Nasional

Kabalitbang-Diklat: Peran Sinergis Kelompok Lintas Agama, Signifikan Melawan Ekstrimisme

Yogyakarta (Pinmas) —Pemerintah hadir dan terus berupaya menyelesaikan kasus-kasus intra dan antarumat beragama, termasuk ekstrimisme dan intoleransi. Dalam posisi ini, peran kelompok masyarakat lintas agama seperti International Forum on Buddhist- Muslim Relations (BMF) menjadi signi­fikan sebagai partner sinergis, penggerak-dari-grassroot. Demikian disampaikan Kepala Balitbang­diklat Kementerian Agama Abd. Rahman Mas’ud saat mewakili Menag sebagai pembicara pada A High-level Summit of Buddhist and Muslim Leaders, Yogyakarta, Selasa (3/3).

Pertemuan yang diselenggarakan bersama oleh MUI dan WALUBI bersama sejumlah lembaga antaragama ini bertajuk “Overcoming Extremism and Advancing Peace with Justice” diharapkan terbangun saling pengertian antardua umat beragama (Islam dan Budha), khususnya dalam menghadapi isu-isu ekstrimisme agama saat ini.

Acara dihadiri oleh sekitar 50 tokoh agama dari Thailand, Srilanka, Myanmar, Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia. Didahului sambutan penyenggara, Ketua Umum MUI Din Syamsuddin dan Sekjen WALUBI Philip K Widjaja. Tampil sebagai Keynote Addresses dari pihak Pemerintah, Abd. Rahman Mas’ud (Kabalitbang-Diklat Kementerian Agama) dan A.M. Fachir (Wakil Menteri Luar Negeri), dan sejumlah pembicara dari negara-negara Forum BMF.

Dalam paparannya, Mas’ud menyampaikan bahwa Indonesia kaya akan kearifan lokal (local wisdom) untuk mendukung kerukunan umat beragama, sebagai contoh, Sunan Kudus melarang penyembelihan sapi untuk menghormati umat Hindhu-Buddha. Hal itu bisa kita lihat sampai dengan sekarang.

“Tidak ada orang Kudus yang bisa menikmati daging sapi di kudus, meskipun umat muslim kudus tahu bahwa daging sapi itu halal,” ujar Mas’ud.

Mas’ud juga menegaskan bahwa Pemerintah netral dan imparsial, berada di tengah, menjadi pengatur lalu lintas hubungan antarumat beragama.

Terkait kerukunan beragama, Pemerintah melakukan dua upaya. Pertama, memberdayakan peran umat beragama dalam menyelesaikan sendiri problem yang dihadapinya, dan dua, membuat pengaturan hubungan lalu lintas antarumat beragama agar kebebasan beragama dan harmoni terwujud.

“Upaya pertama dilakukan dengan membina, memfasilitasi, dan mendukung peran-peran masyarakat, seperti yang dilakukan BMF ini. Sedangkan yang kedua, dengan menyusun regulasi dan kebijakan, seperti Naskah Akademik dan RUU Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang saat ini sedang terus disempurnakan,” terang Mas’ud.

Dalam kesempatan ini, Mas’ud mengundang berbagai masukan tokoh agama untuk memperkaya penyiapan RUU tersebut. “Justeru adanya problem ekstrimisme, intoleransi, dan kasus-kasus kekerasan inilah yang antara lain yang melatarbelakangi penyusunan regulasi ini,” pungkasnya. (hb/as/dm/dm).

Tags:

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua