Jakarta (Pinmas) - Peristiwa isra dan mi'raj adalah sebuah ujian keimanan. Manusia tidak hanya ditantang dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang tampak, tetapi Tuhan juga menyodorkan tantangan-Nya berupa tanda-tanda kekuasaan yang jauh di luar jangkauan manusia. Pesan ini disampaikan Kepala Bidang Pengkajian Al-Qur'an LPMA Balitbang Diklat Kementerian Agama, Muchlis M. Hanafi ketika memberikan ceramah dalam peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad Saw. di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (07/06) Surat Al-Isra ayat 60 menjelaskan dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang kamu alami (hai Muhammad, pada malam isra dan mi'raj) melainkan sebagai ujian bagi manusia, terang Muchlis.

Dengan ujian keimanan ini, lanjut Muchlis, diharapkan akan muncul manusia berkualitas dengan kekuatan ruhani yang tinggi. Oleh karena itu oleh-oleh yang dibawa oleh Rasulullah Saw. sepulangnya dari isra dan mi'raj adalah salat. Salat adalah alat transportasi dan komunikasi yang menghantarkan seorang hamba kepada Dzat Pencipta, penguasa alam semesta, tegas Muchlis. Dengan komunikasi yang baik dan lancar manusia akan sampai pada derajat yang tinggi, imbuh Muchlis Muchlis menambahkan bahwa salat juga merupakan kebutuhan manusia. Sebab tidak seorang pun di dunia ini yang tidak pernah berharap dan merasa cemas. Secara sadar atau tidak, dalam salat itulah semuanya tertumpahkan. Karena itu salat menjadi ajaran seluruh agama-agama meski dengan cara yang berbeda-beda.

Di dalam Islam, lanjut Muchlis, salat merupakan inti peribadatan (mukhkhu-l-ibdah). Berbeda dengan praktik-praktik ibadah lainnya seperti zakat, puasa, haji dan lainnya, ajaran salat dijemput dan diterima langsung oleh Rasulullah Saw. secara berhadapan dengan Tuhannya di sebuah tempat yang sangat agung, Sidrat al-Muntaha. Suatu kehormatan tersendiri yang diberikan kepada Nabi kita, Muhammad Saw. Tidak seorang makhluk pun pernah mendapat kehormatan seperti itu, ujar Muchlis. (mkd)