Nasional

Ketum MUI: ISIS Itu Persoalan Historis

Jakarta (Pinmas) —- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Din Syamsuddin mengatakan bahwa fenomena Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) merupakan persoalan historis yang sudah berlangsung sejak dulu dengan segala persoalannya.

“Jadi fenomena ISIS itu persoalan historis yang sudah berlangsung dari dulu dengan segala persoalannya,” kata Din Syamsuddin saat menjadi keynote speech pada Seminar Nasional Fenomena ISIS bagi NKRI dan Islam Rahmatan Lil Alamin.

Menurut Din Syamsudin, umat Islam, baik global maupun nasional, menghadapi masalah internal yang merupakan warisan sejarah panjang sejak penjajahan. Masalah tersebut, setelah waktu yang sekian lama, ternyata belum dapat terkonsolidasi dengan baik.

Din Syamsuddin memotret masalah itu mencakup problem internal dan eksternal. Masalah internal umat Islam, meliputi faktor non agama yang bisa mendorong radikalisasi di kalangan Islam, baik kesenjangan sosial, ekonomi, maupun politik.

“Adanya negara bangsa setelah era kemerdekaan, juga menimbulkan persoalan tersendiri. Termasuk di dalamya persoalan politik yang kemudian membentuk faksionalisasi politik,” terang Din Syamsudin.

Terkait khilafah, Din Syamsudin mengatakan bahwa itu merupakan ajaran penting dalam Islam. Menurutnya, kata khilafah banyak disebut dalam hadits. Namun demikian, Din menegaskan bahwa khilafah sebagai instrumen politik, baru muncul setelah masa Rasulullah.

Diakui Din Syamsudin, ada pihak yang menginginkan khilafah menjadi model kekusaan pilitik Islam. Namun demikian, ada juga yang keberatan.

Menurutnya, Ibn Khaldun, Sosiologi besar abad 15, juga mengkritik khilafah. Dalam bukunya, muqaddimah, Ibu Khaldun mengatakan bahwa khilafah dalam Islam yang sesuai dengan Islam hanya pada masa khulafa’ur rasyidun yang berlangsung kurang lebih 50 tahun. Setelah itu, tidak bisa disebut sebagai kekuasaan politik keagamaan. Karenanya bukan khilafah tapi kerajaan.

“Ada banyak perbedaan pendapat mengenai khilafah. Kalau saya cenderung bahwa kita sebagai muslim adalah khalifah Allah untuk menjalankan misi al-ishlah fil-ard, membangun kebaikan dalam kehidupan dunia, bukan kerusakan,” terangnya.

Selain faktor internal dalam skala nasional, ada juga faktor eksternal. Menurutnya, fenomena ISIS juga tidak terlepas dari ketidakadilan global.

Din berkesimpulan bahwa ada faktor internal yang berhimpit dengan factor eksternal di mana kita tidak bisa mengelolanya dengan baik sehingga terjadilah fenomena seperti sekarang ini dan akan terjadi lagi. “Isis adalah metamorfosis dari gerakan-gerakan yang ada dan akarnya adalah Khawarij,” kata Din.

“Ini akan ada terus, dalam bentuk yang baru. Namun, pendukung ISIS sebenarnya itu-itu juga, hanya berganti nama. Ini menyentakkan kita, tapi tidak mengagetkan saya,” tegasnya.

Sehubungan itu, Ketum MUI ini menyampaikan beberapa rekomendasi, yaitu:

1. Harus ada penyelesaian masalah dunia berupa ketidakadilan global, terutama yang menimpa dunia Islam, utamanya penyelesaian konflik Israel-Palestina.

“Saya sempat bertemu tokoh Yahudi dunia, dan saya sampaikan bahwa persoalannya harus selesai. Kalau ketidak adilan global di dunia Islam tidak selesai, maka ini akan terus berlanjut,” tutur Din.

2. Harus ada konsolidasi di dunia Islam sehingga masalah sektarian yang ada bisa diselesaikan. “Iran dan Arab saya kira akan terus diperhadapkan,” kata Din.

3. Harus dikedepankan pandangan Islam yang moderat. Indonesia adalah lahan subur untuk agama perdamaian, baik karena corak masuknya Islam yang damai, maupun pola hubungan kita yang sangat harmoni, baik dengan Tuhan, manusia, maupuan alam. Maka corak keislaman kita berbasis rahmatan lil alamain.

“Ini harus terus dikembangkan. Indonesia lahan subur bagi dinur-rahmat was-salamah dan dinur khadlara (agama kemajuan),” kata Din.

(mkd/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua