Nasional

Mudzakarah Perhajian Rumuskan Hukum Sejumlah Persoalan Fiqh Haji

Jakarta (Kemenag) ---Mudzakarah perhajian yang digelar Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) telah usai. Forum yang berlangsung selama 3 hari di Jakarta ini menghasilkan sejumlah rumusan terkait persoalan waqi'iyah tentang haji.

Dibuka oleh Dirjen PHU atas permohonan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, kegiatan ini diikuti 100 peserta. Mereka terdiri dari unsur MUI pusat dan daerah, ormas Islam, forum komunikasi KBIH, Asbihu, asosiasi haji serta jejaran Ditjen PHU dan Bidang PHU pada Kanwil Kementerian Agama.

Ditutup Minggu (30/04), Plt Direktur Bina Haji Muhajirin Yanis menyampaikan bahwa mudzakarah telah menghasilkan konsep rumusan dan rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah (Kementerian Agama) terkait permasalahan waqi'iyah dan manasik haji bagi wanita.

"Rekomendasi yang dihasilkan antara lain terkait model istimbat hukum yang lebih menekankan pada fikih yang moderat. Maksudnya, tidak mengentengkan syariat, tapi juga tidak menyulitkan teknisnya," terang Muhajirin, Minggu (30/04).

Menurut Muhajirin, mudzakarah juga merekomendasikan agar rumusan fikih yang telah disepakati bisa masuk dalam kurikulum manasik dan disosialisasikan lebih komprehensif. "Hasil muzakarah berorientasi pada peningkatan kualitas jemaah dan peningkatan mutu pelayanan haji," ujarnya.

Secara substansi, lanjut Muhajirin, mudzakarah ini menghasilkan rumusan terkait masail waqi'iyah, antara lain yang berkenaan dengan jemaah tidak niat ihram di miqat (melewati miqat tidak niat/lupa niat ihram), mabit, dan waktu melontar jamrah pada hari tasrik.

Sedangkan yang menyangkut fiqh wanita adalah rumusan status hukum haji dan umrah untuk wanita yang sedang haid, hukum mengkonsumsi obat/pil tunda haid, amalan saat wukuf, serta pelaksanaan tawaf ifadah saat haid ketika tidak cukup waktu karena harus segera kembali ke Tanah Air dan atau ke Madinah bagi jemaah gelombang II.

Penanggung jawab kegiatan yang juga Kasubdit Bimbingan Jemaah haji, Ali Rokhmad menyatakan pihaknya segera membentuk tim menindaklanjuti hasil dan rekomendasi kegiatan mudzakarah. "Tim akan melibatkan unsur ulama dan praktisi haji serta pejabat haji. Tim ini akan membuat matrik rumusan masail waqi'iyah dan solusinya sekaligus menyusun action plan solusi pelaksanakaan manasik haji bagi wanita. Bila perlu kita akan membuat panduan khusus manasik bagi wanita," tandasnya.

"Diharapkan dalam minggu depan rumusan dan action plan mudzakarah ini bisa segera disosialisasikan dalam kegiatan manasik haji," harapnya.

Mudzakarah ditutup oleh Sekjen Kemenag Nur Syam. Dalam sambutannya, Nur Syam mengapresiasi inisiatif kegiatan mudzakarah.

"Mudzakarah ini memiliki makna penting untuk mendiskusikan berbagai hal dalam rangka merekronstruksi teks-teks/dalil/pandangan/pendapat para ulama baik di masa lalu dan sekarang terkait dengan tata cara pelaksanaan manasik haji lalu," tuturnya.

"Kita harus memilih di antara sekian pendapat yang miliki relevansi dunia sekarang. Kita harus bisa memahami jemaah haji kita yang begitu banyak dan tertuju dalam satu tujuan. Terutama, terkait soal fikih haji wanita yang problemnya jauh lebih banyak, lebih mendasar misalnya soal “haid” yang sangat terkait dengan masalah sah dan kemabruran ibadah haji wanita. Dan itu tidak dilakukan oleh jemaah pria," tambahnya.

Nur Syam menyebut penyelenggaraan haji sebagai marwah Kementerian Agama. Jika penyelenggaraan haji bagus, seakan 50% tugas pokok dan fungsi kementerian Agama sudah selesai. "Hal demikian, karena banyaknya orang yang selalu mengamati, memperhatian, bahkan memplototi soal-soal terkait haji," ucapnya.

Nur Syam berharap, rumusan rekomendasi mudzakarah ini dapat diimplementasikan di lapangan, utamanya dalam meningkatkan kualitas ibadah jemaah haji Indonesia.

Mantan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya ini menambahkan, dalam konteks peyelenggaraan haji, ada beberapa problem penting yang terus menerus disosialisasikan, yaitu:

Pertama, manasik haji, karena jemaah yang akan berangkat haji ini belum tentu memiliki pengetahuan kaffah tentang ilmu keislaman terutama manasik haji.

Kedua, kemabruran haji. Dalam pandangan 'sosialogis', kata Nur Syam, ada dua tingkat kemabruran dalam melihat jemah haji, yaitu: ditandai kesalehan spiritual yang makin bagus, serta ditandai kesalehan sosial yang semakin baik.

Ketiga, rencana aksi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji yang terukur dan terencana. Rencana aksi tersebut, lanjut Nur Syam, diharapkan menjadi panduan mempermudah penyelesaian masalah dan solusi yang cerdas dalam melaksanakan manasik haji, terutama bagi jemaah wanita. Dengan demikian pembinaan haji akan terus meningkat. (Al R/mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua