Nasional

Kepulangan Bayi Makiyyah Tunggu Medif

Makkah (Pinmas) —- Keinginan jamaah haji pasutri Jaman bin Mismin dan Ika binti Abdurrozak, agar Makiyyah Marwah bisa segera pulang ke Tanah Air bakal terwujud. Surat Pengganti Laksana Paspor (SPLP) untuk sang bayi yang lahir di pemondokan Misfalah, Makkah, juga sudah selesai dikeluarkan Konjen RI di Jeddah.

‘’Jika tidak ada perubahan, Insya Allah mereka bisa pulang ke Bogor pada Senin mendatang (4/11),’’ kata Miftahul Maulana, Kasi Pelayanan dan Pemulangan Jamaah Daerah Kerja Makkah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPHI) Arab Saudi, kemarin (29/10).

Namun, untuk bisa pulang ke kampung halaman, pasutri serta sang bayi masih harus menunggu medical information form (Medif) for air travel atau surat keterangan medis untuk perjalanan udara (penerbangan). Surat itu yang mengeluarkan adalah dokter. Hingga sekarang, Ika dan bayinya masih mendapat perawatan di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Makkah.

‘’Medif itu untuk memastikan apakah sudah layak terbang atau belum. Nah, sampai saat ini Medif sang bayi dan ibundanya belum keluar. Semoga saja dalam beberapa hari ini sudah keluar,’’ ujar Maulana.

Pasutri Jaman-Ika berasal dari Kampung Dukuh, RT 04/01, Cibung, Bogor. Mereka semestinya sudah berada di kampung halaman. Sebab, jadwal pemulangan Jaman-Ika ke Tanah Air yang masuk dalam kelompok terbang (kloter) 14 Jakarta (JKS) adalah Sabtu malam lalu (27/10). Tapi, pada Sabtu pagi, sekitar pukul 04.30 waktu setempat, ternyata Ika melahirkan di kamar pemondokannya.

Proses kelahiran bayi Makiyyah terbilang dramatis. Di tengah kondisi keterbatasan sarana dan prasarana di pemondokan jamaah haji, bayi yang lahir dengan berat 2,2 kilogram dan panjang 44 sentimeter itu lahir dengan selamat. Itupun kelahirannya tanpa bantuan medis, melainkan atas pertolongan jamaah yang kebetulan seorang dukun bayi.

Kisah Ika bisa terbang dari embarkasi JKS sampai ke tanah suci dalam keadaan hamil itupun di luar dugaaan. Sebab, secara medis, semestinya calon jamaah haji hamil dengan usia kandungan 7 bulan itu tidak akan lolos screening. Nyatanya, perempuan berusia 43 tahun tersebut mampu menuntaskan prosesi ibadah haji hingga sempurna. Termasuk melewati masa-masa kritis puncak ibadah haji di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).

Kepada petugas, Ika dengan polos mengakui dirinya nekat terpaksa tidak jujur kepada petugas sejak di Tanah Air hingga Arab Saudi. Suaminya juga sudah membuat surat pernyataan atas ketidakjujuran tersebut. Keputusan itu diambil lantaran keinginan kuat untuk bisa beribadah haji. Bersama suaminya, dia sudah menunggu selama tiga tahun. Mereka tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apalagi mulai ada kebijakan pemotongan kuota jamaah.

Kabid Kesehatan PPIH Dr Fidiansjah SpKJ mengatakan, dalam musim haji tahun ini sebetulnya masih ada jamaah yang hamil. Jumlahnya tidak banyak. ‘’Ada kasus serupa antara 3-5 kasus. Namun semuanya masih dalam tahap aman. Kehamilannya masih dalam batas toleransi penerbangan,” ujarnya.

Dari aspek kesehatan, perempuan hamil memang relatif berisiko saat melakukan perjalanan udara. Terlebih, dalam rentang waktu cukup lama seperti saat beribadah haji. Dari Indonesia ke Jeddah membutuhkan waktu terbang sekitar 9 jam.

Hal penting yang perlu diperhatikan tanpa memandang umur kehamilan adalah masalah berkaitan dengan sirkulasi peredaran darah. Kabarnya, kehamilan sendiri dapat menyebabkan masalah sirkulasi pada setiap perempuan. Posisi duduk terlalu lama dalam penerbangan dapat meningkatkan risiko pembentukan darah menggumpal (blood clot) yang dapat bisa berdampak fatal.

Selain itu, keterkaitan dengan tekanan dalam kabin. Saat ini, rata-rata penerbangan komersial telah mengatur tekanan dalam kabin setara dengan ketinggian jelajah 5.000 – 8.000 kaki. Nah, untuk perempuan hamil yang berasal dari dataran rendah, perubahan ini dapat mempengaruhi kerja tubuh. Yakni, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. (hud/jawa pos/mkd)

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua