Nasional

Indonesia Diharap Lebih Menyuarakan Harmoni Hubungan Antar Agama

Jakarta (Pinmas)--Indonesia diharapkan dapat lebih menyuarakan harmoni hubungan antara agama, kompatibilitas Islam dan demokrasi kepada masyarakat Eropa. Demikian salah satu butir kesimpulan Konferensi Internasional tentang Dialog Lintas Kepercayaan di Indonesia yang diadakan KBRI Brussel dan Parlemen Eropa di Brussel, di Gedung Altiero Spinelli, Parlemen Eropa. Menurut Sekretaris III - Penerangan, Sosial Budaya dan Diplomasi Publik, KBRI Brussel, Punjul Nugraha, kepada Antara London, Kamis, delegasi dialog lintas kepercayaan dipimpin Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat. Bahrul memaparkan kemajuan nilai-nilai pluralisme, multikulturalisme dan kerukunan beragama di Indonesia. Para pembicara dari tanah air antara lain Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, Pendeta Lydia K. Tandirerung, dari Toraja, Rektor Universitas Hindu Indonesia,IBG Triguna, dan Kepala Pusat Kerukunan Antar Umat Beragama Abdul Fatah, dan Dubes RI di Brussel, Arif Havas Oegroseno. Sementara Azyumardi Azra menggarisbawahi bahwa Islam di Indonesia berkembang melalui proses yang tetap menjunjung nilai dan kearifan lokal, atau yang disebutnya sebagai "indigenisation of Islam. Proses inilah yang menjadikan Islam di Indonesia berbeda dengan praktek Islam di kawasan lain seperti di Timur Tengah. Kearifan lokal ini menjadi salah satu kekuatan bangsa Indonesia yang secara sadar menerima agama yang menyebar ke Indonesia dari berbagai kawasan dunia namun tidak menjadikan salah satunya sebagai agama Negara, ujarnya. Indonesia bukan negara Islam dan agama Islam bukan menjadi agama resmi Indonesia. Berbeda dengan beberapa negara Asia dan bahkan Eropa yang mencantumkan agama tertentu sebagai agama resmi negara, ujar Azra. Sementara itu, Pendeta Tandirerung menyebutkan pluralisme merupakan intrinsik yang sudah tertanam di tiap penduduk Indonesia sejak lahir. Dicontohkan olehnya mengenai bagaimana umat Nasrani di Indonesia menikmati kebebasan dalam memeluk dan menjalankan agamanya. Di Indonesia bisa dilihat banyak keluarga yang tumbuh berkembang dengan latar belakang agama yang berbeda, ungkap Pendeta Tandirerung menambahkan. Untuk itu perlunya dialog intra-agama sebagai komplemen terhadap dialog antar-agama. Sementara itu Dirjen Bimas Hinddu Triguna menyampaikan hal senada, bahwa umat Hindu di Indonesia, yang notabene merupakan kelompok minoritas, menikmati kebebasan menjalankan kewajiban agamanya. Disampaikan pula bahwa Hindu di Indonesia memiliki nilai-nilai khas, yang lebih fleksibel dan menjadikannya berbeda dengan Hindu yang ada di wilayah lain. Pura di Indonesia hanya dibagi dalam dua jenis saja yakni Pura keluarga dan publik. Tidak ada tempat sembahyang umat Hindu yang dibuat sesuai hirarki kasta seperti negara lain, ungkap Prof. Triguna. Terlebih lagi, meskipun umat Hindu adalah minoritas, Pemerintah menetapkan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional di Indonesia.(ant/es)

Nasional Lainnya Lihat Semua

Berita Lainnya Lihat Semua