dalam skema ini siswa/mahasiswa Indonesia bisa belajar ke Perancis, atau sebaliknya siswa/mahasiswa Perancis dapat belajar bahasa dan budaya Indonesia, baik degree (program reguler atau double degree tingkat sarjana/pascasarjana) maupun non-degree seperti student exchange, summer program, dan bentuk lainnya.

Grange Philippe yang memimpin Komisi menyatakan, “student mobility program ini bisa menambah minat bagi pelajar kedua negara saling belajar tentang bahasa dan budaya dalam hubungan setara dan menguntungkan”.

Sementara itu Pius Sugeng Prasetyo, Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Parahyangan Bandung, yang mewakili delegasi Indonesia menyampaikan optimisme bahwa saling pemahaman melalui budaya dan bahasa yang akan dilakukan dengan berbagai program akan memperkuat hubungan kedua negara.

Rekomendasi ketiga adalah joint research in human and social sciences. Bidang ini dipercaya dapat memperkuat kerjasama antar perguruan tinggi kedua negara karena penelitian seperti ini diperlukan masing-masing negara. Forum menghendaki membentuk “Indonesian-French Consortium in Humanities and Social Sciences” untuk mewadahi kebutuhan penelitian yang variatif dan dibutuhkan oleh masing-masing perguruan tinggi.

Perguruan Tinggi Agama Islam dapat menjadi leading sector program ini untuk mengusung penelitian bersama misalnya religion and peace, religion and democracy, dan sebagainya. Dalam kerangka penelitian bersama ini, forum mengakomodir kegiatan seperti sabbatical leave, collaborative research, international workshop hasil penelitian, sampai pada joint publications bagi senior researchers di jurnal internasional.

Sudarnoto Abdul Hakim, Wakil Rektor UIN Jakarta mengusulkan agar joint research bidang social and humanities ini bisa mengajak sebanyak mungkin dosen perguruan tinggi Islam untuk meningkatkan performance internasionalnya.

“Perguruan Tinggi Islam harus mengambil peran di bidang ini untuk mendorong para dosen dan peneliti meningkatkan kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa Perancis yang masih minim di PTAI”, harapnya. (Mastuki/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua