Nasional

Nur Syam: Bansos & BMN Kredibel, Kemenag WTP Tanpa DPP

Malang (Pinmas) —- Kementerian Agama kembali opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan tahun 2013. Namun sebagaimana tahun sebelumnya, opini WTP tersebut masih disertai Dengan Paragraf Penjelasan (DPP).

“Ada dua hal yang menjadikan opini BPK tahun ini atas Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA) adalah WTP-DPP, yaitu: masalah pengelolaan aset atau Barang Milik Negara (BMN) dan dana bantuan sosial (Bansos)”, demikian penegasan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Nur Syam, disela-sela Workshop Peningkatan Kualitas Tenaga Teknis Pengelola BMN pada MTsN di Malang, Sabtu (06/09) sore.

“Jika kedua hal ini bisa segera dibenahi sehingga urusan Bansos dan BMN kredibel, bukan tidak mungkin Kemenag segera memperoleh opini WTP tanpa paragraf penjelasan,” tambahnya.

Dijelaskan Nur Syam, pengelolaan bansos di Kementerian Agama masih menyisakan masalah terkait keterlambatan pencairannya. Bahkan untuk tahun ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih memblokir anggaran bansos sampai ada kejelasan apakah dana bansos tersebut mempunyai resiko sosial atau tidak.

“Setelah ada fatwa dari BPKP bahwa BOS, bantuan rehab dan RKB, serta BSM mempunyai resiko sosial maka Bansos bisa dicairkan”, ucap Pjs. Dirjen Pendis tersebut.

Terkait BMN, dari total aset Kementerian Agama yang berjumlah 36 Trilyun, masih ada sekitar 3,2 Trilyun yang belum jelas juntrung-nya (posisinya, red). “Oleh karena itu, Inspektorat Jenderal sedang melakukan verifikasi aset Kementerian Agama dari pusat sampai daerah, apakah BMN Kementerian Agama sudah benar adanya dan peruntukannya,” cetus Nur Syam.

Menyindir kultur Kementerian Agama terhadap pengelolaan BMN yang tidak benar, blogger yang kerap menuliskan aktifitasnya di http://nursyam.uinsby.ac.id/ ini menengarai ada empat (4) hal. Pertama, aset yang tidak berfungsi namun masih disajikan.

“Kalau ada barang yang tidak berfungsi maka harus dihapuskan. Lebih baik melaporkan daripada membiarkannya. Misalnya, gedung yang rusak dan sudah tidak dipakai, mobil/motor hilang atau rusak akan tetapi masih tercatat dalam SIMAK BMN”, tegas Nur Syam.

Kedua, aset yang tidak masuk dalam laporan keuangan. “Ini adalah kesalahan fatal. Hal ini harus diwaspadai, bisa jadi ada kesengajaan, sengaja tidak dilaporkan. Kita punya penyakit update data, malas. Padahal kita sebenarnya sudah mempunyai sistem data, EMIS. Dulu, tahun 2006, pernah menjadi sistem informasi terbaik. Namun dikarenakan ingin diganti, 2007, akhirnya malah tidak bagus lagi. Tahun ini diupayakan bisa dibangkitkan lagi”, ucap Nur Syam.

Ketiga, aset dalam penguasaan akan tetapi tidak didukung oleh bukti/dokumen yang kuat. “Kementerian Agama kalah dengan Pemda di PN Banjarmasin dikarenakan tanah dan bangunan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) senilai 1,6 Milyar tersebut tidak mempunyai dokumen pemilikan yang kuat, padahal itu dulunya Hibah dari Kementerian Keuangan,” sesal Nur Syam.

Keempat, aset (BMN) yang sulit diukur. Menurut Nur Syam, Kementerian Agama mempunyai asset berupa lahan dan bangunan akan tetapi tidak bisa menentukan dasar penaksiran nilainya. Oleh karena itu, pada tahun ini dibentuk tim untuk menentukan penaksiran nilai BMN. Angka 3,2T diatas bermula dari aset yang diukur tersebut. (p1p0/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua