Nasional

Menag: Anggaran KUA Diperkirakan Butuh Rp1,7 Triliun

Jakarta (Pinmas) - Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan kementeriannya membutuhkan dana operasional sebesar Rp1,7 trilun untuk menunjang seluruh aktivitas Kantor Urusan Agama di seluruh daerah. "Kita sudah membuat rancangan untuk diusulkan dan dibicarkaan di Bappenas, DPR RI dan seluruh pemangku kepentingan lainnya sehingga jajaran di lingkungan Kantor Urusan Agama memperoleh dana operasional yang wajar dan bermartabat, dan terhindar dari praktek menerima dana gratifikasi seperti yang dikesankan selama ini," kata Suryadharma Ali di Jakarta, Rabu (6/3).

Seusai memberi sambutan sosialisasi undang-undang pronografi, Menag yang didampingi Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil, Sekretaris Ditjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin, menjelaskan pula bahwa dana sebesar itu baru ancer-ancer. Untuk mendapatkan angka yang memadai, tentu memerlukan waktu lama untuk memperhitungkannya. Sebab, lanjut Suryadharma Ali, sejumlah kantor KUA di Indonesia sampai kini banyak yang kondisinya memprihatinkan. Masih banyak yang mengontrak dan sekitar 380 kantor KUA di Indonesia saja kini masing mengontrak. "Kita harus menghitung secara detil. Sebab, di luar negeri pun membutuhkan kantor KUA. Di luar negeri pun, di beberapa konsulat kita dibutuhkan atase agama. Terutama di sejumlah negara yang banyak tenaga kerjanya," ia menjelaskan.

Kemenag juga harus melihat kondisi nyata di lapangan, karena banyak kantor KUA secara fisik sudah tak memadai jika dijadikan tempat untuk pernikahan. Satu sisi umat dianjurkan nikah di KUA tetapi kondisi kantornya tak memadai. Jika penghulu mendatangi ke kediaman pengantin, di luar jam kerja dan hari libur, ada larangan menerima sesuatu dari tuan rumah. Di sisi lain, dana operasional penghulu untuk transportasi, honor profesi dan biaya operasional sampai kini tak diberi negara. Hal ini merpakan tantangan Kemenag untuk membenahi itu semua. Namun, lanjut Menag, para prinsipnya pelayanan kepada umat yang menyangkut pernikahan ke depan harus gratis. Karena itu para pemangku kepentingan harus duduk bersama, mulai legislative, eksekutif dan tentu para ulama harus dilibatkan pula.(ant/ess)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua