Nasional

"Membumikan Kerukunan" di Sumatera Utara

Medan(Pinmas)-- "Akidah terjamin, kerukunan terjalin". Itulah motto Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumatera Utara yang dicetuskan belum lama ini di Brastagi, Sumatera Utara. Motto ini juga sebagai upaya mengantarkan umat beragama di Sumatera Utara rukun dengan tidak membesarkan perbedaan dan mengupayakan persamaan. "Meski demikian, upaya membumikan kerukunan di Sumatera Utara dengan mengupayakan persamaan bukan berarti harus mencampuradukkan akidah. Akidah masing-masing pemeluk agama tetap, yang diupayakan adalah terjalin kerukunan guna keharmonisan hidup, saling membantu dengan tidak berpikir perbedaan agama," kata Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara, Drs. H. Syariful Mahya Bandar, M.A.P. di kantornya, Senin lalu. Menurut Syariful, kerukunan umat beragama di Sumatera Utara cukup kondusif. Keberhasilan ini berkat kerja sama berbagai pihak, seperti adanya tiga pilar kerukunan yang konsekuen mendukung terjalinnya kerukunan. Pertama, para tokoh agama melalui FKUB, Forum Lintas Pemuda, dan Forkala (Forum Lembaga Adat dan Budaya). "Tiga pilar ini bersama pemerintah daerah dan Departemen Agama dan majelis-majelis agama secara sinergi membina umat beragama. Kondisi kerukunan di Sumatera Utara sekarang cukup kondusif. Hal ini diupayakan bukan hanya pada tataran pertemuan, seremonial tetapi menjadi kebutuhan masyarakat," ucap Syariful. Bahkan dalam pertemuan-pertemuan besar guna menumbuhkan kerukunan di wilayah tersebut, Depertemen Agama Sumatera Utara membuat "slogan kerukunan" yang sudah disetujui majelis-majelis agama setempat. Misalnya, memberi salam agama, seperti assalamualaikum bagi penganut Islam, untuk umat lain sesuai salam agamanya masing-masing. Kemudian diikuti salam nasional, seperti selamat pagi, selamat siang. Dilanjutkan ucapan "salam kerukunan" yang dijawab oleh hadirin "salam". Dilontarkan lagi ucapan "Akidah terjamin", yang dijawab hadirin: "kerukunan terjalin". Berdasarkan data dari BPS tahun 2007, Sumatera Utara yang mempunyai luas wilayah 71.680,68 Km2 berpenduduk 12.834.371 jiwa. Komposisi umat beragama: umat Islam sebanyak 8.403.997 (65,46 persen), Kristen Protestan 3.417.574 (26,62 persen), Katolik 613.674 (4,78 persen), Hindu 23.109 (0,18 persen), Budha 362.042 (2,82 persen), Konghucu (belum ada data), lain-lain 17.974 (0,14 persen). Pemeluk agama Islam terbanyak berada di 18 kota dan kabupaten, yakni di Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Langkat, Asahan, Deli Serdang, Labuhan Batu, Medan, Serdang Bedagai, Sibolga, Tanjung Balai, Binjai, Tebing Tinggi, Padang Sidempuan, Batubara, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Labuhan Batu Utara, dan Labuhan Batu Selatan. Sementara umat Kristen terbanyak di sembilan kota dan kabupaten, yakni Tapanuli Utara, Nias, Nias Selatan, Karo, Dairi, Toba Samosir, Samosir, Pakpak Barat, dan Humbang Hasundutan. Sedangkan jumlah umat Islam dan Kristen hampir berimbang berada di Tapanuli Tengah dan Pematang Siantar. Dari 12.834.371 penduduk dan pemeluk agama di Sumatera Utara, telah berdiri 9.199 masjid, 10.325 mushalla, 10.277 gereja Kristen, 2.124 gereja Katolik, 63 kuil, 367 vihara, dan 77 cetiya. Sumber dari Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara tanggal 19 November 2009 bahwa terdapat sembilan etnis di Sumut, yakni etnis Melayu, etnis Batak, etnis Nias, etnis Jawa, etnis Ming, etnis Aceh, etnis Cina, etnis Arab dan etnis India. Sedangkan suku yang ada di Sumut adalah Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Angkola, Batak Karo, Batak Simalungun, dan Batak Dairi Pakpak. Untuk menyatukan dan membina kerukunan di Sumatera Utara ini bisa dibilang sulit. Karena adanya beberapa permasalahan seperti jumlah penduduk yang cukup besar, kemajemukan dalam etnis, suku, budaya dan agama; perbedaan tingkat pendidikan dan lingkungan, sehingga persepsi berbeda; masih adanya aliran sempalan; masih adanya sebagian kecil penduduk yang belum menganut agama resmi yang diakui (di pedalaman); bergesernya nilai agama dan budaya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi serta dampak negatif pembangunan. Selain itu, kata Kakanwil Depag Sumut, hal yang rawan dalam pembinaan kerukunan umat beragama juga karena pendirian rumah ibadah yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; penyiaran agama kepada orang yang sudah menganut agama tertentu dengan imbalan materi (umumnya di daerah terpencil); perselisihan pribadi, kelompok, organisasi, yang akhirnya berkembang menjadi konflik keagamaan; adanya kelompok secara diam-diam mengadu domba umat dengan menyebar selebaran atau fotokopi yang berbau SARA atau semacamnya; dan penggunaan rumah tempat tinggal atau rumah toko (ruko) menjadi tempat peribadatan dan sebagainya. Hal lain yang menghambat pembinaan kerukunan hidup umat beragama karena terbatasnya dana, sementara wilayah daerah yang sangat luas; masih perlunya dimantapkan mekanisme dakwah/penyuluh agar tetap relevan dengan tuntutan pembangunan dan kondisi wilayah; belum adanya program yang terpadu dari masing-masing organisasi dan lembaga keagamaan atau masih terjadinya tumpang tindih; peraturan perundang-undangan yang ada masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas. Meski demikian ada faktor yang menunjang pembinaan kerukunan hidup umat beragama tersebut, yakni: masyarakat Sumatera Utara dinilai sebagai masyarakat religius; sikap masyarakatnya penuh toleransi tanpa memandang perbedaan yang ada termasuk agama; secara historis, masuknya agama-agama di Sumatera Utara secara damai; lembaga-lembaga yang ada (pendidikan, agama, kemasyarakatan) telah sejak lama berfungsi mendidik dan membina masyarakat; komitmen masyarakat terhadap rumusan Pancasila yang merupakan nilai dan norma dari agama yang ada; peranan dari pemuka agama, tokoh masyarakat dan pemuda cukup besar. Namun, apa pun yang terjadi di daerah tersebut, upaya membina kerukunan hidup umat beragama itu sangat penting. Karena "harga kerukunan umat beragama itu sangat mahal". Jika umat sudah bercerai berai akan sulit menyatukannya kembali dan bisa mengarah pada perpecahan dan kebrutalan. Kebrutalan yang tidak terkendali akan merusak dan menghancurkan tatanan yang sudah ada. Oleh karena itu, lanjut Syariful, perbedaan agama, perbedaan etnis dan suku ini harus terus dipupuk mengarah pada persatuan dan kesatuan. Persatuan dan kesatuan yang hakiki akan terjalin kerukunan yang "abadi". Kerukunan "abadi" akan mewujudkan bangsa yang makmur dan bermartabat. Bangsa yang bermartabat akan mengangkat citra negara serta dapat membelalakkan bangsa lain dan `mata dunia` menuju baldatun thoyyibatun warabbun ghafuur. (Sidik M Nasir).

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua