Nasional

Menag: Fatwa Dapat Jadikan Islam Shalihun li Kulli Zaman wa Makan

Jakarta (Pinmas) - Menteri Agama RI, Suryadharma Ali menegaskan bahwa fatwa dapat menjadikan Islam shalihun li kulli zaman wa makan (sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi zaman). Penegasan ini disampaikan Menag ketika memberikan sambutan dalam pembukaan International Conference on Fatwa di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (24/12).

Hadir dalam pembukaan ini, Menko Kesra Agung Laksono, Sekjen Rabithah Al-Alam Al-Islami, Syekh Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, serta seluruh peserta yang terdiri dari para tokoh ulama, intelektual, praktisi hukum, serta pemerhati fatwa dan media dari beberapa negara. Kaitan antara wahyu dan realitas kehidupan masyarakat Muslim akan selalu menghasilakan fatwa-fatwa yang merujuk kepada kehidupan masyarakat. Dalam konteks inilah, maka Islam akan selalu sholihun li kulli zaman wa makan, tegas Menag.

Menurut Menag, fatwa diberikan sebagai respon terhadap suatu masalah yang biasanya tidak ditegaskan status hukumnya secara eksplisit dalam Al-Quran dan Sunah. Hasil penelitian Hooker, seorang guru besar dari Australia International University, terhadap fatwa-fatwa yang pernah dikeluarkan 4 organisasi kemasyarakatan di Indonesia (NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan MUI) sepanjang 1920 an 1990 an menemukan bahwa beberapa fatwa yang dikeluarkan bersentuhan langsung dengan tuntutan keadaan-keadaan baru, yakni perubahan sosial dan hukum di masyarakat. Dalam perspektif praktis, temuan Hooker menunjukan bahwa fatwa yang pernah dikemukakan 4 ormas tersebut, telah memenuhi tujuan mengapa fatwa itu dikeluarkan, terang Menag.

Namun menurut Menag, menjadikan Islam sholihun li kulli zaman wa makan, bukanlah perkara mudah, apalagi jika dikaitkan dengan fatwa. Sebab, setiap pihak yang terlibat dalam proses pengambilan fatwa harus tetap menjaga sentralitas wahyu. Pada saat yang sama, mereka juga harus memastikan dirinya terbebas dari kepentingan pribadi yang bersifat praktis. Syari'ah sebagai ekspresi fundamental dari wahyu, lanjut Menag, seringkali dipengaruhi oleh pemikiran pengagasnya. Namun, fatwa para ulama tetap mempertahankan hubungan antara tantangan modernisasi dengan warisan masa lalu. Sebab argument-argument nya selalu merujuk pada Al Quran, Sunnah, dan teks-teks klasik, tanpa intervensi pengaruh pemikiran Eropa.

International Conference on Fatwa merupakan forum ilimiah yang melibatkan banyak tokoh, para ulama, pemikir, dan kaum intelektual dari berbagai negara. Kegiatan ini akan diselenggarakan dari 24 - 26 Desember 2012. Menag berharap agar konferensi ini tidak semata-mata menjadi ajang bertukar pikiran antar peserta, tetapi juga dapat membangun satu kesatuan konsep dan pandangan dari para peserta dalam menangani berbagai permasalahan atau isu-isu sensitif dan krusial terkait Islam yang berkembang di berbagai dunia internasional.

Menag juga berharap, dari konferensi ini akan terbanguin ukhuwah dan kerjasama yang sinergis dari para ulama dan komunitas fatwa dari seluruh dunia untuk saling berbagi dan menguatkan peran fatwa di negara masing-masing. Fatwa merupakan khazanah intelektual Islam yang sangat khas dan berfungsi secara baik hingga sekarang. Terkait beberapa fenomena perubahan sosial yang terjadi dan membutuhkan fatwa untuk memberikan kepastian hukumnya, fatwa akan selalu hadir tepat waktu dengan substansi yang sesuai kebutuhan masyarakat Muslim, harap Menag. (pinmas/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua