Nasional

Mengapa Masyarakat Harus Memilih Pendidikan Pesantren? Ini Jawabannya

Surabaya (Pinmas) —- Minat masyarakat untuk mempercayakan anak-anaknya pada lembaga pendidikan pesantren sangat tinggi. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari peningkatan jumlah pondok pesantren di Indonesia. Data Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2012 misalnya, menunjukan jumlah pesantren yang tercatat di Kemenag sebanyak 27.230. Jumlah ini jauh meningkat disbanding data 1997, yang tercatat baru sebanyak 4.196 buah.

“Selain dididik pengetahuannya, pesantren juga melangsungkan pendidikan karakter,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada acara Bincang Nasional Pemberdayaan Lembaga Pesantren dalam Rangka Peningkatan Kemandirian Ekonomi Serta Mendorong Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di kantor Bank Indonesia Surabaya pada Rabu (5/11).

Situasi tersebut, kata Menag, merupakan keuntungan bagi anak didik. Sebab, sebagai komunitas belajar, santri bersama rekan-rekannya di asrama belajar berinteraksi untuk hidup bersama, menerima perbedaan dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

Menurut Menag, manusia Indonesia ketika lahir sejatinya “bukanlah” orang Indonesia, melainkan masih mewakili daerah dan sukunya. Namun, ketika ia banyak berinteraksi dengan manusia yang lainnya, maklum akan perbedaan, maka barulah ia menjadi manusia Indonesia.

Keuntungan selanjutnya, sebab pendidikan di pesantren mengajarkan Nasionaliame. Maksudnya, pesantren dalam sejarahnya mengajarkan tentang Islam moderat dan sampai saat ini ajaran tersebut masih dipertahankan. Sehingga, dalam jiwa-jiwa santri tertanam rasa cinta dan aksi bela negara. “Makanya, kalau ada yang pesantren yang mengajarkan radikalisme, itu pastinya pesantren abal-abal,” tuturnya.

Pesantren Khas Indonesia

Pesantren merupakan produk asli Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren memiliki ciri khas kelembagaan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain yang ada di negara manapun selain Indonesia. Memperhatikan hal tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memetakan tiga trilogi pesantren sebagai bekal potensi pengembangan ekonominya.

“Ada tiga hal yakni dari segi pola pendidikan, aspek keagamaan dan aspek sosialnya,” katanya pada acara Bincang Nasional Pemberdayaan Lembaga Pesantren dalam Rangka Peningkatan Kemandirian Ekonomi Serta Mendorong Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di kantor Bank Indonesia Surabaya pada Rabu (5/11).

Khusus untuk aspek sosial, Menag memaparkan keberadaan pesantren berpotensi dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Sebab, santri di pesantren, selain belajar keagamaan juga telah terbiasa dididik mandiri sekaligus terbiasa bersinggungan dengan manusia lainnya yang beragam dalam kehidupan sehari-hari. Makanya, pemerintah harus sigap dan secara sinergi menyiapkan kestaraan regulasi, kesetaraan program dan kesetaraan anggaran, agar pesantren tidak melulu ketinggalan dengan lembaga negara lainnya.

Hal ini penting. Sebab pesantren menjadi salah satu bagian terbesar yang menyangkut dengan kepentingan masyarakat. Faktanya, lanjut Menag Lukman, minat masyarakat untuk menempuh pendidikan di pesantren semakin menguat. Data saat ini menunjukan setidaknya ada 3.004.807 anak yang tercatat sebagai santri mukim (79,93 %). Sisanya, sebanyak 754.391 untuk santri non mukim.

Karena itulah, Menag mengapresiasi inisiatif Bank Indonesia yang menyelenggarakan acara bincang nasional, yang nantinya akan membahas tentang pemberdayaan ekonomi pesantren. (nia/republika/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua