Nasional

Prof. Atho Mudzhar: Fatwa Harus Tepat

Jakarta(Pinmas) - Fatwa yang dikeluarkan para ulama memang seharusnya tepat; bukan sekedar teroritis, tetapi dapat diimplementasikan, manfaatnya besar, dan lebih jauh lagi, tidak menimbulkan keraguan bagi umat. Penegasan ini disampaikan Prof. Dr. Atho Mudzhar di tengah kesibukannya mengikuti Konferensi Internasional tentang Fatwa di Jakarta, Selasa (25/12).

Menurutnya, esensi dari fatwa adalah legal opinion, yaitu pendapat hukum yang dikeluarkan para ulama yang memiliki kompetensi di bidangnya. "Sebaiknya, fatwa yang dikeluarkan itu tepat, karena yang mengeluarkan adalah kelompok ulama. Mereka ahli di bidangnya, termasuk hukum Islam," katanya berharap. Di beberapa negara Islam, terdapat lembaga mufti yang bertugas mengeluarkan fatwa. Di Indonesia lembaga seperti itu, tidak ada. Indonesia hanya memiliki Dewan Syariah Nasional (DSN). Karena tidak ada lembaga fatwa, maka jika ada perbedaan fatwa, hal itu tidak menjadi persoalan atau bisa dipersoalkan. Sebaliknya, jika ada lembaga mufti, menurut Atho, itu justru dapat memunculkan kekakuan karena fatwa yang dikeluarkan harus benar-benar diikuti.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga bukan lembaga fatwa seperti di negara Islam lainnya. Sebab, lanjut Atho, kewenangannya tak resmi. "MUI itu bukan lembaga pemerintah. Kendati demikian fatwa yang dikeluarkan oleh para ulamanya sudah bisa mewarnai dan masuk dalam produk perundang-undangan, seperti produk hukum atau perundang-undangan perbankan," terang Atho. Fatwa MUI yang masuk dalam perundang-undangan tersebut bukan karena dipaksakan, tetapi karena dianggap tepat. "Itulah nilai lebih dari lembaga nongoverment seperti MUI, independen," ujar Atho.

Terkait dengan kedudukan Dewan Syariah Nasional atau DSN, Atho mengatakan, posisinya sangat unik. Sebab, DSN memimpin perumusan fatwa sekaligus pula menjadi dewan pengawas syariah. DSN juga ikut membicarakan pembuatan peraturan pemerintah tentang keuangan, ikut merumuskan produk perundang-undangan melalui rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sidang pada Selasa (25/12) ini, menurut Atho, berlangsung sangat bagus.Dinamika dari para peserta demikian hebat, dan hal itu terlihat dari pertanyaan yang dilontarkan peserta kepada para nara sumber. Mereka misalnya mempertanyakan 400 fatwa yang dikeluarkan Rabitah al-Alam al-Islami atau Liga Muslim Dunia dan segala problematiknya di lapangan.

Dilemanya, fatwa tersebut tak disertai penjelasan dalilnya. Karena itu, Atho memandang perlunya tindak lanjut dari sidang ini, berupa studi banding mengenai fatwa yang dikeluarkan DSN dan fatwa dari liga muslim dunia, dari segi dalil dan penggunaannya. "Perlu pula studi banding dampak dari fatwa DSN terhadap masyarakat dan perunang-undangan dengan dampak serupa di negara lain," ujar Atho. Terkait adanya kritik bahwa fatwa yang dikeluarkan DSN dinilai belum sesuai dengan harapan masyarakat karena DSN diisi oleh orang yang tidak kompeten, Atho mengatakan, kritik tersebut perlu ditindaklanjuti. Fatwa memang harus memberikan manfaat bagi umat dan tidak menimbulkan keraguan. Untuk itu ia menyarankan orang yang duduk di DSN memiliki kompetensi. "Orang DSN harus ahli hukum Islam dan pengetahuan lainnya," jelas Atho. (ESS/Antara)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua