Nasional

Permudah Jamaah, Daker Makkah Siapkan Peta Alur Ibadah

Makkah (Pinmas) --- Renovasi tempat tawaf yang sedang berjalan menyebabkan kondisi Masjidil Haram menjadi tidak normal. Jika jamaah haji seluruh dunia sudah datang di Tanah Haram dan berkumpul dalam waktu dan tempat yang bersamaan, potensi masalah yang akan muncul sangat besar. “Masing-masing kepala sektor yang berhubungan langsung dengan jamaah haji, agar melakukan upaya pencerahan agar mereka tidak terlalu memaksakan diri hingga berdesak-desakan dalam menjalankan ibadah,” tegas Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah ketika memimpin rapat koordinasi Daker Makkah terkait persiapan penyambutan kedatangan jamaah haji Indonesia, Makkah, Sabtu (14/09) malam.

“Untuk mempermudah, kita akan membuat peta alur pelaksanaan ibadah jamaah haji di Masjidil Haram. Dari mana jamaah harus masuk ke Haram, apakah dari Bab Malik Fahd, Malik Abdul Aziz, atau bab yang mana, agar dibuat satu alur sehingga bisa dipedomani jamaah,” tambah Arsyad. Arsyad juga meminta agar jamaah diberi arahan ketika selesai melakukan tawaf dan akan melaksanakan sai. “Setelah selesai sai, jamaah sebaiknya langsung keluar melalui pintu Marwah saja,” kata Arsyad. Dari pintu Marwah, lanjut Arsyad, jamaah bisa diarahkan ke Bab Ali yang mengantarkan jamaah ke Mahbas Jin, atau ke Gaza yang mengantarkan jamaah ke Bakhutmah, Ma’abdah, dan Redzahir.

“Sementara jamaah yang tinggal di Jarwal dan Hafaer, mungkin agak jauh karena harus berputar untuk ke lokasi mereka, namun saya kira ini lebih maslahat apalagi ketika dalam kondisi yang sangat padat,” terang Arsyad. Terkait dengan alur ini, Arsyad meminta kepada semua pihak untuk memberikan penjelasan kepada jamaah. “Setiap kali kedatangan jamaah haji, kita akan membacakan semacam pemberitahun di hadapan jamaah haji. Ini akan kita siapkan,” tutur Arsyad.

“Termasuk dalam pemberitahuan itu adalah imbauan agar jamaah jangan memaksakan diri beribadah umrah atau salat di Masjidil Haram. Toh seluruh tanah yang ada di Makkah itu tanah haram. Jadi pahala mereka yang salat di masjid di sekitar haram itu sama dengan yang salat di Masjidil Haram. Kita berikan penjelasan seperti itu,” pesan Arsyad.

Langkah Alternatif Senada dengan Arsyad, Anggota Tim Pengendali Teknis Pengamanan Jamaah Abu Haris mengatakan bahwa kondisi Masjidil Haram mengharuskan kita untuk lebih berfikir cerdas. “Mengamati perkembangan jamaah ketika Umrah Ramadlan dan pantauan langsung beberapa hari terakhir, alur ibadah jamaah sangat terbatas. Jika dibiarkan tanpa ada aturan, banyak sekali potensi tabrakan, terutama di jalur masuk dan keluar Masjidil Haram,” kata Abu Haris.

“Urutan kegiatan ibadah menjadi terganggu karena jamaah harus berputar. Apalagi tanda-tanda atau petunjuk arah dari area tawaf ke area sai (mas’a) juga sangat terbatas. Personel sektor khusus pun masih sangat terbatas,” tambah Abu Haris.

Terkait hal itu, Abu Haris menyampaikan beberapa usulan tentang langkah yang perlu ditempuh bersama, di antaranya: Pertama, membuat surat izin kepada pengelola Masjidil Haram agar bisa memberikan tanda-tanda. “Saya pesimis, tapi kalau itu tidak dibolehkan, kita perlu pasang orang di setiap belokan untuk mengarahkan jamaah, ke mana dia harus berjalan,” kata Abu Haris. Kedua, memperbantukan PAM sektor untuk memperkuat tugas sektor khusus dalam melakukan pengamanan jamaah. Ketiga, mengoptimalkan petugas-petugas yang tidak piket untuk berjamaah di Masjidil Haram dengan menggunakan pakaian petugas sekaligus berperan sebagai petunjuk jalan bagi jamaah haji Indonesia. “Kalau dalam satu sektor ada 10 orang yang tidak piket dalam satu hari, berarti kita memiliki 90 kekuatan manusia yang bisa ditempatkan di Masjidil Haram. Dengan seperti itu, paling tidak orang-orang yang akan menyalahgunakan kesempatan akan berpikir ulang karena banyaknya petugas,” tutur Abu Haris. Keempat, jika dimungkinkan, menambah kekuatan dengan memanfaatkan petugas kebersihan yang ada di Madjidil Haram untuk membantu mengarahkan jamaah haji terkait alur peribadahan di Masjidil Haram.

“Jumlahnya cukup besar, ada sekitar 300 orang,” teran Abu Haris. Selain itu, Abu Haris juga menyampaikan bahwa ada juga relawan yang pernah berkirim surat ke TUH untuk meminta baju seragam sebagai tanda identitas. Mereka ingin membantu, tapi karena tidak mempunyai identitas, jadi terhalang. “Mereka tidak perlu diberi identitas, tapi bisa membantu dengan diposkan di Masjidil Haram dan diberi nomor telepon Kepal Sektor Khusus sehingga bisa melapor kalau menemukan masalah,” tutup Abu Haris. (mkd/mch)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua