Nasional

Kajian Komprehensif Bisa Cegah Radikalisme

Jakarta(Pinmas)--Mengkaji agama secara komprehensif dan integral, diyakini bisa mencegah pemahamah radikal yang berpotensi menjadi cikal bakal terorisme. Sebab, hal itu menyebabkan pendalaman agama lebih bersifat terbuka (inklusif), dan tidak tertutup (eksklusif). Demikian mengemuka dalam Wisuda Sarjana ke-IX Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah, di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, kemarin. Dalam kesempatan tersebut, hadir antara lain, Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah Prof KH Ali Mustafa Yaqub, Kepala Pusat Litbang Pendidikan Agama Kementerian Agama Dr Amin Haedari, Direktur Pusat Studi Islam Frankfurt, Jerman, Prof Muhammad Hassan Hitou, Guru Besar UIN Jakarta Prof Nabilah Lubis, dan Prof Huzaimah Tahido Yanggo. "Karena itu, perguruan tinggi Islam jangan hanya bisa melahirkan sarjana-sarjana yang mahir `khitabah` (khutbah, ceramah, debat, diskusi, atau pidato), tapi juga ahli `kitabah` (membaca, menafsirkan, atau menganalisa kitab, buku, atau literatur berbahasa Arab, dan lain-lain)," ujar Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah Prof KH Ali Mustafa Yaqub. Karena itu, ulama yang dipercaya menjamu Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat mengunjungi Mesjid Istiqlal Jakarta ini, menyebutkan, tradisi menggeluti kitab-kitab maraji` alias kitab-kitab kuning mesti terus dikembangkan. "Kami telah menjadikannya sebagai kurikulum sejak empat tahun lalu. Mudah-mudahan ini bisa dijadikan percontohan," ucapnya. Prof Ali Mustafa Yaqub mengatakan, saat ini permintaan membuka cabang perguruan tinggi yang sama, datang dari sejumlah negara. "Antara lain, dari Kuala Lumpur, dan Sarawak, Malaysia. Insya Allah, pada September 2011 sudah mulai dibuka," ucapnya. Prof Ali Mustafa Yaqub pun meminta masyarakat kampus di perguruan tinggi agama, membudayakan kebiasaan menulis. "Ini penting, karena orang yang sukses dalam ilmu pengetahuan adalah mereka yang mampu mengembangkannya. Dan itu antara lain bisa dilakukan lewat tulisan. Karena itu, teruslah menulis bagi sudah lihai menulis, dan teruslah berlatih menulis bagi yang belum bisa menulis. Jangan mati sebelum meninggalkan karya tulis," ucapnya. Relevansi Kitab Kuning Sementara itu, Kepala Pusat Litbang Pendidikan Agama Kementerian Agama Dr Amin Haedari, mengatakan, kitab kuning sampai saat ini masih relevan dipelajari. "Karena itu, kitab klasik itu bisa dikembangkan," katanya. Menurut dia, dari kitab-kitab klasik tersebut bisa menjadi rujukan hal-hal modern. Yang terpenting, adalah bagaimana para santri memahami tak hanya yang tekstual, tetapi juga kontekstual. "Kalau kita mengkaji kitab kuning, kita melihat bagaimana semangat belajar para ulama terdahulu. Semangat keilmuan mereka cukup tinggi. Karena itu, para santri dan ustad harus kembali kepada tradisi intelektual pesantren yang bersumber kepada kitab-kitab kuning," ujarnya. Dia mengingatkan, umat Islam perlu meneladani ulama besar asal Banten KH Nawawi al-Bantani yang kitabnya menjadi rujukan tak hanya di Indonesia tetapi juga di Timur Tengah. "Karena itu, para santri Indonesia harus didorong supaya menulis sehingga bisa memiliki karya-karya gemilang," ujarnya. (SK/yudhiarma)
Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua