Nasional

Para Ahli dan Profesional Ikuti Seleksi Calon Anggota BAZNAS

Jakarta (Pinmas) --- Seleksi terbuka calon anggota Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Masa Kerja 2015-2020 diikuti oleh para ahli dan kaum profesional yang memiliki latar belakang berbagai disiplin keilmuan dan bidang pekerjaan. Seleksi dilaksanakan di hotel Jayakarta, Jakarta, Senin (17/11).

Beberapa nama yang cukup dikenal dalam proses seleksi ini di antaranya: Bambang Sudibyo, mantan Menteri Keuangan, guru besar ekonomi UGM, dan mantan Menteri Pendidikan Nasional. Selain itu juga ada nama Zainul Bahar Noor, mantan Dirut Bank Muamalat Indonesia. Ikut serta juga tokoh ulama dan Pengurus Syuriyah PBNU, KH. Masdar Farid Mas’udi. Demikian juga Prof Zaitunah Subchan, guru besar UIN Syariaf Hidayatullah Jakarta, serta beberapa profesional di bidang perzakatan, seperti Ahmad Juwaini, Emmy Hamidiyah, Teten Kustiawan, M. Arifin Purwakananta, dan lain-lain.

Seleksi tahap kedua berbentuk penulisan essay dan presentasi hasil karya di hadapan Tim Seleksi. Tim Seleksi telah menyiapkan 5 (lima) pilihan tema, yaitu: BAZNAS sebagai pelopor pelaksanaan Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat; Pemanfaatan Zakat untuk Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Umat; Strategi Mengatasi Kesenjangan antara Potensi dan Realitas Zakat secara Nasional; Strategi Meningkatkan Kepercayaan Publik kepada BAZNAS; Mendorong Partisipasi Kementerian dan Lembaga serta Masyarakat dalam Mendukung Program Zakat. Peserta diminta untuk memilih salah satu tema yang dituangkan dalam penulisan manual (tulis) di atas kertas yang disediakan oleh panitia untuk kemudian dipresentasikan di hadapan Tim Seleksi sesuai jadwal yang telah disiapkan.

Proses presentasi berlangsung menarik. Kesempatan itu sepertinya dimanfaatkan secara maksimal oleh para ahli dan profesional untuk menuangkan gagasan dan pandangannya terkait pengembangan perzakatan nasional, sesuai dengan bidang ilmu dan pengalaman yang dimilikinya. Bambang Sudibyo misalnya, mengungkapkan problem pengelolaan perzakatan nasional, khususnya yang dilakukan oleh BAZNAS, belum berjalan dengan optimal.

Menurutnya, setidaknya ada enam masalah kenapa hal tersebut terjadi. Pertama, menyangkut kredibilitas BAZNAS yang belum mendapat trust secara maksimal dari publik diakibatkan oleh banyak faktor, baik SDM, manajemen, maupun publikasi. Kedua, menyangkut kredibilitas lembaga yang menaungi BAZNAS, dalam hal ini Kemenag. Menurutnya, Kemenag yang memiliki banyak catatan dalam pengelolaan birokrasi menjadi salah satu sebab masyarakat kurang percaya terhadap BAZNAS.

Ketiga, masih tingginya korupsi pada lembaga-lembaga publik yang berdampak pada asumsi terhadap BAZNAS. Keempat, pengelolaan zakat oleh masyarakat dan LAZ dianggap lebih efektif dibandingkan BAZNAS. Kelima, masalah sosiologi dan antropologi, di mana masyarakat kita dihinggapi penyakit umum masyarakat di era transisi yang lebih banyak melanggar kesepakatan atau aturan hukum yang ada. Keterlepasan dari politik otoritarian mendorong masyarakat cenderung tidak taat. Dan Keenam, masih rendahnya sosialisasi dan promosi BAZNAS serta penggunaan sistem informasi secara optimal untuk mendukung program-program BAZNAS.

Satu hal lagi gagasan cemerlang dari Zainul Bahar Noor, bahwa zakat harus lebih ditekankan pada pemberdayaan ekononomi mikro yang jumlahnya sangat banyak di negeri ini. “Salah satu ashnaf (penerima zakat) adalah kelompok yang memiliki hutang. Dalam konteks ini, banyak usaha mikro di Indonesia yang kolaps dan memerlukan uluran tangan dari dana-dana zakat. Saya yakin, usaha-usaha mikro yang kesulitan likuiditas jika dibantu akan bisa bangkit. Tujuan kita yang mendorong mustahiq agar menjadi muzakki dalam konteks ini tidak akan sulit. Namun jika dana zakat hanya diberikan kepada fakir miskin secara konsumtif maka sangat sulit merubah mereka menjadi muzakki, tegasnya. (thobib/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua