Nasional

Makruf Amin: Kesaksian Melihat Hilal Ketika Tidak Imkan, Tidak Bisa Diterima

Jakarta (Pinmas) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Makruf Amin menjelaskan bahwa ada dua metode yang digunakan dalam menetapkan awal Ramadlan, yaitu: Wujudul Hilal dan Imkanur-Rukyat. Wujudul Hilal artinya hilal asal nongol saja, dan Imkanur-Rukyat dengan memperhitungkan kemungkinan bisa dirukyat. Kalau tidak bisa dirukyat, tidak, terang Makruf Amin usai mengikuti Sidang Itsbat Awal Ramadlan 1434, Jakarta, Senin (08/07).

Menurut Makruf, berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh MUI, yang paling pas untuk saaat ini adalah Imkanur-Rukyat dengan ketinggian hilal minimal 2 derajat. Sementara posisi hilal saat ini, menurut informasi hisab, berada di bawah satu derajat. Dengan demikian belum mumkin menurut kriteria imkanurrukyat, kata Makruf. Makruf menegaskan, andaikata ada yang melihat hilal pada posisi hilal seperti itu, kalau menurut para ulama, itu tidak bisa diterima. Kenapa? Makruf menjelaskan bahwa syarat bisa dilihatnya hilal itu adalah bila mumkin.

Wa inna syartal masyhuudi bihi imkaanuhu aqlan wa aadatan wa syaran...(kesaksian melihat red) hilal itu bisa diterima, manakala melihat hilal itu mumkin menurut akal (ilmu pengetahuan), kebiasaan, dan menurut syariat, tegas Makruf. Makruf menambahkan, dari beberapa kemungkinan, sebagaimana sudah dijelaskan Pak Cecep Nurwendaya, dari sisi ilmu pengetahuan juga tidak ada referensi yang menyatakan bahwa hilal bisa dilihat pada posisi seperti hari ini. Tidak pernah ada pengalaman, sambung Makruf.

Terkait kesaksian di Cakung, Makruf mengatakan bahwa menurut hitungan hisab yang akurat, itu tidak mungkin. Rukyat yang bisa diterima itu rukyat yang mumkin menurut akal atau ilmu pengetahuan, kebiasaan, dan syariat, tambah Makruf. Makruf menjelaskan bahwa kalau posisi hilal di bawah dua derajat, menurut pengetahuan, imposible, tidak mungkin. Adat kebiasaan yang terjadi selama ini juga belum pernah ada referensi bahwa hilal bisa dilihat di bawah dua derajat. Nah, sekarang ini nol koma. Karena itu tidak mungkin.

Ketika ada orang yang mengatakan bahwa dia melihat, maka terpaksa harus ditolak, kata Makruf. Ruddatusy-syahaadah (ditolak kesaksiannya-red), tegas Makruf. Makruf mengatakan bahwa di Cakung menggunakan Hisab Taqribi, sehingga hitungan mereka posisi hilal berada di atas 2 derajat. Sementara hasil hisab yang umum dipakai dalam ilmu pengetahuan, posisi hilal berada pada nol koma sekian derajat, masih di bawah satu derajat. Jadi hisabnya yang terlalu besar hitungannya, dan itu yang membuat berbeda, terang Makruf. (mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua