Nasional

Penelitian LaKIP Tak Dapat Memberikan Gambaran Umum

Jakarta(Pinmas)-Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Abdul Jamil, mengatakan, hasil penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) tentang radikalisme di kalangan pelajar se-Jabodetabek tidak dapat diterima dengan berbagai alasan. Pernyataan tersebut disampaikan seusai para peneliti dan sejumlah pemerhati keagamaan, termasuk para peneliti dari Balitbang Kementerian Agama bertemu dengan Bambang Pranowo, yang ikut mempresentasikan penelitian di Kementerian Agama, Selasa. Hadir pada kesempatan tersebut Menteri Agama Suryadharma Ali. Djamil menyebut kesimpulan dari penelitian tersebut tak dapat menggambarkan secara umum tentang radikalisme di kalangan para pelajar. LaKIP dalam survei itu menunjukkan hampir 50 persen pelajar setuju dengan aksi radikal demi agama. Sebelumnya disebutkan bahwa tujuan dari penelitian dimaksudkan untuk memotret kecenderungan radikalisme keagamaan di sekolah. Dan, menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kecenderungan radikalisme tersebut. Penelitian dilakukan pada Oktober 2010 - Januari 2011 terhadap siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jabodetabek. Metode yang dilakukan yakni dengan survei melalui wawancara tatap-muka dengan panduan kuesioner. Adanya perbedaan pandangan dari Litbang khususnya dalam kaitannya dengan teknik penelitian seperti soal keluasan. "Ini kan penelitian di Jabodetabek, jadi guru agama itukan jumlahnya cukup besar di Indoensia, murid-murid jmlahnya cukup besar, nah ini dilakukan di Jabodetabek dengan sample 500 sekian," ia menjekaskan. Jadi, tak dapat mewakili. "Tak mewakili representasi Indoensia," tegasnya lagi. Kabalitbang Kementerian Agama itu juga menjelaskan bahwa hubungan atau korelasi antara materi guru agama dan kecenderungan untuk radikalisme itu, persepsi itukan bisa dipengarui oleh faktor lingkungan yang ada pada waktu itu. Karena itu jika penelitian tersebut dijadikan parameter untuk mengukur intoleransi, menurut dia, kurang tepat. Lantas, tingkat kesalahannya sejauhmana? Ia tak memberi jawaban. Namun karena ada perbedaan persepsi, meghasilkan hasil yang berbeda. Ada perbedaan pandangan. Hal itu harus diakui dan hal yang wajar dalam penelitian. Staf ahli Menteri Agama, Nurhayati Djamas mengatakan, pihaknya menyambut baik hasil penelitian seperti ini. Memang perlu dilakukan untuk melihat potret, pertama tentang pantang keagamaan dikaitkan juga dengan pandangan dan komitmen kebangsaan. Jadi, ini hal ini penting perlu dilakukan. Mungkin akan banyak ragam, seperti apa dalam pandangan keagamaan dikaitkan dengan pandangan kebangsaan. Terkait dengan substansi penelitian tersebut, apakah ini representatif? Pertama, jelas membatasi populasinya di Jabodetabek adalah suatu bagian dari wilayah RI yang memiliki karateristik tersendiri, disini keragaman itu ada, berbagai suku bangsa dan agama. "Jadi, penelitian itu mewakili sebuah potret dari bangsa Indonesia, kalau mau membuat generasiliasi seluruh Indonesia, tidak bisa. Harus dilakukan penelitian dari Sabang sampai Merauke," katanya. Lagi pula aspek metodologi yang harus mendapatkan perhatian dalam penelitian. Karena prosedur penelitian itu sangat menentukan di dalam menganalisis, klasifikasi hasil dan membuat kesimpulan terakhir sendiri, kata Nurhayati. Di dalam penelitian itu ada dua penedekatan utama. Satu, kuantitatif yang melihat hubungan kausalistik, objektif dilihat dari perhitungan statistik itulah yang diambil kesimpulan, tapi itu bisa dipertanggungjawabkan Apa saja yang diteliti, harus dijabarkan itu secara rinci. Ada penjabaran konsep, dari situ ada indikator. Indikator itulah yang sangat menentukan dalam pengambilan kesimpulan didukung dengan data dan fakta yang jelas. Ada lagi, lanjut dia, pendekatan lain yakni fenomenologi, yang bersifat kualitatif, itu yang dilihat adalah nilai bagaimana orang memaknai perilaku. Ini sebenarnya saling melengkapi. Sementara itu, Bambang Pranowo mengakui bahwa penelitian tersebut tak dapat dipakai untuk menggambarkan sikap radikalisme di kalangan pelajar secara keseluruhan. Penelitian untuk itu harus dilakukan lebih dalam lagi. "Kami nanti dua bulan lagi akan berencana membuat penelitian lagi di daerah lain. Di Kupang, Denpasar, Pontianak," ia mengatakan. Kalau inikan hanya kuantitatif, hanya membaca kecenderungan yang ternyata dibenarkan oleh penelitian sebelumnya juga, katanya. (ant/es)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua