Nasional

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN: Sidang Itsbat Sarana Mempersatukan Umat

Jakarta (Pinmas) - Sidang itsbat yang kita lakukan bukanlah suatu kesia-siaan, tapi merupakan upaya memadukan antara data hisab yang ada dengan hasil ru’yah yang dilakukan pada tanggal 29 Ramadlan 1433H. Penegasan ini disampaikan oleh Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), T. Djamaluddin di sela-sela sidang istbat penetapan 1 Syawal 1433H yang diselenggarakan di Gedung Kemenag, Jl. MH. Thamrin, Jakarta, Sabtu (18/08).

Hisab tetap perlu adanya bukti ruyah, dan pada sidang itsbat ini, kita akan menggabungkan data hisab dengan data ruyah, ujar Djamal. Menurut Djamal, sidang itsbat diperlukan karena astronomi memandang bahwa hisab dan ruyah itu setara. Menggabungkan data hisab dan data ruyah secara setara adalah kunci mempersatukan umat dalam penetapan Ramadlan. Sebaliknya, hisab yang hanya dilakukan secara matematik dan melupakan konsep-konsep astronomis akan kemungkinan bisa diruyah, marupakan faktor yang seringkali menjadi sumber perbedaan. Jika kita bisa menggabungkan hisab dan ru,yah secara setara, perbedaan yang terjadi bisa disatukan, tegas Djamal.

Hisab Imkanur-Ruyah Sekian lama umat Islam telah dan terus berdebat tentang dalil hisab dan ruyah, manakah yang paling kuat di antara keduanya. Menurut Djamal, jika perdebatannya hanya pada persoalan dalil, sulit untuk disatukan. Titik temu yang ditawarkan astronomi adalah hisab berdasarkan visibilitas hilal atau hisab imkanur-ruyah. Kriteria hisab imkanur-ruyah, lanjut Djamal, adalah titik temu agar hisab kita tidak sekedar hitungan matematis saja, tapi juga mempertimbangkan kemungkinan bisa diruyah. Selain itu, dengan adanya panduan hisab imkanur-ruyah, ruyah yang dilakukan pun akan lebih berkualitas. Sebab, proses ruyah bisa dipandu pada arah mana posisi hilal bisa dilihat. Kenapa Hisab Imkanur-Ruyah? Bukankah kita sudah bisa menentukan ketinggian derajat hilal? Lantas kenapa harus hisab imkanur-ruyah? Menurut Djamal, persoalan ruyah tidak sekedar persoalan ketinggian hilal. Persoalan ruyah juga menyangkut masalah kontras antara cahaya hilal yang tipis dengan cahaya syafak (senja). Untuk itu, dalam hisab imkanur-ruyah ditentukan kriteria ketinggian hilal tertentu, jarak tertentu antara bulan dan matahari, dan umur tertentu dari bulan. Itu semua agar bisa menjamin cahaya bulan cukup terang dan bisa mengalahkan cahaya syafak (senja), terang Djamal.

Masalah kontras cahaya hilal dan cahaya syafak harus benar-benar diperhitungkan para pengamal hisab dan ruyah. Pengamal hisab harus memperhitungkan kemungkinan hilal bisa dilihat dengan memperhitungkannya berdasarkan data-data jangka panjang. Berapa minimal ketinggian hilal supaya cahaya syafak tidak terlalu kuat, mengalahkan cahaya hilal. Demikian juga dengan umur, semakin tua umurnya, semakin tebal sabitnya sehingga bisa mengalahkan cahaya syafak. Perhitungan-perhitungan seperti ini harus kita perhitungkan. Ruyah yang berkualitas yang didasarkan pada hisab imkanur-ruyah, diharapkan bisa mempersatukan umat ini dalam mengawali Ramadlan dan menentukan hari raya.

Dengan hisab imkanur-ruyah, kita juga bisa mempunyai kalender yang apabila dibuktikan dengan ruyah hasilnya akan sama. Kalau ini yang terjadi, perbedaan yang ada bisa disatukan. Titik temu antara hisab dan ruyah adalah hisab imkanur-ruyah yang memperhitungkan kemungkinan bisa diruyah dan akan menjadi pemandu bagi peruyah supaya tidak salah dalam mengidentifikasi sumber cahaya yang mungkin dikira sebagai hilal. “Dan sidang itsbat ini merupakan sarana memadukan antara data hisab yang ada dengan data hasil ruyah, tutup Djamal. (mkd)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua