Nasional

Kemenag Bedah Buku Islam Radikal dan Moderat

Irfan Idris dan mantan teroris Kurnia Widodo (Foto: Romadayl) 

Irfan Idris dan mantan teroris Kurnia Widodo (Foto: Romadayl) 

Jakarta (Kemenag) --- Peneliti Balitbang-Diklat Kemenag Abdul Jamil Wahab berpandangan bahwa Islam Radikal di Indonesia sebagai sebuah paham dan gerakan kelompok Islam yang menolak asas Pancasila dan kontra NKRI masih tetap eksis hingga kini. Mereka terus memperjuangkan cita-cita berdirinya bentuk Daulah/Khilafah Islamiyah dan menerapkan syariat Islam secara total dalam sistem sosial politik.

“Dengan perkembangan media elektronik dan internet dewasa ini, penyebaran paham Islam radikal bahkan semakin marak, mereka berupaya menghidupkan kembali ‘politik Islam’," kata Abdul Jamil Wahab mengawali sambutanya pada Bedah Buku Islam Radikal dan Moderat, Diskursus dan Kontestasi Varian Islam Indonesia yang ditulisnya.

Bedah buku ini diinisiasi Badan Litbang dan Diklat Kemenag dan digelar di Jakarta, Selasa (25/02). Hadir sebagai narasumber, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris dan seorang mantan teroris Kurnia Widodo.

Tampak hadir juga, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Ishom, serta puluhan peserta yang berasal dari ormas keagamaan, jurnalis, perwakilan unit eselon I Kemenag dan para penyuluh agama se DKI Jakarta.

Ada empat alasan Abdul Jamil Wahab tertarik untuk menulis buku tentang Islam radikal vis a vis Islam moderat. Pertama, radikalisme keagamaan lahir karena ada adanya ideologi radikal-fundamentalis dan ketimpangan sosial politik baik skala lokal maupun global.

Kedua, untuk kepentingan akademis, corak paham kelompok Islam radikal yang selalu mengusung isu negara Islam. Ketiga, Islam moderat sebagai paham arus utama Islam Indonesia telah memiliki sejarah panjang dan telah mengakar dalam budaya masyarakat. Dan keempat, sebagai upaya membangun budaya dialog yang konstruktif.

Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris dalam kesempatan tersebut menyebutkan empat kriteria radikal versi BNPT, yakni: menolak NKRI, menolak Pancasila, intoleran, dan mengkafirkan orang lain.

“Buku ini sangat konferhensif dan bagus dari perspektif sejarah, cuma perlu ditambah. Karena pada saat buku ini diterbitkan belum ada perspektif yuridis seperti UU No 5 tahun 2018. Kami berharap buku-buku seperti ini lebih banyak lagi seperti Islam Moderat yang mampu menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemerintah bersama kelompok moderat bisa menyuarakan dan meminimalisir radikalisme dan kelompok ektremisme yang menolak NKRI,” kata Idris.

Ia menambahkan, dalam menangkal radikalisme di Indonesia, BNPT akan bekerjasama dengan Kementerian Agama khususnya melibatkan para penyuluh agama dalam upaya menangkal radikalisme dan ektremisme di tanah air.

Sementara itu mantan teroris Kurnia Widodo menilai buku karya Abdul Jamil Wahab sangat bagus lewat judul yang memikat. Pembahasannya cukup lengkap termasuk terhadap kelompok kelompo radikal di tanah air seperti JI, JAT, HTI, ISIS, JAD dan NII KW9.

“Saya hanya menyarankan buku ini dilengkapi gambar atau foto agar para pembaca tidak jenuh. Secara umum buku ini sangat bagus bagi masyarakat umum," kata alumni ITB jurusan teknik kimia yang pernah dipenjara selama empat tahun gegara kasus pelaku teror di tanah air ini.

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua